Segelas Kopi, Pesta Mie, dan Cerita Dua Hari Bersama Persipura

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Segelas Kopi, Pesta Mie, dan Cerita Dua Hari Bersama Persipura

Sebelum gelaran Surya Citra Media (SCM) Cup bergulir, saya berada di Malang untuk beberapa urusan dengan kesebelasan asal Papua, Persipura Jayapura. Dan selama tiga hari di Kota Apel tersebut, saya selalu berada di sekeliling para penggawa Mutiara Hitam.

Di sana saya tinggal di hotel yang sama dengan para pemain Persipura.  Waktu sarapan, makan siang dan makan malam adalah waktu di mana saya bisa mengobrol dengan para pemain Persipura. Namun saya tak selalu makan bersama dengan mereka karena adanya beberapa agenda.

Saya sejatinya ingin mewawancarai beberapa pemain. Namun kebanyakan dari mereka merupakan pemain yang tak mau diwawancarai secara ekslusif. Tak hanya saya, rekan-rekan media lain pun cukup kesulitan untuk mendapatkan kesempatan mewawancarai mereka.

Namun setelah hari pertama saya menyaksikan para pemain Persipura latihan, pada hari kedua saya berkesempatan satu meja dengan beberapa pemain Persipura dalam sebuah makan siang yang terletak di sebuah kafe di luar hotel. Kafe yang terletak di Jalan Bondowoso tersebut memang agak kecil sehingga membuat pengunjungnya harus membaur dengan pengunjung lain.

Pemain pertama yang duduk satu meja dengan saya adalah Gelandang andalan mereka, Immanuel Wanggai. Dari sini lah saya mencoba sok akrab dengan harapan bisa mencuri-curi pertanyaan. Tapi sebelum saya sok kenal sok dekat, Wanggai tiba-tiba berkata.

“Ini meja berbentuk bulat, seperti meja rapat majelis.” Kemudian ia pun berteriak pada rekannya, ”Bapak-bapak, tolong hormati saya! Rapat majelis akan segera dimulai. Harap tenang! Hargai saya!” Wanggai menirukan seorang ketua rapat majelis. Ulah Wanggai tersebut disambut tawa rekan-rekannya.

Ketika sudah suasana tenang, saya pun mulai memberanikan diri untuk melontarkan pertanyaan.

“Kakak Wanggai mau pesan apa?” saya membuka pembicaraan.

“Kopi panas saja. Adakah?” ujarnya dengan nada khas Papua.

“Ada, ada. Mau pesan yang lain kah? Kakak tak makan?” Saya mencoba meniru nada Papua.

“Gampang, nanti saja,” jawabnya.

Saat menunggu pesanan tersebut tiba, pemain lain pun satu per satu berdatangan. Gerald Pangkali bersama Andri Ibo duduk di meja yang berbeda. Sementara Ricardo Salampessy dan Lim Jun Sik, setelah menyalami saya, duduk bersama saya dan Wanggai. Namun saya tetap melanjutkan pertanyaan pada Wanggai.

“Kakak Wanggai kenapa tak mau diwawancara?”

“Saya ini pemain sepakbola. Saya bukan artis atau anggota pemerintah,” jawabnya.

Jawaban tersebut disambut tawa kecil oleh Jun Sik, Ricardo, dan juga saya. Sejauh pandangan saya, Wanggai memang merupakan pemain yang paling menghibur di antara pemain Persipura lainnya.

Wanggai dan Ricardo kemudian mulai mengobrol. Mereka menceritakan betapa mereka tak bisa meninggalkan Persipura.  Wanggai bercerita bahwa dirinya sempat diincar salah satu kesebelasan ISL beberapa waktu lalu. Sementara Ricardo mengakui bahwa dirinya tak bisa bermain dengan kemampuan terbaiknya pada musim lalu bersama Persebaya.

“Kemarin itu ada klub hubungi saya untuk main dengan mereka. Tawarannya bagus. Saya dijanjikan main inti. Tapi seperti biasa, tawaran Pak Rudi (manajer Persipura) jauh lebih bagus! Hahaha,”

“Adek, tahun lalu itu kakak main tak senang. Banyak pemain bagus tapi susah untuk menyatu dengan tim. Makanya kakak putuskan untuk pulang. Main di luar itu berbeda dengan main di Persipura,” seloroh Ricardo yang musim lalu bermain untuk Persebaya.

Ricardo kemudian menceritakan bagaimana Rudi Maswi menjadi sosok yang membuat para pemain Persipura merasa betah dan nyaman bermain di Persipura. Dikatakannya manajer Persipura tersebut selalu mengedepankan kenyamanan para pemainnya.

