Gus Poyet Tawarkan Solusi untuk Kepadatan Festive Period

Berita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Gus Poyet Tawarkan Solusi untuk Kepadatan Festive Period

Ketika para pemain Bundesliga, Ligue 1, La Liga, dan Serie A berlibur karena kompetisi yang mereka jalani menerapkan kebijakan jeda paruh musim, para pemain yang berkarir di kasta tertinggi sepakbola Inggris malah sedang menjalani puncak kepadatan jadwal. Bulan Desember dan Januari adalah festive period, masa paling sibuk di dalam kalender Premier League.

Selama festive period, klub-klub Premier League memainkan satu pertandingan setiap dua atau tiga hari; termasuk menjalani pertandingan pada tanggal 26 Desember (boxing day) dan pada tanggal 1 Januari, saat kebanyakan orang menghabiskan waktunya untuk beristirahat setelah berpesta menyambut tahun baru.

Kepadatan jadwal festive period membuat para pemain kelelahan dan memiliki sedikit waktu untuk beristirahat. Pada akhirnya, hal ini membuat banyak pemain kelelahan (baik secara fisik maupun mental) dan karenanya mereka menjadi sangat rentan cedera.

Nama-nama besar dan berpengaruh di Premier League seperti Sir Alex Ferguson dan Arsène Wenger sudah berkali-kali meminta jeda paruh musim. Namun keinginan keduanya (dan banyak sosok lain) tidak pernah terkabul karena festive period adalah ciri khas Premier League; ciri khas yang terlahir karena kepentingan industri televisi.

Ferguson tahu benar mengenai kepentingan itu dan ia hanya bisa maklum. Begitu pula dengan para manajer lain. Namun memaklumi kepentingan Premier League tidak menghentikan siapapun untuk terus meminta agar jeda paruh musim diberlakukan di Premier League. Yang terbaru adalah Gus Poyet, dan ia tak hanya meminta. Manajer Sunderland ini juga menawarkan solusi agar “tradisi” Premier League tidak mati namun para pemain tetap mendapatkan istirahat di antara putaran pertama dan kedua.

Sebagaimana para pendahulunya, Poyet mengeluhkan kelelahan fisik yang dapat mengundang cedera. Selain itu, Poyet pun mengingatkan bahwa para pemain memiliki kehidupan sosial dan kebutuhan untuk berkumpul bersama keluarga di hari Natal dan tahun baru. Tidak adanya waktu untuk keluarga ketika kebanyakan orang berkumpul bersama orang-orang terkasih tak hanya membuat para pemain kekelahan secara fisik, namun juga secara mental.

Poyet sadar bahwa sulit untuk menghapuskan tradisi festive period, sehingga ia tidak meminta agar tradisi tersebut dihilangkan. Ia hanya meminta agar pertandingan tidak dijalankan setiap dua atau tiga hari sekali pada bulan Desember. Boxing day boleh tetap ada, begitu pula dengan pertandingan tanggal 1 Januari. Namun setelahnya harus diiringi dengan libur dan kepadatan jadwal dipindahkan ke bulan Agustus.

Menjalani jadwal yang padat di bulan Desember adalah sesuatu yang salah di mata Poyet. “Para pemain segar di awal musim, bukan di pertengahan. Saya tidak memiliki masalah jika harus bermain pada hari Sabtu, lalu Rabu, lalu Sabtu lagi di sepanjang bulan Agustus. Itu adalah saat-saat yang hangat, dan lapangan berada dalam kondisi terbaik,” ujar Poyet sebagaimana dikutip oleh the Guardian.

Poyet menutup penawaran solusinya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki masalah jika harus menjalani enam pertandingan di bulan Agustus dan enam lainnya di bulan September. Ia tidak keberatan jika pasukannya harus langsung berhadapan dengan kepadatan jadwal di awal musim, selama itu berarti adanya libur di pertengahan kompetisi; selama para pemainnya dapat mengisi ulang tenaga dan berkumpul bersama keluarga.

Komentar