Naskah Pilihan Pekan Ini (Minggu Ke-2 Februari 2015)

Naskah Pekan Ini

by redaksi

Naskah Pilihan Pekan Ini (Minggu Ke-2 Februari 2015)

Mulai pekan ini, Pandit Football Indonesia akan mengeluarkan daftar tulisan sepakbola pilihan dalam sepekan. Tulisan-tulisan sepakbola yang dipilih (1) ditulis dalam bahasa Indonesia, (2) berbentuk non-berita (kecuali feature), (3) dan ditulis oleh siapa saja kecuali oleh staf Pandit Football.

Siapa pun, kecuali staf penulis Pandit Football Indonesia, berhak dikurasi karya tulisnya mengenai sepakbola untuk masuk ke dalam naskah pilihan pekan ini.

Semua jenis tulisan sepakbola, kecuali berita, dimungkinkan untuk dikurasi. Dari mulai tulisan taktik, finansial, sejarah, musik, film, jersey, sepatu bola, hingga cerita pendek atau puisi. Selama masih bisa dianggap sebagai atau berkaitan dengan sepakbola, baik berkaitan langsung atau tidak langsung. Tulisan bisa diunggah di portal berita, forum-forum (seperti kaskus dan yang lain), blog pribadi, blog komunitas, kompasiana bahkan notes di facebook dan di mana pun. Maaf, kami tidak bisa memasukkan kultwit, baik yang sudah di-chirpstory maupun yang belum. :)

Kami akan berusaha mengundang para penulis tamu sebagai kurator yang akan menyeleksi naskah-naskah yang layak dianggap sebagai naskah pilihan dalam sepekan. Hanya dalam kondisi mendesak saja salah satu dari penulis Pandit Football Indonesia yang akan menjadi kurator naskah.

Untuk mengakomodasi keragaman jenis tulisan, bukan tidak mungkin kurator yang dipilih bukan seorang penulis sepakbola. Bisa saja merupakan seorang cerpenis, penyair, penulis musik bahkan seorang penulis kuliner sekali pun. Sebab kami percaya, sepakbola memang bisa dinikmati oleh siapa saja.

Melalui rubrik “Naskah Pekan Ini”, kami hendak memberikan apresiasi yang besar kepada orang-orang yang (konsisten atau pun tidak) sudi mengerahkan kemampuannya untuk menuliskan sepakbola. Kami percaya, genre penulisan sepakbola sudah berkembang sedemikian pesat, tidak kalah massifnya dengan para penulis perjalanan, kuliner, otomotif, politik, sastra, film atau musik. Dan penting kiranya untuk bisa memotret pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan terbaru dari genre penulisan sepakbola ini.

Melalui rubrik ini pula, sesungguhnya, kami sedang mengakui keterbatasan kami sendiri. Tidak semua hal bisa, sempat atau sanggup kami tuliskan. Kami percaya, banyak penulis di luaran sana yang bisa menghasilkan tulisan-tulisan dengan mutu yang baik dan terus membaik.

Kami berharap anda sudi membantu proyek kecil-kecilan ini. Caranya mudah: tiap kali anda menulis sebuah artikel sepakbola atau baru saja membaca sebuah artikel sepakbola yang dirasa memuaskan mutunya, silakan mention kami melalui akun @panditfootball atau mengirimkan tautannya melalui email panditfootball@gmail.com. Ini penting agar tidak ada naskah bermutu yang terlewatkan untuk dikurasi oleh kurator yang bertugas.

Kami juga sangat terbuka dengan masukan-masukan. Jika anda punya usul terkait proyek komunal ini, silakan ditaruh di kolom komentar. Anda juga bisa menggugat pilihan kurator, juga dengan berargumentasi di kolom komentar.

Untuk pekan pertama, kurator naskah adalah Bung Hedi Novianto (@hedi). Dia salah seorang penulis sepakbola yang sudah lama bertungkus lumus menggeluti genre penulisan sepakbola dengan medium digital. Hedi merupakan seorang penulis, juga seorang blogger, yang cukup konsisten menulis ulasan-ulasan sepakbola selama bertahun-tahun lamanya. Sudah lebih dari satu dekade ia menggeluti kepenulisan sepakbola.

Berikut naskah pilihan pekan ini yang dikurasi oleh Bung Hedi Novianto berikut argumentasi oleh sang kurator:


  1. Menelisik permainan kesebelasan Malaysia U23


Mungkin hanya segelintir orang tahu ada turnamen bertajuk Bangabandhu Gold Cup 2015 di Bangladesh pada 29 Januari – 8 Februari. Ini turnamen untuk kesebelasan U23. Enam tim Asia — tiga di antaranya dari Asean — ambil bagian; Malaysia, Singapura, Thailand, Bahrain, Sri Lanka dan tuan rumah Bangladesh. Indonesia, seperti biasa, melewatkan kesempatan latih tanding berharga seperti ini.

Beruntung ada narablog Kompasiana, Andi Firmansyah, yang melaporkan via tulisannya. Bahkan Andi meminta kesebelasan Indonesia U23 untuk waspada saat menghadapi Malaysia U23 pada 14 Februari mendatang — meski partai itu nanti hanya bersifat latih tanding nan tak kompetitif.

Andi menjelaskan kekuatan dan kelemahan kunci Malaysia U23 yang menjadi juara usai menundukkan Bangladesh 3-2 di final pada 8 Februari lalu. Menurut Andi, Malaysia kuat dalam bola mati dan lemah sekaligus gentar menghadapi permainan keras. Namun sayang, dan ini paling penting, Andi tidak menjelaskan skema, taktik, strategi, gaya, dan game plan Malaysia U23 di pertandingan itu. 

