Kantor PSSI dan Misteri Kamar Hantu

Cerita

by redaksi

Kantor PSSI dan Misteri Kamar Hantu

Sebagai kilasan sejarah, kantor PSSI sudah beberapa kali berpindah-pindah tempat sampai akhirnya menempati tempatnya yang sekarang di Stadion Gelora Bung Karno [GBK] Jakarta atau yang dulu dikenal dengan Stadion Utama Senayan. Seringkali, seperti yang akan kami tunjukkan di bawah ini, kantor baru itu tak cukup meningkatkan kinerja PSSI secara maksimal.

Djalan Semarang 7 Djakarta Raya. Tilpon: Menteng. Di depan rumah ditulis papan biru dengan huruf kuning “Gedung Instantie PSSI”.

Demikian salah satu dokumen tertulis dari Majalah Aneka edisi No. 26, 15 September 1954 yang kami dapatkan tentang keberadaan kantor induk organisasi persepakbolaan tanah air kita.

Ya, Gedung Instansi PSSI itulah yang merupakan kantor PSSI sejak tahun 1954. Inilah kantor PSSI yang baru karena kantornya yang lama di Stadion Ikada tidak lagi mencukupi kebutuhan. Karenanya, oleh pengurus diusahakan untuk mendapatkan gedung baru yang lebih besar.

Pada bulan Juni 1954 itu menetaplah pengurus PSSI di alamat tersebut. Kalau mau kirim surat, kirimkan saja ke Tromolpos 114 Jakarta. Jam kerjanya setiap hari (kecuali Jumat dan Sabtu): 08.00 s.d. 14.00 dan 18.00 s.d. 21.00.

Ada apa di kantor PSSI? Di sebelah kiri pintu, terdapat sebuah rak berisi map-map untuk menyimpan surat-surat. Sebagian besar dari map-map itu diperuntukkan bagi anggota-anggota PSSI, yaitu bond-bonddi daerah.

Namun, pada masa itu, kita jangan mengharapkan dokumentasi yang lengkap. Map-map itu umumnya masih kosong. Mengharapkan perkembangan anggota-anggota PSSI dan PSSI-nya sendiri sejak didirikan memang sukar atau barangkali tidak mungkin. Begitupun mengharapkan perkembangannya sejak penyerahan kedaulatan mestinya dapat dan mengharapkannya sesudah kongres yang baru lalu harus dapat.

Sayang, map-map itu masih kosong. Padahal setiap anggota mempunyai blanko formulir menurut model-model yang tetap sehingga mereka tinggal mengisinya dengan angka-angka, nama, dan tempat. Menurut catatan, sampai bulan Juni 1954 ketika anggota PSSI masih berjumlah 66 bond, hanya tiga bond yang menyampaikan laporan, yaitu Persitas Tasikmalaya, Persip Pekalongan, dan Persiba Balikpapan.

Terlepas dari keberadaan isi kantor PSSI tadi, laporan keuangan PSSI pada Januari-Juni 1954 yang dilaporkan dari bendahara lama ke bendahara baru yang disaksikan Komisi Keuangan (19 Februari 1954) menyisakan uang lebih kurang Rp 780 ribu. Keuangan PSSI tidak menjadi bertambah sejak pengoperan itu karena dalam bulan Maret-April-Mei 1954, para pengurus sibuk menyiapkan segala sesuatu berkenaan dengan turut sertanya timnas Indonesia ke Asian Games II/1954 di Manila, Filipina.

Selain itu, keuangan PSSI makin merosot untuk pembelian rumah dan transportasi untuk Tony Pogacknik, pelatih timnas asal Yugoslavia, sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak. Hal itu belum terhitung biaya operasional untuk sang pelatih sebesar Rp 11 ribu. Meskipun demikian, PSSI masih tetap mencari tambahan dengan cara mendatangkan GAK Graz dari Austria seusai Asian Games II/1954.

Dalam perkembangannya, kantor PSSI pun pindah ke alamat barunya di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta. Nama stadion yang kemudian hanya memakai nama “Stadion Utama Senayan” itu sendiri diresmikan pada tahun 1962.

*****

Melihat pergerakan informasi di tempat baru ini pun masih belum tampak. Misalnya saja tentang salah satu hasil Kongres PSSI ke-21 di Kota Semarang pada 30 Juni hingga 1 Juli 1961. Di situ ada sebuah keputusan yang sangat penting yang sampai sekarang masih berlanjut masalahnya. Keputusan itu adalah menyetujui penerimaan 24 anggota baru yang nama-namanya tercantum dalam lampiran kesatu dari keputusan ini dengan catatan bahwa nama-nama singkatan yang menyamai nama singkatan dari anggota-anggota lama harus diubah dan diganti.

Sayang, hingga kini (2013), nama-nama bond itu masih ada yang sama (baca: di luar persoalan dualisme). Sebutlah Persiba Bantul dan Persiba Balikpapan atau PSBL Langsa dan PSBL Bandar Lampung.

Meminjam judul di Majalah TEMPO edisi 20 Maret 1971 yang bertuliskan “Wasit dan Kompetisi Kamar Hantu” yang menulis “...Sementara Ruang Arsip Sekretariat Persija dengan gambar tengkorak di pintunya masih tetap mirip Kamar Hantu. Dan tengkorak itu seolah-olah mengucapkan ‘selamat datang’ kepada semua penonton yang lewat pintu masuk di depannya. Adakah perubahan lahiriah ini mencerminkan keadaan Persija yang sesungguhnya?”.

Sejak bulan juli tahun 2013, kantor PSSI direnovasi secara menyeluruh (total). Kantor PSSI pun untuk sementara pindah tempat dari Pintu X-XI SUGBK ke Pintu I SUGBK.

Lantas setelah direnovasi, akankah pembaruan kantor PSSI ini berimbas pula pada keberadaan dan “penyempurnaan” arsip cerita-cerita PSSI? Juga, adakah perubahan lahiriah ini mencerminkan keadaan PSSI yang sesungguhnya?

Ditulis oleh Novan Herfiyana berakun twitter @novanherfiyana

Komentar