Naskah Pilihan Pekan Ini (Minggu Ke-3 Februari 2015)

Naskah Pekan Ini

by redaksi

Naskah Pilihan Pekan Ini (Minggu Ke-3 Februari 2015)

Ini menjadi pekan kedua bagi rubrik “Naskah Pilihan Pekan Ini”. Minggu lalu, yang menjadi permulaan rubrik ini, naskah-naskah yang terpilih diperiksa dan dikurasi oleh Bung Hedi Novianto atau @hedi. Kali ini, di pekan kedua, orang yang bersedia menjadi kurator tamu adalah Bung Eddward Samadyo Kennedy atau Panjul yang biasa berkicau melalui akun @propaganjen.

Tahun lalu, ia baru saja menerbitkan buku “Sepakbola Seribu Tafsir”, himpunan esai mengenai sepakbola yang ia tulis untuk beberapa media dan blog. Anda bisa membaca beberapa ulasan mengenai buku itu DI SINI dan DI SINI. Diterbitkan secara indie melalui penerbit @indiebookcorner, dan saya dengar buku itu menjadi salah satu yang paling baik penjualannya. Anda yang berminat membacanya bisa membelinya DI SINI.

Jika Hedi menulis dengan langgam yang tenang, dingin, dan nyaris tanpa emosi, Panjul justru sebaliknya. Ia menulis dengan semangat yang menggebu, kadang memang terasa berlebihan, tapi dengan itulah sepakbola hadir sebagai sebuah teks yang bisa diajak berkelahi, bergulat dan bergelut. Panjul menulis dengan kata-kata yang deras, juga dengan kalimat-kalimat panjang yang seperti sedang meracau. Ia dengan semaunya mengutip sebait sajak, sebaris lirik lagu atau petikan kalimat dari para pemikir, mungkin sengaja mungkin juga tidak, tapi dengan itulah ia justru menghadirkan sepakbola sebagai sebuah teks yang dapat dibaca dari berbagai arah dan dengan berbagai kemungkinan cara membaca.

Anda bisa membaca Naskah Pilihan Pekan Ini edisi pertama yang dikurasi oleh Hedi dengan membacanya DI SINI.

Inilah tiga naskah sepakbola pilihan pekan ini (dari 12 Februari hingga 16 Februari, karena pilihan dia masuk ke redaksi kemarin pada 16 Februari) menurut versi, selera dan preferensi Panjul, orang yang dengan baik hati meluangkan waktu bersedia menjadi kurator tamu.

===============================

Simonides dan Ingatan yang Terpahat karya Yusuf Arifin (@dalipin68)

Nyaris setiap pesepakbola dilabeli stereotipe sebagai orang yang tak cakap kemampuan akademiknya. Bahwa mereka hanya tahu cara olah fisik, mendapat bayaran tinggi, lalu menghambur-hamburkannya dengan gaya hidup yang glamor. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi jelas tak mutlak benar.

Tulisan ini dengan cukup genial berusaha mematahkan sinisme tersebut. Ditulis dengan cara bertutur—yang memang telah menjadi ciri khas sang penulis selama ini—, Yusuf Arifin menyodorkan argumen ‘seni mengingat’ melalui dua teori: metode loci (ruang) Simonides dan uraian analitik mengenai ingatan dan kognisi yang dituangkan K. Anders Ericsson dalam bukunya, The Road To Exellence: The Acquisition of Expert Performance in the Arts and Sciences, Sports, and Games.

Arifin menjelaskan, latihan mengingat semacam itulah yang membuat stereotipe terhadap pesepakbola selama ini bisa dimentahkan. Melalui latihan yang terus diulang-ulang, tiap pesepakbola tak hanya memiliki pemahaman adaptif secara psikologis, tetapi juga meresapi kerumitan geometri hingga perhitungan matematis yang rumit. Dengan kata lain: mereka sebenarnya tidak bodoh-bodoh amat.

Berikut petikan naskah Yusuf Arifin ini:

Kalau kita baca kisah-kisah para pemain bola, hampirnya semuanya mempunyai kisah yang serupa: gila bermain bola yang hampir mendekat obsesi, sebagian memang obses dengan bola, sejak masih kecil. Bola tidak pernah jauh dari kaki kapanpun juga. Dan di setiap kesempatan selalu bermain: di ruang layak maupun tidak, cukup teman atau tidak.

Apa yang terjadi pada mereka ini, walau tanpa mereka sadari, adalah apa yang disebut Simonides menciptakan ruang-ruang ingatan dan mengisinya. Sementara Ericsson menyebut ingatan mental yang secara reflek bisa dipanggil kembali ketika diperlukan.

