"One Man Team" Alasan Kegagalan Tim-Tim Besar di Piala Dunia 2014

Taktik

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Dengan mengesampingkan Jerman sebagai juara dunia, Piala Dunia 2014 bisa dibilang sebagai turnamennya individual. Ini adalah "kebangkitan" dari one-man team.

Sampai akhir turnamen, beberapa negara besar yang tersingkir (termasuk Argentina di final) bisa dibilang kalah karena bintang utama mereka sedang tidak bermain cemerlang. Siapa sajakah mereka?

Contoh terbaik adalah Uruguay dengan Luis Suárez. Mereka bermain dua kali dengan Suárez (Inggris dan Italia) dan berhasil menang, mereka bermain dua kali tanpa Suárez (Kosta Rika dan Kolombia) dan keduanya kalah. Kesempatan mereka untuk menang seolah sirna ketika ia mengigit pundak Giorgio Chiellini. Nasib Uruguay tamat. Salahkan Suárez.

Portugal yang tersingkir secara dini juga demikian dengan Cristiano Ronaldo mereka. Ia dianggap tidak fit sepenuhnya, tapi pelatih Paulo Bento yang bertahun-tahun sudah membangun pondasi permainan Portugal dengan mengandalkan spesifikasi Ronaldo mau-tidak mau harus mengandalkannya.

Bisa dilihat, tim Portugal ini menjadi tidak seimbang, dengan kelemahan utama pada sisi pertahanan kiri. Keengganan Ronaldo untuk ikut turun bertahan mengakibatkan pertahanan kiri mereka dipenuhi oleh eksploitasi lawan mereka.

Lalu lebih sialnya lagi, bek-bek kiri mereka, Fabio Coentrao dan Andre Almeida, harus menderita cedera sebelum half-time pada pertandingan kedua mereka melawan Amerika Serikat.

Ronaldo tidak mampu berbuat banyak, sebelum akhirnya ia berhasil mencetak gol dari usahanya yang ke-22 sekaligus yang terakhir di turnamen.

Bahkan tersingkirnya Inggris pun bisa dibilang akibat dari satu bintang mereka yang tidak bermain baik. Ya, kami terpaksa harus membahas Inggris, karena inggris kembali mengecewakan kita semua.

"Saya tidak tahu jika negeri ini tidak pernah terobsesi pada seorang-dua orang pemain saja," Gary Neville membuka pernyataannya setelah ia menyaksikan Inggris takluk dari Italia. "Adalah Paul Gascoigne pada tahun 1996 sampai 1998, David Beckham pada tahun 2000 sampai 2006. Sedangkan dari tahun 2006 sampai sekarang, adalah Wayne Rooney. Beruntung ataupun tidak beruntung, serba salah memang karena ia adalah pemain bintang".

Sejujurnya Rooney berkontribusi sama besarnya dengan seluruh skuat Inggris. Ia yang tidak melakukan track-back pada gol pertama Italia memang sudah jelas, tapi ia berhasil mencetak assist untuk gol Daniel Sturridge, lalu ia mencetak gol penyama kedudukan saat melawan Uruguay.

Kegagalan Inggris memang bisa dibilang kolektif, tapi selalu saja ada alasan untuk menyalahkan satu pemain saja.

(dex)

Komentar