Petikan Artikel Mengintip Kekuatan Malaysia U23 (Sinyal buat Adjie Santoso)

Pada awalnya saya yakin Thailand U23 bakal melumat habis kekuatan Bangladesh pada partai Semi Final itu. Namun setelah melihat pertandingannya sendiri barulah saya sadar bahwa kekuatan sepak bola Asia Selatan ternyata tdak seperti yang saya bayangkan. Dibawah pelatih dari belanda Kruyff, Bangladesh tampil cukup memukau sehingga mampu meredam kecepatan dan keakuratan umpan yang dipertontonkan anak-anak Gajah Putih tersebut. Badai serangan yang digalang pasukan Gajah Putih tersebut benar-benar tidak mampu menembus benteng pertahanan Bangladesh sehingga cukup membuat pasukan Thai frustasi. Itu terlihat jelas dibabak kedua. Ini disebabkan oleh factor kelelahan atau imbas dari rasa frustasi sehingga pada babak kedua praktis benteng pertahanan Thai habis-habisan di bombardier oleh kekuatan Bangladesh hingga akhirnya terciptalah gol tunggal Bangladesh yang kemudian mengantarkan Tim tersebut maju ke babak final untuk bertemu dengan lawanannya Harimau Muda Malaysia yang juga menang setelah menaklukkan Srilanka 2-0.

Menurut saya yang menjadi kunci kemenangan Bangladesh atas Thailand pada hari jumat itu adalah kemampuan pemain belakang mereka memotong alur serangan yang dibangun anak-anak Thai tersebut. Tak kurang dari umpan-umpan pendek sampai umpan-umpan panjang sudah dipraktekkan oleh pasukan Thai tersebut. Namun semuanya berhasil dimentahkan oleh pasukan Bangladesh tanpa ampun. Itu pulalah yang mungkin membuat kesebelasan Thailand mati darah dan akhirnya membiarkan anak-anak Bangladesh untuk menguasai lapangan tengah sampai jantung pertahanan sehingga lahirlah gol semata wayang tersebut.


 

  1. Cara jitu mencegah pencurian umur di sepak bola usia dini


Tak banyak literasi berbahasa Indonesia yang membahas sisi tata kelola (manajemen) sepak bola. Football Fandom, sedikit di antaranya, berani membahasnya. Tulisan mereka awal Januari lalu membedah praktik pencurian umur di kompetisi sepak bola usia dini.

Tema ini, termasuk kiat FIFA mencegahnya, dibahas secara ilmiah oleh Agi Ramadhani. Wajar karena Agi seorang mahasiswa kedokteran yang gandrung sepak bola. 

Petikan artikel Cara Mencegah Pencurian Umur di Kompetisi Usia Dini

Indonesia tidak kalah heboh dalam urusan curi mencuri umur. Pada Juli 2013 kita dengar bahwa Indra Sjafri, saat itu merupakan pelatih Tim Nasional U-19, mencoret beberapa nama, setelah pemain tersebut ketahuan melakukan pencurian umur melalui pemeriksaan MRI. Sebelumnya, salah satu pesepak bola Indonesia yang pernah bermain di Eropa, Rigan Agachi, konon juga didepak dari PSV Eindhoeven karena kasus pencurian umur.

Pemeriksaan MRI pada pergelangan tangan, seperti yang dilakukan pada Piala Dunia U-17, menunjukkan hasil yang sangat valid. Penelitian Jiri Dvorak yang berjudul Age determination by magnetic resonance imaging of the wrist in adolescent male football players, menunjukkan bahwa hanya 1 dari 136 atau 0.77% pemain yang celah sendinya sudah menutup sempurna pada usia 16 tahun. Artinya, penutupan celah sendi dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan apakah seorang pemain berusia lebih atau kurang dari 17 tahun.


 

  1. Lihat kemampuannya, bukan jenis kelaminnya


Konotasi praktik dunia olah raga, terutama sepak bola, lebih maskulin. Itu sebabnya kaum wanita di olah raga kerap disepelekan dan bahkan dilecehkan. Ini juga terjadi di kalangan wanita jurnalis olah raga. Bias gender masih terjadi meski pelaku wanita belum tentu minim pengetahuan.

Tulisan Narayana Mahendra Prasetya, seorang dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, di Detiksport menyoroti hal itu. Sementara pada kasus di Indonesia, Narayana menyoroti masalah hak dasar wanita jurnalis olah raga — salah satunya hak cuti haid.

Petikan Artikel Wartawati Olahraga: Lebih dari Sekadar Cantik

Kasus yang sangat buruk terjadi di tahun 1990 di Amerika Serikat, menimpa wartawati Lisa Olsson. Ketika itu Olsson masuk ke ruang ganti pemain, guna mewawancarai pemain bernama Jimmy Williams. Olsson menunggu Williams di depan ruang perawatan. Namun para pemain yang lain menuding Olsson berada di situ hanya karena ingin melihat para pemain dalam keadaan tanpa busana, bukan melakukan liputan.

Bukan hanya tuduhan miring yang menimpa si wartawati. Seorang pemain, Zeke Mowatt, mencoba melakukan pelecehan seksual pada Olsson (“Women in Sports Journalism”, 2009: 15-16).Setelah kejadian itu, sial bagi Olsson, para pemain, fans, dan pelatih justru ramai-ramai mencibirnya. Fans meludahi Olsson, di depan apartemen Olsson tertulis grafiti “wanita tuna susila”, sekelompok fans pria melakukan chant di depan tribun media (press box), meminta Olsson untuk menyingkap pakaian dan memamerkan tubuhnya. Tak tahan dengan itu semua, Olsson memilih pindah ke Australia.


Komentar