Diacre dan Costa, Bukti Sulitnya Perempuan Menjadi Pelatih

Berita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Diacre dan Costa, Bukti Sulitnya Perempuan Menjadi Pelatih

Keputusan manajemen Clermont Foot 63 untuk mempercayakan posisi pelatih kepala kepada Helena Costa pada bulan Mei lalu adalah sebuah keputusan bersejarah. Costa menjadi perempuan pertama yang menjabat posisi pelatih kepala di sebuah klub sepakbola profesional pria. Klub profesional pria yang berkompetisi di dua divisi teratas di lima liga terbesar Eropa, tepatnya.

Namun Costa tidak bertahan lama. Kurang dari dua bulan setelah menerima kepercayaan tersebut, perempuan asal Portugal tersebut memilih untuk pergi. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak dihargai di Clermont. Claude Michy, chairman Clermont, langsung mencari seorang pengganti.

Michy tak membutuhkan waktu lama untuk menemukan pelatih kepala baru untuk timnya. Namanya adalah Corinne Diacre. Seperti Costa, Diacre adalah seorang perempuan. Jadilah Diacre perempuan pertama yang menangani klub profesional pria di kompetisi resmi.

“Kehidupan terus berjalan (setelah kepergian Costa). Saya memiliki peluang untuk menunjuk Corinne. Itu adalah pertanda dari Tuhan, sehingga kami memutuskan untuk memilihnya,” ujar Michy kepada The Ligue 1 Show.

Penunjukkan yang tidak biasa ini menimbulkan reaksi yang kurang menyenangkan. Seorang pendukung yang enggan disebutkan namanya terang-terangan menuding pihak klub mengedepankan kepentingan pasar ketimbang prestasi. “Saya menyesal karena kepentingan pemasaran dan sponsor lebih dikedepankan ketimbang kepentingan klub sebagai tim olahraga,” ujar sang penggemar.

Diacre sendiri merasa bahwa dirinya terus menerus menjadi sorotan hanya karena ia adalah seorang perempuan. Karenanya, secara tegas ia berkata, “perhatian seharusnya diarahkan kepada para pemain, bukan saya.”

Diacre juga tidak menutup-nutupi kondisi yang ada. Ia tidak membantah bahwa dirinya seringkali direndahkan. “Hingga hari ini tidak seorangpun pernah bertanya kepada saya mengenai karir saya. Seolah saya adalah wanita yang sama sekali tidak pernah bermain sepakbola. Anda adalah orang pertama yang bertanya mengenai hal tersebut kepada saya, dan saya berterima kasih untuk itu,” katanya saat diwawancarai oleh The Ligue 1 Show.

Walaupun mendapatkan perlakuan yang sama dengan Costa, Diacre tetap bertahan. Dan ia, sejauh ini, secara keseluruhan terlihat baik-baik saja.

Tiga belas pertandingan telah berlalu di Ligue 2. Bersama Diacre, Clermont berhasil mengumpulkan 13 poin. Satu angka dari setiap pertandingan, jika dirata-ratakan. Sebuah pencapaian yang tidak terlalu baik, namun tidak juga boleh begitu saja dibilang buruk.

Pertandingan di pekan ke-14 melawan US Orléans, karenanya, menjadi laga yang penting. Jika kalah, maka rataan poin Clermont akan berada di bawah angka satu. Tak hanya itu, mereka bisa saja kembali masuk ke zona degradasi.

“Saya tidak melihat tabel klasemen. Saya melihat poin yang berhasil kami raih. Saya membandingkannya dengan tim yang berada di bawah dan di atas kami,” kata Diacre kepada The Ligue 1 Show.

Walau ia menilai timnya dari jumlah poin yang berhasil diraih ketimbang posisi di tabel klasemen, Diacre tentunya tidak suka jika Clermont berada di zona merah. Di pekan ke-13 ia berhasil membawa Clermont naik ke posisi 17, dan ia tidak ingin timnya kembali turun ke tiga posisi terbawah.

“Saya tidak berada di sini untuk mempertahankan sesuatu. Saya berada di sini untuk mencapai target-target yang telah saya tetapkan untuk diri sendiri. Saya adalah perempuan pertama yang melatih tim Ligue 2. Saya tidak ingin menjadi perempuan pertama yang membawa Clermont terdegradasi,” ujarnya.

Setengah jalan belum dilalui sepenuhnya. Siapa saja yang akan terdegradasi tentunya belum akan diketahui dalam waktu dekat. Namun Diacre tentu saja ingin menjauhkan Clermont dari zona merah secepat mungkin dan sejauh mungkin. Dan perjalanan itu akan dimulai esok hari.

Diacre mungkin saja bisa membawa Clermont lebih baik lagi, andai ia diberi keleluasaan dalam mengelola tim. Sikap manajemen pun menjadi sorotan karena membeda-bedakan perlakuan hanya karena dirinya seorang perempuan. Jika Diacre mampu membawa Clermont lepas dari zona degradasi dan bertengger di zona tengah Ligue 2, ia telah membuktikan kalau perempuan pun memiliki kemampuan yang sama dengan pelatih pria lainnya.

Sumber gambar: bbc.co.uk

Komentar