Lusail, Bentuk Fatamorgana Piala Dunia 2022?

Berita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Lusail, Bentuk Fatamorgana Piala Dunia 2022?

Piala Dunia 2022 memang masih delapan tahun lagi, tapi Qatar terus berbenah. Meskipun masih terdapat sejumlah federasi yang menolak Qatar sebagai tuan rumah.

Penetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 memang membuahkan perdebatan. FIFA, pada saat itu, seolah belum memikirkan terkait udara panas timur tengah yang bisa mencapai 40 derajat celsius pada siang hari.

Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya korban: sejumlah petinggi FIFA dituduh menerima suap dari Qatar. Beberapa federasi pun dikabarkan menerima suap untuk memilih Qatar dalam bidding tuan rumah Piala Dunia.

Juni lalu misalnya, bekas anggota komite eksekutif FIFA, Mohammed bin Hamman, pada 2010 dikabarkan telah bertemu dengan pemerintah Thailand terkait dengan suplai minyak bumi.  Penjualan gas yang bernilai puluhan juta dolar tersebut, kabarnya diselingi permintaan titipan agar Thailand mendukung Qatar dalam bidding.

Hal yang sama juga terjadi pada Rusia. Ibn Hamman dikabarkan telah menghubungkan Perdana Menteri Rusia (saat itu), Vladimir Putin, dengan Emir Qatar. Setelah pertemuan itu, beberapa hari kemudian kedua negara segera menyepakati untuk memproduksi gas bersama-sama.

Pemerintah Qatar sendiri menyatakan bahwa Ibn Hamman bukanlah bagian dari tim bidding Qatar itu sendiri. Apa yang ia lakukan, murni karena alasan pribadi dan tidak didanai pemerintah Qatar.

Nasi telah menjadi bubur, Qatar, salah satu negara dengan produksi minyak terbesar tersebut, akan berjuang lewat apapun agar tetap menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Mereka mengalokasikan dana puluhan miliar dollar agar gelaran empat tahunan tersebut bisa berjalan lancar.

Lusail, Kota yang Masih Dibangun

Qatar telah menetapkan kota Lusail sebagai kota pembuka dan penutup Piala Dunia. Jika Anda menganggap Lusail adalah kota yang menyelenggarakan ajang balap MotoGP di Losail International Circuit, sesungguhnya Anda telah tertipu, karena Lusail tak sebenar-benarnya sebuah kota. Losail International Circuit, terletak di kota Lusail yang masih dibangun.

Menurut sosiolog Louis Wirth, kota adalah permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni orang-orang yang heterogen kondisi sosialnya.

Lusail and Losail

[Hasil citra Google Earth: Losail International Circuit (kiri), Kota Lusail (kanan)]


Kota Lusail terletak 15 kilometer arah utara Doha. Pemerintah Qatar telah menyiapkan 45 miliar dollar untuk pembangunan kota seluas 35 kilometer persegi tersebut. Jangan bayangkan Lusail adalah hutan belantara, yang nantinya akan dibabat menjadi sebuah kota. Lusail jauh lebih mengerikan: padang pasir.

Untuk membangun sebuah kota dengan fasilitas yang saling terintegrasi, baiknya direncanakan dari nol. Artinya, tata kota yang sempurna hanya bisa dibangun dari hamparan luas tak berpenghuni, dan Pemerintah Qatar benar-benar melakukan hal itu.

Pihak pengembang sendiri menargetkan pada 2019, Kota Lusail telah selesai dibangun. Termasuk di dalamnya, Losail Iconic Stadium yang mampu menampung 86 ribu penonton. Kota Lusail sendiri akan diisi oleh danau, empat pulau, dua marina, mall mewah, rumah sakit, kebun binatang, dan dua lapangan golf.

Piala Dunia 2022 memang masih delapan tahun lagi, membangun sebuah kota yang siap huni dalam jangka waktu tersebut bukanlah hal yang mudah. Dengan uang sebanyak apapun, Qatar bukanlah Sangkuriang yang dapat membangun perahu besar dalam semalam. Bukan pula Bandung Bondowoso yang membangun seribu candi dalam semalam.

Masih banyak faktor yang tidak bisa dinilai dengan uang. Mungkinkah Pemerintah Qatar sudah memikirkan ekosistem apa yang ada di Lusail nantinya? Bagaimana cara mereka menurunkan suhu panas yang menyengat selama penyelenggaraan Piala Dunia?

Hal-hal seperti ini yang membuat Lusail bak fatamorgana. Dengan usaha yang telah diperoleh, bagaimana jika nantinya mereka gagal menjadi tuan rumah? Mungkinkah Lusail menjadi kota hantu yang tak berpenghuni, karena tak selesai dibangun?

Seburuk-buruknya padang pasir, ia tetaplah tempat tinggal bagi sejumlah makhluk hidup (xerocoles). Membangun kota baru di ekosistem yang sudah ada, berarti mengganggu kelangsungan makhluk yang menggantungkan hidupnya di sana.

Sumber gambar: charterworld.com

Komentar