Ricardo Bochini, Legenda yang Dihormati Maradona

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ricardo Bochini, Legenda yang Dihormati Maradona

Hugo Asch, seorang kolumnis Argentina, menggambarkan Ricardo Bochini sebagai sosok cebol yang kaku, tidak ekspresif, tidak memiliki tendangan keras, tidak dapat menyundul bola, dan tidak memiliki karisma. Ricardo Bochini yang digambarkan payah oleh Asch adalah Bochini yang sama dengan Bochini yang menyandang status legenda Independiente; Bochini yang sama dengan Bochini yang diidolai oleh Diego Maradona.

Sebagaimana digambarkan oleh Asch, Bochini adalah pemain yang penuh kekurangan. Bermain sebagai nomor 10 saja ia jalani karena kekurangan yang ia miliki. “Saya memainkan beberapa pertandingan sebagai nomor 9, namun tubuh saya lebih cocok untuk nomor 10, karena penyerang tengah biasanya lebih besar, lebih tinggi, dan lebih kuat.”

Selain bertubuh kecil, Bochini juga lambat dan tidak memiliki kemampuan bertahan yang cukup baik. Kekurangan inilah yang membuat dirinya tidak disertakan oleh César Luis Menotti dalam kesebelasan Argentina untuk Piala Dunia 1978 (di Piala Dunia 1974, Bochini juga tidak ambil bagian karena dinilai terlalu muda). Di posisi nomor 10, Menotti lebih percaya kepada Mario Kempes. Di posisi yang lebih dalam, Menotti lebih mempercayai Osvaldo Ardiles dan Américo Gallego.

Walau memiliki banyak kekurangan, Bochini tetap dihormati. Semua itu ia dapatkan dengan menyempurnakan semua kelebihan yang ia miliki. Umpan-umpan yang ia lepaskan nyaris selalu tepat waktu dan tepat sasaran. Orang-orang Argentina mengenal umpan jenis ini sebagai pase bochinesco. Dengan pase bochinesco pula Bochini menyempurnakan gaya bermain la pausa.

Dalam tulisannya untuk the Guardian, Jonathan Wilson menjelaskan la pausa sebagai momen ketika pemain nomor 10 menahan bola walaupun ia sudah siap melepas umpan. Hal tersebut dilakukan sembari menunggu pemain yang dituju berada di titik dan waktu yang tepat, agar umpan yang dilepaskan sampai kepada pemain tujuan di tempat dan saat yang tepat.

Namun memandang la pausa sebagai seni menahan bola saja adalah sebuah tindakan yang merendahkan. La pausa juga merupakan seni menunggu dan memprediksi keberadaan pemain tertentu di waktu tertentu. La pausa adalah kejeniusan tingkat tinggi.

Seorang biolog evolusi bernama Stephen Gould mengatakan bahwa kebanyakan atlet kelas satu memiliki kemampuan untuk melakukan perhitungan cepat. Kemampuan tersebut membuat mereka dipandang sebagai sosok jenius di cabang olahraga apapun. Andrés Iniesta, pemain andalan FC Barcelona, adalah salah satu pemain sepakbola yang mengiyakan teori Gould. Kepada FourFourTwo, Iniesta pernah berkata bahwa satu hal yang membedakan pemain biasa dengan para pemain kelas dunia adalah kemampuan berpikir cepat.

La pausa memang bukan hanya milik Bochini saja. Salah satu pemain nomor 10 terbaik Argentina, Juan Román Riquelme, juga mempraktekkan seni ini. Namun Riquelme tidak menguasai la pausa sebaik Bochini. Bochini lebih lengkap dan memiliki lebih banyak cara mempraktekkan la pausa.

“Menurut pandangan saya,” ujar Bochini kepada Jonathan Wilson, “Ada dua jenis pausa atau dua cara melakukan la pausa: dengan bergerak lambat atau bergerak cepat. Kadang Anda harus bergerak cepat, menggiring bola sembari menunggu pemain lain berada di posisi yang tepat.” Bolehlah dikatakan bahwa Bochini membangun kejayaannya di atas fondasi bernama menunggu.

Seni la pausa yang dikuasai dengan baik olehnya, membuat Bochini mampu mengangkat derajat banyak pemain lain. Lewat umpan-umpan tepat pase bochinesco, Bochini tak hanya memanjakan rekan-rekannya dan membuat mereka nampak hebat. Keunggulan tersebut membuat Bochini menjadi idola Maradona. “Saya jatuh cinta kepada Bochini dan gaya bermainnya memikat saya,” tulis Maradona dalam otobiografinya. Melihatnya bermain, kata Maradona, membuat ia gila karena terlalu bahagia.

Rasa hormat Maradona kepada Bochini pulalah yang pada akhirnya membuka jalan Bochini ke Piala Dunia. Maradona meminta Carlos Bilardo, pelatih kepala tim nasional Argentina, untuk membawa Bochini ke Piala Dunia 1986 di Meksiko. Bilardo menuruti permintaan Maradona, tapi tidak begitu saja memainkan Bochini yang saat itu sudah berusia 32 tahun.

Pertandingan pertama Bochini di Piala Dunia akhinya ia dapatkan di laga semifinal, lima menit menjelang berakhirnya waktu normal. Saat itu Argentina sudah mengantungi keunggulan 2-0 atas Belgia. Bochini masuk menggantikan Jorge Burruchaga. Begitu Bochini memasuki lapangan Estadio Azteca, Maradona menghampirinya dan berkata: “Maestro, kami telah menantikan kehadiran Anda.”

Komentar