Ketika Sampdoria Memberikan Kedamaian Bagi Mihajlovic

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Ketika Sampdoria Memberikan Kedamaian Bagi Mihajlovic

Sinisi Mihajlovic menderita kekalahan pertamanya musim ini. Timnya, Sampdoria, baru saja menelan kekalahan dari Inter Milan dengan skor tipis 1-0 dini hari tadi (30/10). Tapi kekalahan ini tak seperti kekalahan musim-musim sebelumnya, atau ketika ia menangani tim lain, ia masih mendapat dukungan dari para pendukung Sampdoria.

Ya, situasi yang dialami Mihajlovic jelas berbeda dengan beberapa momen di masa lalunya. Ketika ia menangani Bologna, Catania, dan Fiorentina, setiap kekalahan adalah ancaman pemecatan. Mihajlovic selalu menukangi tim dengan penuh tekanan.

Tapi apa yang terjadi di klub yang ia tangani tak lebih memilukan ketika ia menangani tim nasional Serbia. Dalam hati ingin menjadi pahlawan tanah kelahirannya, yang terjadi justru masalah dan kisruh selalu menaungi karir kepelatihan Mihajlovic selama melatih Serbia.

Penampilan tim nasional Serbia sangat mengecewakan publiknya. Dikalahkan Spanyol, Prancis dan Swedia di tiga laga uji coba perdana. Di pertandingan keempat, Mihajlovic lagi-lagi gagal mengantarkan kemenangan bagi Serbia setelah ditahan imbang Republik Irlandia.

Rentetan hasil buruk tersebut berlanjut ketika Serbia berlaga di babak kualifikasi Piala Dunia 2014. Pada tiga pertandingan pertama, Serbia tak sekalipun meraih kemenangan. Setelah ditahan imbang Skotlandia, giliran Makedonia dan Belgia yang mengalahkan skuat asuhan Mihajlovic itu.

Pemilihan pemain disebut sebagai biang dari penampilan buruk Serbia saat itu. Dan Mihajlovic hanya memilih pemain yang hapal dalam menyanyikan lagu kebangsaan Serbia, God of Justice. Adem Ljajic, pemain andalan AS Roma, tak dipanggilnya lagi karena menolak menyanyikan lagu kebangsaan Serbia itu. Ljajic menolak dengan alasan lirik lagu tersebut bertentangan dengan kepercayaan Ljajic yang merupakan seorang muslim.

Ia pun bermasalah dengan beberapa pemain senior seperti Aleksandr Kolarov dan Branislav Ivanovic. Menurutnya, dua pemain senior ini tak bisa memberikan contoh yang baik saat mengalami kekalahan dari Belgia.

Nemanca Matic, gelandang yang saat ini sedang naik daun bersama Chelsea, tak mendapatkan kesempatan bermain bersama Serbia dengan Mihajlovic sebagai pelatih. Bahkan ada anggapan bahwa selama Mihajlovic menangani timnas Serbia, selama itu pula Matic tak akan membela tim nasional.

Dan benar saja, saat Mihajlovic digantikan Dick Advocaat, dua pemain yang ‘diasingkan’ oleh Mihajlovic itu, Nemanja Matic dan Adem Ljajic, kembali masuk skuat tim nasional.

Ada cerita menarik lain saat Mihajlovic masih menangani tim nasional Serbia. Saat itu, Serbia akan menghadapi Kroasia pada pertandingan keempat babak kualifikasi Piala Dunia 2014. Dan laga itu membuat Mihajlovic diragukan nasionalismenya.

Mihajlovic, ia terlahir dari seorang ibu berdarah Kroasia dan ayah berdarah Serbia. Meskipun begitu, ia meyakinkan diri untuk menjadi warga Serbia setelah kejadian mengerikan dalam hidupnya terjadi pada tahun 90-an.

