Presiden Uruguay: Biarlah Suarez Menjadi Suarez

Cerita

by redaksi

Presiden Uruguay: Biarlah Suarez Menjadi Suarez

Kota Montevideo, Uruguay, memiliki suasana yang aneh menjelang pengumuman hukuman yang akan diberikan pada bintang idola mereka, Luis Suarez, yang melakukan penggigitan terhadap Giorgio Chiellini. Hal tersebut dikisahkan seorang jurnalis ESPN, Wright Thompson yang ketika itu sedang bertugas di Montevideo.

Kota tersebut seperti telah menanti pengumuman ini. Halaman depan beberapa media cetak mengungkapkan dukungannya pada Suarez: “The Italians and English Crucify Suarez,” tulisan tersebut dilengkapi dengan foto Suarez yang membentangkan kedua tangan sambil memejamkan matanya.

Sekitar pukul 9 pagi, di dalam sebuah taksi yang baru saja berangkat dari Bandara, terdengar suara Presiden Uruguay, Jose Mujica, menyelang siaran musik pada saluran 104,3 FM. Sang DJ tak menghentikan musik tapi hanya mengecilkan suara musik tersebut. Sehingga kata-kata lantang yang diucapkan Mujica lebih terdengar dibanding lagu Queen yang berjudul “Another One Bites the Dust”.

Mujica membela Suarez, ia mengatakan jika seorang wasit tak memberi keputusan di lapangan, maka seharusnya tidak ada keputusan lain. “Suarez adalah pesepakbola hebat. Kita tak menyuruhnya untuk menjadi seorang filosofis ataupun seorang mekanik. Atau bahkan menyuruhnya untuk berperilaku baik. Biarlah Suarez menjadi Suarez.”

Enrique Moller, mantan pejabat sepakbola Uruguay yang kini bertanggung jawab sebagai komisi disiplin Uruguay, terlihat sedang berbincang dengan dua pengacara yang menjadi pembela Suarez dalam sidang FIFA nanti. Moller mengatakan kepada semua orang bahwa Suarez kemungkinan akan dihukum dua pertandingan.

Semua orang tentunya berharap hukuman yang lebih ringan lagi. Semua masyarakat kota Montevideo mulai berharap cemas, cemas karena pemain terbaiknya terancam tak bisa ikut berjuang kala Uruguay melawan Kolombia pada babak 16 besar.

Tak lama kemudian berita yang ditunggu-tunggu tiba. ESPN memberitakan bahwa Suarez dihukum Sembilan pertandingan FIFA, denda 1000 franc Swiss, dan tak boleh berkecimpung dalam sepakbola selama empat bulan.

“Suarez melakukannya,” ujar seorang pria yang mendengar kabar itu. Pria itu mengeluarkan kata-kata kasar. Seorang wanita melewati tempat dan berkata sambil memegang rokok di tangannya: “Sepakbola adalah politik.”

Hal yang sama terjadi di sebuah kafe hot dog bernama La Pasiva. Orang-orang di sana menonton, mendengarkan dan kemudian berpendapat. Semuanya satu suara, FIFA memberikan pandangan yang membuat mereka emosi dan menimbulkan kecurigaan.

“Ini jelas menunjukkan bahwa FIFA telah tak adil pada kami. Mereka lebih mementingkan negara yang lebih besar dan lebih memiliki kekuatan sepakbolanya,” ujar yang lainnya menimbrung.

Uruguay adalah sebuah negara kecil dengan 3,4 juta penduduk. Penduduk di sana memang cukup iri pada negara lain, khususnya kepada negara tetangga, Argentina, yang jauh lebih sukses dan lebih beruntung dalam dunia sepakbola.

Argentina memiliki Lionel Messi, pencetak gol terbanyak di dunia, pria tenang, dan jarang menemui masalah yang mengganggu karir sepakbolanya. Adapun kasus penggelapan pajak yang sempat menghiasi media, masih lebih baik jika dibanding masalah yang didera bintang Uruguay saat ini, tindak kekerasan.

Pada akhirnya hukuman tetap dijatuhkan. Uruguay pun harus berlaga tanpa Suarez. Akibatnya, Uruguay harus takluk di tangan Kolombia dan tersingkir dari Piala Dunia. Meski begitu, mereka tak menyalahkan Suarez. Mereka tetap menganggap Suarez adalah pahlawan mereka, pahlawan Uruguay.

“Dia bukanlah seorang kriminal, dia adalah pria baik.” Ujar Santiago Pineyioz, pendukung Uruguay berusia 43 tahun. “Dia hanya memiliki sedikit masalah.”

“Suarez bukan biang dari kekalahan ini. FIFA-lah yang ingin menjatuhkan kami. Sangat mudah bagi FIFA memberikan hukuman pada Uruguay. Mereka tak akan melakukannya jika kejadian ini menimpa salah satu pemain Brasil atau Argentina. Kita tak memiliki kekuatan,” pendukung Uruguay lainnya menambahkan.

[ar]

Komentar