Tiga Tokoh Sepakbola Indonesia yang Angkat Senjata Lawan Belanda

Cerita

by redaksi

Tiga Tokoh Sepakbola Indonesia yang Angkat Senjata Lawan Belanda

Pada masa kemerdekaan, tidak sedikit pejuang yang berstatus sebagai olahragawan. Salah satunya sepakbola. Sebenarnya ada ribuan pesepakbola yang pada masa-masa perang terlibat langsung dalam baku tembak dengan penjajah. Selain bergabung dengan laskar-laskar, tak sedikit dari mereka yang memilih karir di dunia kemiliteran.

Dari sekian banyak tokoh-tokoh itu, kami pilihkan kepada anda 3 tokoh sepakbola yang terlibat langsung mengangkat senjata melawan penjajah, khususnya Belanda pada saat pasca kemerdekaan. Adalah mereka sosok-sosok ini yang namanya tak asing dekat dengan kita.

Soeratin Sosrosoegondo

Soeratin

Soeratin merupakan salah satu tokoh sentral dalam sepakbola Indonesia. Ia dikenal sebagai pendiri PSSI sekaligus sebagai ketua PSSI yang pertama.

Soeratin lahir pada 1898 di Yogyakarta. Ia melanjutkan sekolah di Wilhelmina School di Jakarta pada. Setelah lulus, ia melanjutkan studinya ke Jerman. Di sana ia belajar di Sekolah Teknik Tinggi Heckelenburg. Pada 1927 ia lulus dan mendapatkan gelar sebagai insinyur sipil.

Sejalan dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada 1928, Soeratin mencoba mengembangkan nasionalisme lewat olahraga. Dalam kongres Societit Hadiprojo, Yogyakarta, tujuh klub pribumi berembuk. Mereka adalah VIJ Jakarta, BIVB Bandung, IVBM Mangelang,   MVB Makasar, SIVB Surabaya, VVB Solo, dan PSIM Yogyakarta. Soeratin menjabat sebagai ketua PSSI selama 10 tahun dalam periode 1930-1940.

Setelah itu, Soeratin pulang ke Bandung. Sayang, rumahnya sempat diobrak-abrik Belanda. Ia pernah aktif melawan Belanda dan bergabung Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di TKR sendiri, Soeratin memiliki pangkat letnan kolonel dan bertugas sebagai kepala divisi persenjataan di Jawa Barat.

Pasca kemerdekaan di ditawari Soekarno untuk menjabat pejabat tinggi di  Djawatan Kereta Api Indonesia, tapi ekonomi Soeratin semakin memburuk. Puncaknya, pada 1952 saat ia meninggal dunia. Kabarnya, ia meninggal karena tak mampu untuk membeli obat. Rumahnya pun hanya berdinding kayu di Jalan Lombok, Bandung. Tidak ada yang tersisa kecuali perjuangannya untuk sepakbola Indonesia.

Maulwi Saelan

Maulwi Saelan

Maulwi Saelan adalah salah satu pesepakbola Indonesia yang sukses dalam karier olahraga. Bersama timnas Indonesia ia berkontribusi besar untuk membawa timnas melaju ke semi final Asian Games 1954, dan meraih medali perunggu di Asian Games 1958.

Pemain kelahiran Makassar, 8 Agustus 1928 ini bermain di posisi penjaga gawang. Penampilan monumentalnya terjadi di pertandingan Olimpiade Melbourne 1956. Kala itu, timnas Indonesia berhasil menahan gempuran Uni Soviet tanpa gol. Ia yang menjadi tembok terakhir timnas Indonesia berjuang mati-matian agar gawangnya tak kebobolan.

Namun, sebelum masuk pada fase tersebut, Maulwi lebih dahulu mengangkat senjata untuk melawan agresi Belanda. Pada 1945, ia ikut dalam penyerbuan markas NICA di Makassar. Di situ, ia bertemu dengan Wolter Monginsdi, yang kelak menjadi pemimpin perlawanan di Makassar.

Ia pun meneruskan perjuangan ke Pulau Jawa dan bertempur di Malang Selatan. Setelah Konferensi Meja Bundar pada 1949, ia ditunjuk sebagai Wakil Komandan YON VII/CPM Makassar. Dalam karirnya sebagai pesepakbola, Saelan tak melepaskan pekerjaan kemiliterannya. Dia tetap aktif sebagai tentara. Pada 1962 ia dimasukkan sebagai staf Resimen Tjakrabirawa sebuah pasukan pengamanan presiden. Pada 1966, Maulwi menjadi ajudan Sukarno hingga akhir hidupnya.

Saat Soeharto berkuasa ia sempat dipenjara beberapa tahun tanpa melalui proses pengadilan. Ia pun kerap mendapatkan diskriminasi politik selama jaman Orde Baru akibat sikap politiknya yang dekat dengan Soekarno dan selalu diidentikan sebagai kaum kiri.

Maladi

Raden Maladi

Ketika PSSI pertama kali dibentuk, Raden Maladi adalah penjaga gawangnya. Kehebatannya di lapangan membuat Belanda sempat kewalahan. Awalnya, ada dua tim yang dipersiapkan untuk Piala Dunia 1938. Tim tersebut adalah timnas Indonesia dan NIVU buatan Belanda. Rencananya mereka akan diadu untuk melihat tim mana yang jauh lebih kuat.

Namun, Belanda membatalkan secara sepihak. Mereka pun berangkat ke Prancis dan meninggalkan timnas Indonesia. Mereka berangkat dengan nama tim Hindia Belanda.

Maladi aktif di sepakbola Indonesia hingga 1940-an. Setelah itu, ia sempat menjadi ketua PSSI pada 1950 hingga 1959.

Sama seperti Soeratin dan Maulwi, ia juga ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Maladi memimpin Tentara Pelajar dalam pertempuran menghadapi Belanda yang dikenal dengan “Pertempuran Umum Empat Hari” di Solo.

Selain itu, Maladi juga sempat menjadi menteri saat jaman Presiden Sukarno. Ia menjabat sebagai Menteri Penerangan (1959-1962) dan Menteri Pemudan dan Olahraga (1964-1966). Atas jasa-jasanya tersebut, kini namanya digunakan sebagai nama pengganti Stadion Sriwedari.

Sumber gambar: wikimedia.org, detik.com, tempo.co

[fva]

Komentar