Saat itu konflik negara Balkan sedang memanas. Rumah Mihajlovic bersama orang tuanya yang berada di perbatasan Serbia dan Kroasia dihancurkan oleh tentara Kroasia. Lantas ia dan orang tuanya berpindah menuju Belgrade, ibu kota Serbia.

Di sanalah ia bertemu dengan Zeljko Raznatovic Arkan, komandan perang Serbia yang merupakan pemimpan ultras Red Star Belgrade, klub raksasa Serbia. Keduanya bertemu saat Mihajlovic bermain untuk Red Star Belgrade.

“Paman saya seorang Jendral Kroasia. Ia terus mengganggu ibu, dan adik-adiknya karena mereka menikahi seorang Serbia. Setelah kami pindah ke Serbia, paman saya tersebut menginginkan ibu saya untuk kembali ke Kroasia, jika tidak ia akan menghabisi ayah saya yang berdarah Serbia. Namun yang terjadi adalah pasukan Arkan berhasil menangkap paman saya. Ia bertanya pada saya, apakah saya ingin menyelamatkannya. Dan saya pun mengatakan ya.”

Karena kejadian itu, Mihajlovic merasa aman di Serbia. Ia pun terus menjadi orang yang mendukung Arkan meski Arkan kemudian terkenal sebagai pembunuh pada tahun 2000.

Di samping kisah masa lalunya itu, Kroasia berhasil mengalahkan Serbia pada pertandingan tersebut. Kekalahan tersebut membuat peluang Serbia untuk lolos ke Piala Dunia yang diselenggarakan di Brasil semakin tertutup. Protes dan kritik pun mulai menghujaninya.

Kekalahan 2-1 atas Belgia kesempatan lolos ke Piala Dunia tertutup rapat meski sempat mengalahkan Skotlandia. Maka ketika babak kualifikasi berakhir, Mihajlovic pun meninggalkan kursi kepelatihannya di Serbia.

Seluruh Serbia seolah bahagia mendengar berita ini. Publik Serbia menilai bahwa Mihajlovic tak pantas menjadi pelatih. Menggunakan 40 pemain berbeda selama menangani timnas menjadi bukti bahwa mantan pemain Lazio dan Inter Milan itu tak memiliki kemampuan untuk membuat fondasi tim yang baik.

Karena itulah ia mantap untuk meninggalkan Serbia dan kembali ke Italia untuk menangani Sampdoria. Italia mungkin bukan rumahnya, tapi Mihajlovic telah menghabiskan 22 tahun karir sepakbolanya bersama sepakbola Italia.

Selama di Italia, ia bermain untuk empat klub, dan salah satunya adalah Sampdoria. Pemain kidal ini pernah empat musim membela Blucheciati. Para pendukung Sampdoria pun seolah menyambut kembali seseorang yang baru kembali dari perjalanan panjangnya.

Lantas apakah Mihajlovic mencintai Sampdoria dan membenci Serbia karena telah mencemoohnya? Ternyata tidak. Mihajlovic tetap mencintai negara kelahirannya tersebut.

“Meski saya hidup di Italia untuk ratusan tahun, saya tetap tak akan menjadi orang asing di Serbia. Italia mungkin memiliki makanan yang enak, fashion, Ferrari, tapi mereka tak memiliki apa yang Serbia miliki, hati yang besar akan cinta tanah air dan keluarga. Saya mencintai negara saya lebih dari apapun," ujar Mihajlovic.

Ya, di Italia, ia hanya akan melanjutkan hidup, melanjutkan karir sepakbolanya. Saat ini bersama Sampdoria, karir kepelatihannya berada di jalur yang benar. Sampdoria bertengger di peringkat ketiga klasemen, terpaut enam angka dari pimpinanan klasemen, juventus dan AS Roma.

Tapi bersama Sampdoria, setidaknya ia bisa merasa berada di rumahnya sendiri, menjalani hidup dengan kedamaian. Meskipun hatinya tetap tertambat di Serbia, negeri kelahirannya.

foto: flickr.com

Komentar