Membedah Taktik Arema yang Hasilkan 3 Trofi Pra-Musim

Taktik

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Membedah Taktik Arema yang Hasilkan 3 Trofi Pra-Musim

Arema Cronus sukses menyapu bersih setiap turnamen pramusim yang diikutinya dengan trofi juara. Dimulai dari Trofeo Persija yang dimenangkan oleh ketiga peserta (Sriwajaya dan Persija), Surya Citra Media (SCM) Cup, hingga terakhir Inter Island Cup (IIC) 2014. Mereka menggondol semua trofi turnamen pra-musim yang diikutinya.

Hal ini tentunya menjadi sinyal positif bagi kesebelasan berjuluk Singo Edan tersebut. Raihan tiga trofi ini membuktikan bahwa kekuatan mereka masih layak menjadi salah satu kandidat juara Indonesia Super League (ISL) 2015 meski kehilangan Gustavo Lopez yang musim lalu begitu diandalkan.

Lantas bagaimana cara Arema tampil superior meski tanpa adanya pengatur serangan asal Argentina tersebut? Jawabannya bukan ada pada dalam diri gelandang asing anyar, Sengbah Kennedy. Kekuatan utama Arema pada pramusim ini terletak gelandang-gelandang lokal yang dimilikinya.

Pada laga final IIC 2014 melawan Persib, Arema menurunkan empat gelandang lokal sekaligus pada formasi 4-3-1-2: Ahmad Bustomi, Ferry Aman Saragih, Juan Revi dan Hendro Siswanto. Sengbah Kennedy? Pemain terbaik divisi utama musim lalu itu baru bermain pada menit ke-105.

Pun begitu pada final SCM Cup. Melawan Sriwajaya FC, pelatih Arema, Suharno, lebih memilih Ferry Aman Saragih, Juan Revi, dan I Gede Sukadana untuk mengisi lini tengah dalam formasi 3-5-2 ketimbang memainkan Sengbah Kennedy.

Sengbah sendiri dicadangkan bukan tanpa alasan. Berdasarkan beberapa pernyataan Suharno di media, ia mengatakan bahwa Sengbah masih dalam masa pemulihan cedera sehingga ia tak mau ambil resiko memainkannya secara penuh.

Terlepas dari apa yang terjadi dengan gelandang asal Liberia tersebut, penggunaan tiga gelandang yang diterapkan Arema memang telah menjadi bagian dari taktik Suharno dalam memenangkan setiap pertandingan. Dengan gelandang-gelandang yang dimilikinya, Arema memiliki pertahanan yang kuat.

Ya, memperkuat pertahanan menjadi hal paling utama bagi Suharno. Ia rela timnya tak menguasai atau mendominasi jalannya pertandingan demi menciptakan pertahanan yang solid.

Baca juga artikel lain terkait Arema:

Tiga Pemain Asing Baru Bisa Mengubah Gaya Bermain Arema

Bagaimana Arema Mengatasi Kehilangan Gustavo Lopez

Arema Masih Banyak PR


Pada laga melawan Sriwijaya (final SCM Cup) dan Persib (final IIC), Arema bisa dibilang lebih sering mendapatkan tekanan dari lawannya ketimbang membombardir pertahanan lawan. Namun meski terus ditekan, gawang Arema cukup sulit untuk dijebol lawan. Dari turnamen Trofeo Persija hingga final IIC, kesebelasan yang bermarkas di stadion Kanjuruhan, Malang, ini hanya kemasukan empat gol dari delapan pertandingan (Trofeo Persija dihitung dua pertandingan).

Ini terjadi karena gelandang-gelandang yang diturunkan Suharno lebih bertipikal defensif. Revi, Bustomi, Ferry, Sukadana, dan Hendro bukan tipe gelandang yang berlama-lama menguasai bola atau handal dalam mengobrak-abrik pertahanan lawan dengan giringan bolanya. Sekitar lingkaran tengah lapangan adalah area kekuasaan lima pemain ini.

Pada laga melawan Persib misalnya. Persib, meski terus menerus menekan pertahanan Arema, serangan mereka tak begitu efektif. Ini terjadi karena Makan Konate, pengatur serangan Persib, dimatikan oleh tiga gelandang Arema yang dipasang pada laga tersebut: Revi-Bustomi-Ferry. Mereka tak segan melakukan pelanggaran untuk memastikan Konate tertahan lebih dalam. Beruntung Persib masih punya Dedi Kusnandar yang akhirnya mengambil peran mengatur serangan dan mengalirkan bola ke depan.

Orang boleh saja menyebut kemenangan Arema atas Persib karena sedikit keberuntungan (faktor penalti dan Persib yang harus bermain dengan sembilan orang menyusul cederanya Firman Utina dan diusirnya Hariono). Tapi satu juga yang bisa dicatat, kendati Persib membombardir pertahanan Arema, toh mereka hanya bisa mencetak satu gol saja.

Situasi taktikal antara Persib dan Arema musim ini seperti agak berkebalikan dengan situasi di musim lalu. Di laga semifinal ISL musim lalu, misalnya, Persib justru yang lebih dulu merapikan pertahanan, menunggu Arema di kedalaman, dan membiarkan Gustavo Lopez menguasai lapangan tengah. Itu sebabnya Arema lebih mendominasi laga yang berakhir 1-3 untuk Persib, setidaknya hingga Gustavo akhirnya ditarik keluar.