“Lukas [Mandowen] sudah lama cedera MCL. Habis uang 110 juta itu. Tapi semuanya ditanggung Pak Rudi. Sama seperti waktu saya 2010, Wanggai 2011, dan Boci (Boaz Salossa) 2012. Pak Rudi tanggung jawab besar ke pemain. Beruntung Persipura punya Pak Rudi ini,” tukas Ricardo.

“Itu juga yang buat saya tetap main di Persipura. Saya sempat pikir untuk pindah, apalagi setelah Persipura main itu formasi 4-4-2. Tapi Pak Rudi itu, luar biasa baik. Pemain mau apa, dia bisa kasih. Saya pikir pensiun di Persipura saja,” timbal Wanggai.

Pesanan kopi hangat Wanggai pun kemudian datang. Ia kemudian bertanya pada pelayan kafe tersebut.

“Mbak, di sini mie ayam adakah?”

“Mie ayam? Adanya Mie Nyemek sama Mie Mamak,”

“Saya pesan mie yang ada ayamnya, adakah?”

“Mie Nyemek? Pedas?”

“Pedas lah, sangat pedas!”

Sambil menunggu pesanan, Wanggai dan Ricardo pun melanjutkan perbincangan. Wanggai bercerita tentang pengalamannya di Piala AFF2014 lalu. Ia sebenarnya agak kecewa karena tak mendapatkan kesempatan bermain.

“Sebelum lawan Vietnam, saya sudah semangat untuk main. Saya sudah percaya diri bisa kalahkan itu Vietnam. Tapi apa? Riedl pilih pemain lain. Saya kecewa. Uji coba terus main, lawan Vietnam tak main,”

Tak lama kemudian pesanan kami pun tiba, pun begitu juga dengan mie nyemek pesanan Wanggai. Ia pun langsung melahapnya.

Tampaknya mie tersebut benar-benar pedas. Hal itu terlihat dari keringat Wanggai yang mengalir cukup deras. Keringat mengucur di pelipisnya, bahkan hingga melewati leher dan dadanya. Kala itu Wanggai memang mengenakan kaos longgar ala hiphop dengan dada terbuka.

“Mantap sekali ini mie. Keringat sampai seperti main satu pertandingan. Mungkin nanti saya makan mie ini saja daripada harus latihan fisik, lari-lari keliling lapangan,” ujarnya yang berbuah tawa rekan-rekannya. “Perlu pesan banyak ini untuk cadangan. Harus pesan tujuh ini,”

“Lah, banyak-banyak kali. Siapa yang mau makan?” tanya Ricardo.

“Iya. Di sepakbola cadangan itu tujuh pemain,” Candaan tersebut pun disambut tawa oleh rekan-rekannya.

Di meja lain, Gerard Pangkali sedang melahap mie yang berbeda, mie mamak. Mie mamak ini berbeda dengan mie nyemek. Jika mie nyemek merupakan mie tanpa kuah, mie mamak merupakan hidangan mie yang berkuah.

“Wah, enak sekali ini!” ungkap Gerard.

Perkataannya itu membuat pemain lain penasaran dengan rasa mie tersebut. Andri Ibo dan Fandri Imbiri yang ada di depannya pun mencicipi mie yang sepertinya hanya ada di Malang tersebut.

“Mbak, saya pesan yang seperti ini,” ujar Andri Ibo.

“Saya juga, mbak,” Fandri pun memesan mie yang sama.

Tak lama kemudian Boaz Salossa dan Tinus Pae datang. Gerard pun menyarankan pada keduanya agar mencoba mie tersebut. Setelah keduanya mencoba mie itu, keduanya pun kemudian memesan mie yang sama.

Ketika pemain Persipura tersebut menikmati hidangan bernama mie mamak tersebut, Ferinando Pahabol datang terlambat. Penyerang muda milik Persipura pun disarankan Boaz untuk mencicipi mie tersebut. Dan tanpa pikir panjang Pahabol berkata, “Mbak, saya pesan seperti ini!”

Saya pun sebenarnya penasaran dengan rasa mie tersebut. Namun karena saya tiba lebih dulu dan makan sudah melahap beberapa macam makanan, saya rasa perut ini tak akan bisa lagi menampungnya.

Akhirnya saya hanya bisa menikmati pemandangan para pemain Persipura yang sedang berpesta mie di kota Malang dua hari menjelang bertanding melawan Persela Lamongan di SCM Cup. Pertandingan ini sendiri kemudian dimenangkan oleh Persela dengan skor tipis 1-0.

Bukan, kekalahan itu bukan salah mie.

Komentar