Ketika Pep 'Membunuh' Mentornya Sendiri

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Ketika Pep 'Membunuh' Mentornya Sendiri

Semasa masih bermain, Josep Guardiola, diberkati keberuntungan. Pelatih-pelatih yang pernah menanganinya adalah para sosok besar. Siapa yang tidak mengenal Carles Rexach, Johan Cruyff, Sir Bobby Robson, Louis van Gaal, Javier Clemente, José Antonio Camacho, Fabio Capello, dan Carlo Mazzone?

Merekalah yang membekali Pep – yang disebut memiliki bakat menjadi manajer bahkan saat ia masih jauh dari pensiun – dengan banyak ilmu kepelatihan. Pep yang tak pernah mau berhenti belajar, bahkan sempat mengunjungi Marcelo Bielsa di kediamannya di Argentina. Kunjungan tersebut dilakukan Pep sebelum memutuskan untuk benar-benar memasuki dunia kepelatihan.

Perjalanan panjang selama sebelas jam bukan masalah. Pep menempuhnya demi bertemu Bielsa dan mendapatkan kebijaksanaan dari pria berjuluk El Loco tersebut. Segila julukannya, Bielsa mengajukan pertanyaan ini kepada sang calon manajer muda: "Apakah kamu serela itu berdarah-darah?"

Setelah Bielsa mendapatkan jawaban dari Pep, keduanya menghabiskan waktu nyaris sama panjangnya dengan waktu tempuh Pep ke Argentina untuk berbincang-bincang mengenai sepakbola. Mengenai taktik. Mengenai filosofi permainan. Mengenai semuanya.

Bagaimanapun, tak satupun di antara semua nama di atas yang berhasil menempati tempat istimewa di hati Pep. Sosok yang ia sebut sebagai mentornya adalah pria yang tidak begitu terkenal; seorang eks atlet futsal bernama Juan Manuel Lillo.

Lillo adalah seorang filsuf (sah-sah saja rasanya menyebut Lillo demikian, mengingat buah pikirannya cukup menarik; “manusia adalah entitas yang tersimpan dalam waktu” adalah salah satunya). Walaupun tidak pernah berkarir sebagai pesepakbola profesional, Lillo hingga saat ini merupakan pria Spanyol termuda yang mendapatkan lisensi kepelatihan resmi di olahraga ini.

Mengenai Lillo, César Luis Menotti pernah berkata seperti ini kepada sesama juru taktik ternama, Jorge Valdano: “Saya telah bertemu dengan seseorang yang lebih gila dari kita, yang berbicara mengenai cara bermain sepakbola dengan benar.”

Lillo, berdasarkan kesepakatan umum, adalah penemu strategi 4-2-3-1. Kunci kemenangan Lillo ada pada penguasaan bola dan pengaturan posisi pemain. Semua itu membuat dirinya berhasil membawa Unión Deportiva Salamanca meraih promosi dari Segunda División B ke Segunda División dan dari Segunda División ke Primera División. Semua itu diraih secara berturut-turut, sehingga di usianya yang ke-29, Lillo sudah menjadi manajer di divisi utama.

Pertemuan pertama antara Lillo dan Pep terjadi di Camp Nou, 1 September 1996. Walaupun menang dengan skor 4-2, Sir Bobby Robson mengaku bahwa Barcelona hanya beruntung. Oviedo, yang bermain di bawah arahan Lillo, disebut bermain lebih baik. Pep yang kagum terhadap cara bermain Oviedo menghampiri Lillo setelah pertandingan.

Saat itu Pep sedang bagus-bagusnya. Ia adalah poros permainan Barcelona dan tim nasional Spanyol. Ketika tahu bahwa Pep ingin menemuinya, Lillo terkejut. Ia lebih terkejut lagi ketika dengan rendah hati Pep meminta, “Bolehkan saya menelpon Anda? Saya ingin membahas sepakbola dengan Anda, saya ingin berbincang dengan Anda dengan santai dan tidak terburu-buru.”

Setelah pertemuan itu, hubungan keduanya semakin hari semakin dekat. Saking dekatnya, kata rujuk yang dipakai oleh Lillo untuk Barcelona adalah “kami”. Padahal Lillo tak pernah bermain untuk Barcelona. Tak pernah pula Lillo melatih di sana.

Kedekatan yang terjalin di antara keduanya membuat Pep tidak mau pensiun sebelum bermain di bawah arahan Lillo. Karenanya, Pep rela menjadikan Dorados de Sinaloa, sebuah kesebelasan Meksiko, sebagai pelabuhan terakhirnya.

Singkat kata, kedua sosok berhadapan melawan satu sama lain pada 20 November 2010. Lillo, bersama Unión Deportiva Almería, menjamu Barcelona yang dimanajeri oleh muridnya sendiri. Di Estadio de Los Juegos Mediterráneos, Barcelona berpesta. Mereka menang delapan gol tanpa balas.

Kekalahan itu membuat Lillo kehilangan pekerjaan. Entah karena memang sudah terbiasa (Lillo akrab dengan pemecatan, namun Sid Lowe – jurnalis dan penulis kenamaan Spanyol – berani menantang siapapun untuk mencari satu bekas tim Lillo yang bermain lebih baik setelah ditinggal Lillo) atau karena penyebabnya adalah Pep, Lillo tidak ambil pusing. Ia hanya berkata seperti ini: “Saya tahu mengapa pelatih dipecat. Yang tidak saya pahami adalah mengapa kesebelasan mempekerjakan kami.”

Komentar