Kenapa Mencari Tayangan Ulang Liga Inggris Susah?

Editorial

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kenapa Mencari Tayangan Ulang Liga Inggris Susah?

Sama dengan zaman yang kian berkembang, sepakbola pun berjalan beriringan. Komersialisasi adalah salah satu sebab olahraga ini semakin mudah dinikmati. Kucuran dana yang besar kepada klub, pemain, dan asosiasi, secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas liga itu sendiri. Baik secara kualitas pertandingan, maupun kualitas penyiaran.

Liga Inggris adalah liga dengan nilai hak siar tertinggi di dunia. BTSports bersama dengan SkySports berinvestasi senilai tiga miliar poundsterling untuk menjadi pengelola hak siar Liga Inggris. Angka tiga miliar ini sejatinya amatlah besar. Sebagai perbandingan, jika harga iPhone 6 dihargai dengan seribu pounds, maka hak siar inggris setara dengan tiga juta unit iPhone 6.

Nilai kontrak sebesar itu tentu berimbas pada peningkatan pemasukan klub Liga Inggris dari Premier League. Dalam semusim, minimal mereka mendapat 60 juta pounds. Bagi sejumlah klub, 60 juta pounds sudah mencukupi—bahkan lebih—untuk biaya operasional mereka selama semusim. Ini yang membuat klub-klub Championship  Division atau kasta kedua, begitu berhasrat untuk bisa naik kasta. Ini bukan sekadar soal martabat, tapi soal uang yang nantinya akan didapat.

Besaran nilai hak siar berarti peningkatan citra dari Premier League itu sendiri. Sponsor akan dengan senang hati menanamkan investasinya di sana. Premier League sebagai operator Liga Inggris tentu tak ingin menodai kepercayaan klien yang telah menanamkan investasi besar di Britania. Toh, bukan cuma Premier League atau FA sebagai federasi yang untung, pemerintah Inggris pun akan mendapat pemasukan dari biaya pajak dan admininstrasi.

Salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan tersebut adalah menerapkan peraturan ketat soal hak siar liga. Segala hal yang memiliki hubungan dengan tayangan Liga Inggris mesti melalui jalur resmi. Penyebaran tayangan harus berdasarkan persetujuan Premier League sebagai pengelola liga. Dalam hal ini lewat pundi-pundi uang untuk menebus izin tersebut.

Jelang kompetisi musim ini bergulir, Premier League dengan tegas melarang segala upaya penayangan gambar, video, ataupun klip yang memiliki konten Liga Inggris. Secara spesifik mereka menyebut Youtube dan Vine. Bagi siapapun yang mengunggah video khususnya di dua situs tersebut akan mendapatkan teguran bsia berupa peringatan tertulis, pencekalan akun, hingga gugatan ke meja hukum.

Aturan lainnya mencakup pelarangan layanan streaming yang diakses tidak melalui situs yang memiliki hak siar. DI Inggris, setidaknya telah ada dua kasus penggerebekan terhadap operator penyedia layanan streaming. Malah, pemerintah Inggris, dalam hal ini Kepolisian London sampai membentuk unit khusus kriminal yang berhubungan dengan per-streaming­-an.

Aturan ini diaplikasikan ke penyedia layanan di tiap area yang mencakup negara di dunia. Umumnya, mereka turut mengatur aturan nonton bareng (nobar). Peneyelenggara nonton bareng harus mendapat izin (baca: bayar) kepada penyedia layanan. Mereka yang terbukti melanggar bisa diputuskan sambungan, atau langsung di-polisi-kan.

Beberapa waktu lalu, para pemilik empat bar di Inggris mesti merogoh kocek lebih. Pasalnya, Pengadilan Tinggi Inggris memberi denda sebesar 30 ribu pounds atau sekitar 600 juta rupiah karena dianggap melanggar hak cipta.

Mereka menyiarkan tayangan Liga Inggris dari penyedia layanan yang dianggap ilegal ketimbang berlangganan ke BTSports ataupun ke SkySports. Juru bicara FA mengkalim telah mendatangi ratusan bar untuk memperkenalkan aturan dan larangan ini.

FA maupun Premier League begitu sungguh-sungguh memagari tayangan mereka. Intinya, siapa yang ingin nonton, ya harus bayar. Kalau tidak punya uang, ya tak perlu nonton.

Lantas terlintas dalam benak, benarkah ini adalah tujuan utama dari industrialisasi sepakbola?

Sumber gambar: live-production.tv

Komentar