Apa-nya yang (Sudah) Bagus dari Sepakbola Indonesia, Pak Nyalla?

Editorial

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Apa-nya yang (Sudah) Bagus dari Sepakbola Indonesia, Pak Nyalla?

“Buat apa ditanggapi. Apanya yang diawasi? Yang mengawasi kami bukan Menpora, bukan Tim Sembilan, melainkan stakeholder PSSI. Salah langkah itu Menpora. Seharusnya dia mengurusi cabor-cabor lain. Sepakbola sudah bagus.”

Wakil Ketua PSSI, La Nyalla Mattalitti, akhirnya buka suara soal rencana pembentukan Tim Sembilan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi. Seperti yang dikutip dari Detik, La Nyalla menegaskan bahwa bukan Menpora yang (seharusnya) mengawasi PSSI, melainkan pemangku kebijakan PSSI itu sendiri.

La Nyalla beralasan, PSSI secara organisasi sudah bagus. Sementara itu, masih ada sejumlah cabang olahraga di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), yang dianggap La Nyalla masih “down”, seperti bulutangkis, dan berkuda.

Memang, secara organisasi tidak ada yang salah dengan PSSI. Mereka memiliki anggota yang terorganisir mulai dari tingkat porvinsi hingga kabupaten dan kota. Asosiasi provinsi dan kabupaten/kota ini yang termasuk dalam pemilik suara dalam Musyawarah Nasional atau rapat besar yang dimiliki PSSI.

Sejauh ini, jika melihat dari permukaan saja, PSSI malah bisa dibilang sukses dalam penyelenggaraan sepakbola di Indonesia. Mereka mampu menyelenggarakan Liga Super Indonesia dan Divisi Utama—yang penyelenggaraannya diamanatkan kepada PT Liga Indonesia, serta Liga Nusantara. Selain itu, tahun ini PSSI juga berhasil menyelenggarakan kompetisi U-21, Piala Suratin, dan Piala Pertiwi.

Namun, kalau ukuran “sudah bagus”-nya itu soal target yang dicanangkan di awal tahun, barangkali ucapan La Nyalla itu patut dikoreksi. Ada target yang berhasil, ada yang tidak berhasil, dan ada pula yang masih belum bisa dicapai PSSI.

Pertama, Sekjen PSSI, Joko Driyono menargetkan timnas U-19 lolos hingga babak semifinal Piala Asia U-19 sehingga bisa lolos ke Piala Dunia U-19. Ucapan tersebut dimuat di Kompas.com tertanggal 15 Agustus 2014. Kenyataannya, timnas U-19 gagal melaju dari babak grup dengan tidak sekalipun meraih poin.

Target 1
Lolos ke semifinal demi Piala Dunia U-20 (Sumber: Kompas.com)

Kedua, Joko Driyono juga menargetkan Indonesia bisa stabil berada di posisi di bawah 130 dalam peringkat FIFA. Ucapan tersebut dimuat di Okezone.com tertanggal 26 Januari 2014. Namun, hingga 18 Desember ini, peringkat Indonesia malah melorot ke peringkat 159.

Target 2
Peringkat Indonesia stabil di 130 ke bawah dalam ranking FIFA (Sumber: Okezone.com)

Ketiga, Ketua PSSI, Djohar Arifin Hussein, membidik babak delapan besar di Asian Games. Ucapannya tersebut dimuat di Republika pada 23 Januari. Kemudian, Joko Driyono “merevisi” target tersebut dengan hanya “lolos ke putaran berikutnya”. Ucapan ini dimuat di Goal pada 6 Juli 2014.

Target yang ketiga ini merupakan target yang berhasil dicapai PSSI. Hal ini perlu mendapat apresiasi karena Indonesia berhasil lolos dari jegalan Timor Leste dan Maladewa, meski akhirnya di partai terakhir babak grup, yang tak menentukan, dibantai Thailand enam gol tanpa balas.

Target 3
Lolos ke "babak selanjutnya" di Asian Games (Sumber: Goal.com)

Keempat, La Nyalla memberikan target kepada Pelatih Indonesia saat itu, Alfred Riedl, untuk menjuarai Piala AFF. Pernyataan ini dimuat di Republika pada 20 November 2013. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan ucapan Djohar pada 6 Agustus 2014 di Tribunnews. Namun, ucapan Djohar tersebut terkesan harapan belaka.

Target 4
Berharap jadi juara di Piala AFF (Sumber: Tribunnews.com)

Ya, timnas memang tidak berhasil menjadi juara pada Piala AFF 2014. Namun, itu bukan salah PSSI! Itu adalah salahnya Opa Alfred Riedl karena menilik dari pernyataan La Nyalla, target tersebut dibebankan kepada Riedl.

La Nyalla, dalam wawancaranya seperti dikutip Detik, memberi saran agar Menpora mengurus cabang olahraga lain seperti bulutangkis dan berkuda, yang menurutnya tengah “down-down”. Dari sini kita mungkin mengerti bahwa apa yang diucapkan La Nyalla soal “sudah bagus” dan “down-down” tersebut adalah soal pengelolaan organisasi, bukan prestasi. Pasalnya, bulutangkis bahkan menyumbangkan dua emas, satu perak dan satu perunggu di Asian Games.

Perlu diulang? DUA EMAS! Berkuda? Berkuda juga menyumbang satu medali perunggu. Sepakbola? Wassalam! Alih-alih medali, yang ada malah Indonesia tumpas kelor oleh Filipina dengan skor menyedihkan,0-4.

Sudah jelas kalau apa yang dimaksud La Nyalla sebagai “down-down” bukanlah prestasi. Namun, kalau ukuran “bagus”-nya soal organisasi, agaknya kurang tepat La Nyalla menyarankan bulu tangkis dan berkuda. Cabor yang sedang hangat-hangatnya diberitakan terjadi gesekan adalah PB Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI).

Wajar rasanya jika ada keberatan dengan pernyataan La Nyalla tersebut. Bukan hanya Pengurus Berkuda atau Badminton, tapi juga Menpora sendiri. Kepada CNN Indonesia, Imam Nahrawi menegaskan kepada siapapun untuk tidak perlu takut kepada Tim Sembilan, karena tugas mereka adalah mengawal prestasi olahraga Indonesia, termasuk sepakbola dan berkuda.

Lagi pula, kuda itu lebih pas ditunggangi, bukan dipakai sebagai kaca mata. Bukan begitu, Pak Menpora? Betul apa betul, Pak Nyalla?

 Baca juga:

Akal Sehat dalam “Bursa Transfer” ISL


Gutta Percha, Pabrik Cipetir, dan Sepakbola Indonesia


Liga (di) Indonesia sebagai Indonesian Tergantung League?


Kejanggalan-kejanggalan di Hari Terakhir Putaran II ISL


Komentar