Ketika Sepakbola Dianggap Aktivitas Berbahaya

Sains

by redaksi

Ketika Sepakbola Dianggap Aktivitas Berbahaya

Perbincangan soal bahaya cedera kepala pada pemain sepakbola terus bergulir. Setelah sebelumnya FA telah mengeluarkan peraturan terbaru untuk menangani masalah cedera kepala saat pertandingan, pembicaraan soal bagaimana mengurangi tingkat resiko cedera kepala bagi pemain sepakbola masih belum usai.

Dua kejadian mengerikan yang terjadi di Piala Dunia 2014 lalu memang semakin membuka mata banyak pihak soal bahaya ini. Pada babak penyisihan, kepala Alvaro Pereira terbentur lutut Raheem Sterling yang membuatnya sesaat tidak tersadarkan diri. Pada babak final bahkan Cristoph Kramer yang mengalami benturan dengan Ezequiel Garay sampai tidak sadar bahwa dirinya sedang bermain di babak final Piala Dunia.

Penelitian terbaru juga menyebutkan bahwa menyundul bola bukan aktivitas yang aman bagi anak-anak. Struktur kepala yang belum siap menerima beban benturan membuat anak-anak akan berisiko mengalami cedera kepala jika terlalu sering menyundul. Maka dari itu beberapa sekolah di Eropa dan Amerika telah melarang siswanya untuk menyundul ketika bermain sepakbola.

Data yang dikeluarkan oleh Center of Injury Research and Policy (CIRP) menunjukan fakta yang lebih mengkhawatirkan pada sepakbola anak-anak. Data yang diambil pada tahun 2011-2012 menunjukan bahwa sepakbola merupakan olahraga tertinggi kedua dalam hal resiko cedera kepala. Hanya American Football yang memiliki resiko lebih tinggi dari sepakbola.

Dari hasil data yang dikeluarkan CIRP juga didapat bahwa jumlah cedera kepala yang terjadi di sepakbola meningkat hingga 58% dalam 10 tahun terakhir. Diduga, filosofi bermain yang semakin mementingkan kecepatan menjadi salah satu penyebab peningkatan cedera kepala ini. Karena menurut CIRP, penyebab terjadinya cedera kepala paling banyak disebabkan oleh benturan yang terjadi antar pemain.  Permainan yang semakin cepat membuat benturan akan semakin sering terjadi.

Kiper menjadi posisi yang paling beresiko mengalami cedera kepala. Aktivitas kiper yang harus melompat dan menerjang pemain lawan membuat tingkat resiko cedera kepala sangat tinggi. Bahkan menurut perhitungan CIRP, tingkat resiko cedera kepala seorang kiper hampir sama tingkat resiko cedera kepala atlet skydiver.

Jika melihat beberapa kasus tersebut mungkin beberapa kalangan akan langsung menganggap bahwa sepakbola adalah olahraga yang berbahaya. Di satu sisi mungkin pendapat tersebut tidak salah. Namun mungkin kita harus melihat lebih dalam lagi sebelum membuat kesimpulan itu.

Setiap olahraga pasti memiliki resikonya masing-masing. Setiap tingkatan pada olahraga juga memiliki resiko yang berbeda. Resiko yang dialami pemain sepakbola profesional akan berbeda dengan resiko yang dialami pemain sepakbola usia muda dan amatir.

Disinilah fungsi dari pelatihan yang baik. Anak-anak akan diberikan porsi latihan yang tepat bagi mereka. Jika memang kepala mereka belum siap untuk menyundul bola, maka bukan satu hal yang salah jika menyundul menjadi satu larangan bagi anak-anak. Jika memang bola nomor lima yang biasa dipakai pemain dewasa masih terlalu berat bagi otot dan tulang anak-anak, maka sudah seharusnya digunakan bola yang lebih kecil bagi mereka.

Tugas pelatihlah untuk memberikan pelatihan yang tepat bagi anak-anak agar mereka bisa melewati setiap tahap yang harus dilewati untuk menjadi pemain sepakbola. Setiap tahap itu akan membentuk tubuh anak tersebut, sehingga berbagai resiko yang ada saat bertanding akan menjadi seminimal mungkin.

Manusia memiliki tubuh yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat dia hidup dengan sangat baik. Maka dri itu, metode dan pola latihan yang tepat akan membuat tubuh anak-anak untuk beradaptasi dengan segala beban yang diterima saat bermain sepakbola.

Sepertinya belum saatnya pemain sepakbola menggunakan pelindung kepala pada pertandingan. Sepakbola masih merupakan olahraga sederhana yang akan bisa dimainkan ketika ada bola dan tanah lapang.

(abi)

Komentar