Bahasa Sepakbola pada Kasus Anelka

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Bahasa Sepakbola pada Kasus Anelka

Selain kemampuan teknikal dan ketangguhan mental, ada satu hal lain yang mempengaruhi kesuksesan seorang pemain sepakbola, terutama mereka yang bermain di luar negara kelahirannya kemampuan berbahasa dan/atau menguasai bahasa baru. Kemampuan berbahasa adalah sesuatu yang tidak boleh diabaikan jika tidak ingin bernasib sama dengan Nicolas Anelka.

Pemain-pemain seperti Simon Mignolet, penjaga gawang Liverpool yang fasih dalam empat bahasa berbeda, akan lebih mudah beradaptasi di lingkungan baru. Dan karenanya, pemain-pemain seperti itu akan lebih cepat menuai sukses di setiap kesebelasan baru yang mereka bela.

Contoh pemain lain yang fasih berbicara dalam banyak bahasa adalah pemain belakang FC Bayern München, Dante Bonfim Costa Santos. Sejak meninggalkan Esporte Clube Juventude, kesebelasan profesional pertamanya, Dante tidak pernah mengalami kesulitan beradaptasi. Proses adaptasi di lima kesebelasan di tiga negara berbeda selalu berjalan lancar karena Dante memiliki kemampuan baik dalam menguasai bahasa baru.

“Kemampuan berbahasa sangatlah penting. Kita harus dapat menguasai bahasa yang digunakan di tempat kita berada agar dapat berkomunikasi. Penting bagi kita untuk tidak selalu berada di kelompok kecil kita sendiri. Kita adalah individu yang harus bekerja sama, jadi kita harus berinteraksi dengan semua orang,” ujar Dante sebagaimana dikutip dari situs resmi Bundesliga.

Tanpa kemampuan yang baik untuk menguasai bahasa baru, setiap pemain akan kesulitan beradaptasi di kesebelasan baru. Tanpa proses adaptasi yang berjalan baik, rutin bermain di tim utama hanyalah impian belaka. Ambil contoh Nicolas Anelka.

Kesebelasan Inggris, Arsenal FC, membeli Anelka dari Paris Saint-Germain seharga 760 ribu euro pada tahun 1997. Arsenal saat itu dipimpin oleh seorang manajer asal Perancis, Arsène Wenger. Arsenal juga memiliki cukup banyak pemain Perancis. Proses adaptasi Anelka berjalan lancar sehingga ia, pemain berusia 18 tahun yang belum pernah berkarir di tempat asing, langsung bersinar.

Langsung bersinar dan terus bersinar, tepatnya. Penampilan gemilang Anelka membuat raksasa sepakbola Spanyol, Real Madrid, rela mengeluarkan dana sebesar 35 juta euro – 46 kali lipat dari jumlah yang dikeluarkan Arsenal  – demi mendapatkan Anelka. Madrid mendapatkan pemain yang mereka inginkan, namun tidak merasakan keuntungan dari ketajaman Anelka sebagaimana dirasakan Arsenal.

Alasan utama kegagalan Anelka di Madrid ternyata adalah masalah adaptasi. Dua setengah musim London, Anelka belum menguasai bahasa Inggris dengan baik. Namun ia terbantu oleh banyaknya individu francophone di Arsenal. Sialnya, di Madrid Anelka hanya memiliki Christian Karembeu.

Di lapangan, praktis tidak ada yang bisa ia ajak berkomunikasi dalam bahasa Perancis (karena tidak seperti Anelka, Karembeu bukanlah langganan tim utama). Rekan-rekan Anelka di lini depan adalah Fernando Morientes dan Raúl González. Para penyokongnya adalah Sávio Bortolini Pimentel, Fernando Redondo, dan Steve McManaman. Tak satupun dari mereka berbahasa Perancis.

Hasilnya mudah ditebak. Sepanjang musim, Anelka bermain dalam 31 pertandingan di semua ajang namun hanya mampu mencetak tujuh gol. Sebuah catatan yang buruk, mengingat jumlah gol Roberto Carlos (bek kiri) di liga saja menyamai jumlah gol Anelka di semua ajang. Anelka akhirnya dilepas pulang ke Perancis setelah bermain selama semusim saja bersama Madrid.

Komentar