Toh kendati demikian, Arema hanya bisa mencetak satu gol saja. Dan itu harus mereka bayar mahal karena begitu Arema kehabisan nafas (Bustomi-Gustavo tak cukup bugar untuk melanjutkan laga), Persib dengan sangat mudah membalikkan penguasaan permainan dan bahkan bisa membalas dengan tiga gol secara meyakinkan.

Ironinya terlihat di sini: Arema membalas kekalahan 1-3 yang menyakitkan (kekalahan yang diderita karena Bustomi-Gustavo tak cukup bugar untuk bermain 90 menit apalagi lebih) itu justru setelah Firman Utina tak lagi bugar untuk melanjutkan permainan (karena cedera), padahal Firman berhasil menghidupkan serangan Persib.

Boleh jadi ini sinyal yang cukup kuat bahwa laga keduanya akan berjalan sebagaimana yang terjadi di final IIC, sekaligus membedakan dengan apa yang terjadi di laga keduanya di musim lalu. Ganti Persib yang akan mendominasi, Arema yang akan lebih sabar menunggu. Ini persoalan pilihan strategi dan taktik. Toh nantinya hasil akhir yang akan menentukan dan hasil akhir pula yang akan memilih siapa yang tertawa di pengujung laga.

IIC2014-2

Analisis lengkap Arema vs Persib bisa dibaca di sini:

Arema Mengunci Konate, Persib Buruk Dalam Menuntaskan Peluang


Bisa dibilang, Arema sebenarnya selalu membentuk pertahanan dua lapis di setiap pertandingannya. Lapis pertama adalah tiga gelandang tengah,lapis kedua adalah empat bek di depan kiper Kadek Wardana. Jangan lupakan pula kualitas duet bek tengah yang dimiliki Arema yakni Victor Igbonefo dan Fabiano Beltrame.

Dan taktik membentuk dua lapis pertahanan ini bisa menambal kekurangan di jantung pertahanan yaitu agak jauhnya kualitas duet bek utama (Igbonefo-Fabiano) dengan para pelapisnya. Akan riskan jika salah satu dari keduanya absen mengingat pelapisnya agak jauh kualitasnya (ini mirip dengan problem di pertahanan Persib, jika salah satu dari Jupe-Vujovic absen itu akan jadi masalah). Tapi dengan garis pertahanan dua lapis ini, di mana garis pertahanan dilindungi tiga gelandang tengah, Arema masih bisa membangun pertahanan dengan cukup baik.

Lalu bagaimana cara mereka mencetak gol padahal lebih sering mendapat tekanan? Kolektivitas tim. Ya, Kolektivitas tim adalah cara Arema berhasil menjuarai tiga turnamen pramusim kali ini. Arema tak lagi bergantung pada satu pemain, musim lalu pada Gustavo Lopez.

Sepanjang turnamen pramusim, pemain dari segala lini turut menyumbang gol bagi Arema. Fabiano, Igbonefo, dan Gilang Ginarsa merupakan pemain belakang yang mencetak gol. Sengbah, Sukadana, Hendro, dan Ahmad Noviandani menjadi kolektor gol dari lini tengah. Pun begitu dengan Yao Ruddy, Christian Gonzales, dan Samsul Arif di lini depan.

Arema pada musim ini memang bukan lagi Arema dengan Gustavo yang membombardir pertahanan lawan sejak menit pertama. Mereka bermain sangat sabar merapatkan barisan pertahanan. Arema akan mencuri gol melalui servis bola mati atau serangan balik yang dilancarkan pemain yang memiliki kecepatan mumpuni seperti Samsul, Noviandani, dan Hasyim Kipuw.

Selain itu, Arema pun memiliki Bustomi yang handal dalam servis bola mati. Selama turnamen pramusim, tiga gol dari sepak pojok lahir berkat umpan akurat Bustomi. Satu gol lain tercipta melalui skema tendangan bebas.

Bola mati memang menjadi hal yang akan sangat dimanfaatkan Arema ketika fokus memperkuat lini pertahanan. Laga melawan Sriwijaya dan Persib menjadi bukti di mana dua dari tiga gol yang dicetak pada laga ini tercipta melalui bola mati. Tak heran kemenangan tipis pun sering diraih.

Saat pesta gol ke gawang Persipura dan Mitra Kukar, 4-1 dan 5-2, ini terjadi karena kondisi tim lawan yang sedang buruk. Jika Persipura kala itu harus bermain dengan 10 pemain pada pertengah babak kedua, Mitra Kukar tengah menyesuaikan diri dengan formasi 3-5-2 yang diterapkan sang pelatih, Scott Cooper.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kekuatan Arema pada pramusim ini ada pada kekuatan pertahanan mereka. Ya, pertahanan berlapis yang dibentuk para gelandangnya membuat lawan sangat kesulitan membobol gawang Arema. Lalu dengan kualitas para pemain depan yang dimilikinya, gol seolah tinggal menunggu waktu untuk memastikan kemenangan menjadi milik Arema.

foto: ligaindonesia.co.id

Komentar