Tanpa disadari mereka calon pemain bola itu meresapi apa yang disebut para ilmuwan sebagai pemahaman geometris yang rumit, hukum kekekalan energi, hukum gravitasi, dan sekian persamaan matematis rumit lain. Mereka mengumpukan ribuan bahkan puluhan ribu ingatan mental yang terkait dengan permainan bola sekaligus persamaan matematis rumit itu.

Baca selengkapnya: DI SINI.


Seguranca Mae, Petugas Keamanan Ibu-Ibu untuk Menekan Kerusuhan karya Rendra Wijaya (@renrendra1)

Jika di banyak negara petugas keamanan terpilih biasanya berpostur tinggi tegap, maka Sport Club do Recife, salah satu klub sepak bola di Brasil, justru melakukan terobosan yang revolusioner: menggunakan tenaga ibu-ibu sebagai sekuriti.

Dengan menggandeng perusahaan komunikasi publik Ogilvi sebagai penyedia jasa tersebut, Recife mendekonstruksi pemahaman bahwa setiap perusuh di tribun harus dihadang lewat pentungan atau gas air mata. Hipotesis mereka sederhana saja: tak ada anak yang akan berkelahi di depan ibu mereka sendiri.

Recife langsung menggunakan jasa ibu-ibu sekuriti yang disebut Seguranca Mae atau ‘petugas keamanan mama’ itu pada laga panas melawan rival sekota, Nautico, dalam lanjutan Campeonato Pernambucano pada Minggu (8/2/2015). Hasilnya: pertandingan yang selama ini kerap dilanda kisruh, berjalan aman sentosa.

Kendati “hanya” menyodorkan fakta sederhana, tulisan ini menjadi peneguh anggapan betapa realis magis dunia sepak bola di Amerika Latin.

Berikut petikan naskahnya:

Negara Bagian Recife memiliki tiga klub sepak bola dengan pendukung fanatik. Selain Recife, terdapat Nautico dan Gremio. Saking fanatiknya, kelompok pendukung tiga klub tersebut sering rusuh di dalam maupun luar stadion. Bahkan, kejadian itu memakan korban jiwa.

Manajemen Recife mencari terobosan untuk menekan angka kekerasan. Setidaknya untuk laga kandang di Itaipava Arena. Salah satu di antaranya, menggandeng perusahaan komunikasi publik Ogilvi untuk menyediakan tenaga ibu-ibu sekuriti.

Untuk tahap pertama, 30 perempuan berusia 30 tahun hingga 40 tahun direkrut. Mereka mengenakan rompi oranye bertulisan Seguranca Mae alias petugas keamanan mama. Tidak main-main, Recife langsung mencoba terobosan itu pada laga panas menghadapi rival sekota, Nautico, dalam lanjutan Campeonato Pernambucano pada Minggu (8/2).

Baca selengkapnya DI SINI.


ISL: Solusi Lindungi Pemain dan Klub karya Wawan Tunggul Alam (@wawan609)

Ada banyak hal yang menjadi sumbu permasalahan dalam sepak bola Indonesia. Mulai dari keamanan hingga keculasan dalam kompetisi. Salah satu yang terpenting: persoalan finansial yang kerap menyusahkan pemain dan tiap klub masing-masing.

Sang penulis, Wawan Tunggul Awam, menyodorkan solusi sederhana namun tepat sasaran mengenai hal tersebut. Tidak dengan pembukaan yang bertele-tele, Wawan langsung menyodorkan dengan jelas jumlah nominal yang diperlukan tiap klub untuk bertahan selama satu tahun kompetisi: 9 milyar rupiah.

Adapun jumlah tersebut merupakan jaminan likuiditas yang diberikan klub kepada ISL. Nantinya, uang tersebut akan dipergunakan tiap klub untuk membayarkan gaji untuk ke-25 pemainnya sebesar 30 juta rupiah (angka ini merupakan batas maksimal yang telah ditetapkan ISL) per bulan. Jika pun ada pemain yang meminta jumlah lebih, maka tiap klub harus pandai-pandai menyiasatinya.

Sementara itu, tugas PT. Liga Indonesia (PT LI) nantinya adalah mencari sponsor yang akan menanggung hak siar, hingga seluruh biaya pertandingan, dari mulai sewa stadion, membayar honor wasit dan akomodasi, dan seluruh kelengakapan yang diperlukan. Selain itu, PT. LI juga bertugas menghitung pembagian keuntungan dengan seluruh klub.

Kendati ide ini diakui Wawan tidaklah benar-benar baru, tetapi ia meyakini PT Liga Indonesia selaku operator kompetisi belum pernah mencoba merealisasikannya.

Berikut petikan naskahnya:

Masalah finansial, tunggakan gaji pemain, dari beberapa klub yang berlaga di ISL (Liga Super Indonesia), selalu saja terjadi, berulang-ulang, dari tahun ke tahun. Ibarat keledai terantuk di lobang yang sama. Karena itu, perlu ada solusi yang melindungi periuk nasi para pemain sepak bola.

