Rusuh, Pesepakbola Ini Dibunuh di Depan Istri dan Anaknya

Berita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Rusuh, Pesepakbola Ini Dibunuh di Depan Istri dan Anaknya

Malang benar nasib pria ini. Namanya Franco Nieto. Ia masih berusia 33 tahun. Di usia yang terbilang senior bagi pesepakbola itu, ia tditunjuk menjadi kapten tim Tiro Federal, sebuah tim yang bermain di kasta ketiga Liga Argentina. Hidupnya terhenti di usia yang terbilang matang bagi seorang ayah.

Kejadiannya bermula saat Nieto pulang dari Stadion San Fransisco di Aimogasta, barat laut Argentina. Ia, bersama istri dan bayinya tengah dalam perjalanan menuju mobil yang terparkir di luar stadion. Namun, sejumlah fans Chacarita Juniors menghadangnya.

Awalnya, situasi masih bisa terkendali. Keponakan Nieto, Pablo, bercerita bahwa para pembunuh itu hanya menghinanya. Namun, entah karena alasan apa, mereka mulai mengejar dan memukul serta menendangnya. Nieto mencoba untuk melindungi dirinya sendiri. Namun, pukulan di kepala membuatnya tersungkur dan tak bisa melawan.

Para pembunuh itu memang dibekali sejumlah senjata seperti batu bata. Mereka tanpa ampun memukul kepala Nieto dengan batu bata. Ini yang membuat kerusakan begitu parah di bagian kepalanya. Nieto pun tak sadarkan diri.

Dengan segera, ia dibawa ke rumah sakit di kota La Rioja. Nieto pun dioperasi pada Selasa lalu, sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis (4/12) kemarin.

Kerusuhan ini merupakan buntut dari panasnya pertandingan antara Tiro Federal menghadapi Chacarita Juniors. Pertandingan sempat terhenti selama 15 menit. Terjadi keributan dan pertarungan massal yang membuat delapan pemain dikeluarkan dari lapangan. Tiro Federal sendiri menang 3-1 kala itu.

Polisi mengungkapkan dua orang telah ditahan. Keduanya sudah berada di kantor menunggu keputusan sidang. Nieto merupakan korban ke-15 yang meninggal karena kekerasan yang dilakukan suporter. Kepala Polisi setempat, Fabian Bordon, mengungkapkan Nieto bukan cuma diserang suporter tapi juga pemain lawan dan asisten pelatih.

Sungguh disayangkan melihat kekerasan berkembang di sepakbola. Menjadi pertanyaan besar apa yang sebenarnya para pembunuh itu lakukan di dalam stadion. Apakah mereka benar-benar ingin menonton bola, atau memang berencana membunuh suporter atau pemain lawan.

Maka, sudah seharusnya operator liga atau asosiasi sepakbola menghukum dengan tegas ajakan massal untuk membunuh lawan. Chant seperti “...dibunuh saja” awalnya adalah bentuk kebencian, yang lama-lama meresap untuk dilakukan. Parahnya, hampir semua tim di Indonesia punya chant yang sama. Kita mestinya berbenah agar kejadian serupa tak terjadi lagi, khususnya di Indonesia.

Sumber gambar: bbc.co.uk

Komentar