Akademi Manchester City untuk Pembinaan Sepakbola Inggris

Cerita

by redaksi

Akademi Manchester City untuk Pembinaan Sepakbola Inggris

Seperti semua klub di Liga Inggris, Manchester City memiliki tim reserves dan U-18 sebagai bagian dari klub. Keduanya tentu bukanlah pelengkap belaka. Tim reserves menjadi tempat bagi pemain yang tidak mendapat tempat di tim utama, sedangkan tim U-18 sebagai bagian dari akademi untuk melahirkan pemain masa depan.

Berbeda dengan tim reserves lainnya, di City, tim reserves berisi pemain yang merupakan lulusan akademi, atau pemain dengan usia di bawah 21 tahun. Manajemen klub menamainya sebagai “Manchester City Elite Developement Squad” atau disingkat EDS.

City tampaknya sadar bahwa mereka mesti turut serta membina potensi warga asli Inggris. Dengan semakin banyaknya pemain asli, maka mereka tak perlu meragukan loyalitas mereka bagi klub. City terlihat begitu serius dalam pengembangan EDS, salah satunya buktinya dengan menunjuk Patrick Vieira sebagai manajer tim. Penunjukkan ini terbilang pas, terlebih Vieira merupakan mantan anak asuh Arsene Wenger yang terkenal gemar membina pemain muda.  Ia bermain untuk  The Gunners sejak 1996 hingga 2005. Karenanya, ia diharapkan mampu mengelola para pemain  usia muda sehingga dapat menjadi pemain masa depan klub.

Lalu, bagaimana kinerja Vieira dan tim di Akedemi Manchester City?

Dalam cuaca panas di ujung barat Kroasia, Vieira terlihat berdiri sambil bertolak pinggang. Ia menginginkan anak asuhnya untuk berlatih lebih keras. Mereka bermain enam lawan enam dengan umpan satu-dua sentuhan. “Ayo, ayo, ayo,” desaknya, “Cuaca panas, kamu akan kelelahan. Jaga bolanya, jangan sampai terebut lawan.”

EDS kini tengah berada di Kota Novingard, Kroasia, sebuah kota kuno di pesisir pantai. Bersama tim U-18 yang dilatih Jason Wilcox, Vieira akan berada di kota tersebut selama sepuluh hari dalam rangka training camp, untuk menguji kemampuan para pemain mudanya.

“Ini bukanlah barak-barak tentara, tapi juga bukan hotel bintang lima yang mewah dan glamor,” ujar Kepala Akademi Manchester City, Mark Allen.

Sementara itu, Wilcox berujar akademi Manchester City memiliki moto: Great Person, Great Footballer. Ini berarti ketepatan waktu, penampilan, etos kerja, dan rasa hormat menjadi hal yang utama. Setiap pemain diajarkan untuk bagaimana cara berbicara yang pantas dengan manajer. Pemain juga mesti berjabat tangan dengan semua staf pada pagi hari dan di malam hari.

Di tempat latihan mereka di Carrington, disiplin ketat ditanamkan di kepala anak-anak muda ini. Jika mereka lupa membawa kostum, ataupun botol air, atau deker, mereka tidak akan dilatih. Jika mereka terlambat datang team meeting di hari pertandingan, mereka tidak akan dimainkan.

Ini merupakan standar berperilaku bagi City. Dengan kaos kaki yang ditarik naik ke atas, dan kaos tim yang dimasukkan ke dalam. “Aku memiliki gambaran yang hebat di mana ada dua pemain yang akan bermain untuk timnas Inggris di level junior. Kamu akan langsung tahu yang mana yang pemain City. Bajunya rapi, celananya benar, dan deker dipasang dengan baik. Ini menunjukkan bahwa mereka mendengarkan,” kata Allen.

Sejak dikuasai oleh grup Abu Dhabi, tidak ada satu pun pemain akademi yang lolos ke tim senior. Sejumlah perbaikan mutlak dilakukan agar potensi para pemain bisa tereksplorasi.

Ketika mengalahkan Manchester United, September lalu, hanya Joe Hart yang merepresentasikan Inggris. Sisanya adalah pemain asing. Pemain Inggris seperti Jack Rodwell dan Scott Sinclair nyatanya hanya bermain tidak lebih dari 16 pertandingan sejak direkrut dua tahun lalu.

“Kami ingin membawa sejumlah bakat terbaik ke tim utama kami,” ujar Vieira. “Tidak ada batas dalam sepakbola tapi jika ada tujuh atau delapan anak Manchester (di tim utama), ini sangat fantastis.”

Dari 46 pemain yang dibawa ke Kroasia, 30 di antaranya adalah warga Inggris dan Irlandia.

“Kami menempatkan tujuh pemain di timnas Inggris U-16 tahun lalu,” ujar Wilcox. “Ini merupakan rekor bagi kami. Kami memiliki sejumlah pemain bertalenta hebat. Brandon Barker, Ashley Smith-Brown, Angus Gunn, Kean Bryan, Tosin Adarabioyo.

Di tim U-18, 90 persen pemain akademi mereka adalah orang Inggris. Manajemen pun telah mengontrak delapan pemain untuk bermain di tim senior, dan enam di antaranya adalah pemain Inggris asli.

Manchester City memang memiliki segalanya. Tapi, uang bukanlah jawaban dari itu semua. Selain dibatasi FFP, kini Manchester City memiliki perhatian penuh dalam pengembangan tim junior. Selain sebagai investasi jangka panjang, ini dilakukan untuk mendorong timnas Inggris agar lebih berprestasi di tengah gempuran para pemain asing yang menyeruak di liga. Bukan tidak mungkin jika nantinya alumni akademi Manchester City diminati oleh banyak klub. Sehingga mereka tidak semata-mata menjadi konsumen, tapi menjadi produsen pemain-pemain berbakat.

Sumber gambar: dailymail.co.uk

[fva]

Komentar