Boleh jadi, sistem yang ditawarkan ini bukan sesuatu yang baru. Tapi, yang jelas belum pernah dicoba oleh pengelola ISL. Caranya, kompetisi ISL perlu ditunda sesaat. Tak apa ditunda, demi kebaikan semua pihak. Setelah itu, PT ISL menawarkan kepada klub-klub yang ingin menjadi peserta ISL untuk membayar uang lisensi atau keikutsertaan sebesar Rp 9 milyar per tahun, misalnya. Uang itu sebagai jaminan likuiditas, termasuk syarat utama untuk sebuah tim yang akan ikut berlaga di ISL.

Uang Rp 9 milyar itu nantinya akan kembali kepada klub. Karena dari uang itulah nantinya ISL yang akan membayar gaji para pemain klub tersebut.

Baca selengkapnya DI SINI.


===================================

Mengapa kami membuat rubrik "Naskah Pilihan Pekan Ini"?

oleh Zen RS, managing editor Pandit Football Indonesia

Pandit Football Indonesia akan secara rutin mengeluarkan daftar tulisan sepakbola pilihan dalam sepekan. Tulisan-tulisan sepakbola yang dipilih (1) ditulis dalam bahasa Indonesia, (2) berbentuk non-berita (kecuali feature), (3) dan ditulis oleh siapa saja kecuali oleh staf Pandit Football. Siapa pun, kecuali staf penulis Pandit Football Indonesia, berhak dikurasi karya tulisnya mengenai sepakbola untuk masuk ke dalam naskah pilihan pekan ini.

Semua jenis tulisan sepakbola, kecuali berita, dimungkinkan untuk dikurasi. Dari mulai tulisan taktik, finansial, sejarah, musik, film, jersey, sepatu bola, hingga cerita pendek atau puisi. Selama masih bisa dianggap sebagai atau berkaitan dengan sepakbola, baik berkaitan langsung atau tidak langsung. Tulisan bisa diunggah di portal berita, forum-forum (seperti kaskus dan yang lain), blog pribadi, blog komunitas, kompasiana bahkan notes di facebook dan di mana pun. Maaf, kami tidak bisa memasukkan kultwit, baik yang sudah di-chirpstory maupun yang belum. :)

Kami akan berusaha mengundang para penulis tamu sebagai kurator yang akan menyeleksi naskah-naskah yang layak dianggap sebagai naskah pilihan dalam sepekan. Hanya dalam kondisi mendesak saja salah satu dari penulis Pandit Football Indonesia yang akan menjadi kurator naskah.

Untuk mengakomodasi keragaman jenis tulisan, bukan tidak mungkin kurator yang dipilih bukan seorang penulis sepakbola. Bisa saja merupakan seorang cerpenis, penyair, penulis musik bahkan seorang penulis kuliner sekali pun. Sebab kami percaya, sepakbola memang bisa dinikmati oleh siapa saja.

Melalui rubrik “Naskah Pekan Ini”, kami hendak memberikan apresiasi yang besar kepada orang-orang yang (konsisten atau pun tidak) sudi mengerahkan kemampuannya untuk menuliskan sepakbola. Kami percaya, genre penulisan sepakbola sudah berkembang sedemikian pesat, tidak kalah massifnya dengan para penulis perjalanan, kuliner, otomotif, politik, sastra, film atau musik. Dan penting kiranya untuk bisa memotret pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan terbaru dari genre penulisan sepakbola ini.

Melalui rubrik ini pula, sesungguhnya, kami sedang mengakui keterbatasan kami sendiri. Tidak semua hal bisa, sempat atau sanggup kami tuliskan. Kami percaya, banyak penulis di luaran sana yang bisa menghasilkan tulisan-tulisan dengan mutu yang baik dan terus membaik.

Kami berharap anda sudi membantu proyek kecil-kecilan ini. Caranya mudah: tiap kali anda menulis sebuah artikel sepakbola atau baru saja membaca sebuah artikel sepakbola yang dirasa memuaskan mutunya, silakan mention kami melalui akun @panditfootball atau mengirimkan tautannya melalui email panditfootball@gmail.com. Ini penting agar tidak ada naskah bermutu yang terlewatkan untuk dikurasi oleh kurator yang bertugas.

Kami juga sangat terbuka dengan masukan-masukan. Jika anda punya usul terkait proyek komunal ini, silakan ditaruh di kolom komentar. Anda juga bisa menggugat pilihan kurator, juga dengan berargumentasi di kolom komentar.

======

Gambar: lukisan karya Van Gogh berjudul "A Pair of Shoes"

Komentar