Attitude Tim-tim Afrika yang Dipertanyakan

Berita

by redaksi

Attitude Tim-tim Afrika yang Dipertanyakan

Lolos ke babak 16 besar bagi tim yang berlaga di Piala Dunia adalah suatu prestasi yang cukup membanggakan. Karena lolos ke babak berikutnya bisa membuka peluang untuk meraih trofi pada gelaran 4 tahunan ini.

Setiap pemain yang berlaga di Piala Dunia menganggap Piala Dunia adalah kompetisi terpenting dalam karir seorang pesepakbola untuk mencapai prestasi tertinggi. Namun sepertinya itu tak berlaku bagi para pemain Ghana. Alih-alih bersiap untuk menghadapi laga penentuan melawan Portugal, mereka malah melakukan mogok latihan.

Kejadian ini terjadi karena ketidakpuasan para pemain Ghana yang belum dibayarkannya uang bonus mereka karena tampil di Piala Dunia. Selasa lalu (24/6) mereka memutuskan untuk tak menjalani latihan sebelum bonus yang berjumlah 3 juta dolar untuk 23 pemain itu terbayarkan. Bahkan jika tak kunjung dibayar, mereka mengancam tak akan berlaga melawan Portugal nanti.

Masalah ini harus membuat Presiden Ghana, John Dramani Mahama, ikut turun tangan. Mahama kemudian menjanjikan kepada para pemain bahwa bonus tersebut akan datang hari Rabu.

Pelatih Ghana, James Kwesi Appiah, tentunya tak senang berada di situasi ini. Mogoknya para pemain sangat disesalkan Appiah karena Ghana akan menghadapi laga penentuan melawan Portugal. Mengingat kemenangan melawan Portugal bisa mengantarkan Ghana ke babak 16 besar –jika di saat bersamaan AS kalah oleh Jerman.

“Setiap pelatih tentunya tak ingin berada di situasi di mana para pemain hanya menginginkan uang. Apalagi ketika besok (Kamis) kami memiliki jadwal penting. Aku saja sampai kesulitan untuk tidur karena memikirkan pertandingan besok,” ujar Appiah. “Semoga saja uang tersebut datang sesuai yang dijanjikan. Pesawatnya sedang dalam perjalanan.”

Appiah jelas khawatir, ia sempat bersitegang dengan pemain bintangnya, Kevin Prince Boateng, karena masalah ini. Namun Appiah mengatakan persoalan dengan Boateng telah diselesaikan. “Saya tak akan berbicara banyak mengenai masalah ini di media. Para pemain bisa membunuh saya,” Appiah menjelaskan.

Sejatinya pihak federasi Ghana akan membayarkan bonus pemain selepas gelaran Piala Dunia berakhir setelah FIFA memberikan uang partisipasi. Namun para pemain Ghana tidak percaya pada pihak asosiasi dan ingin segera menerima uang tersebut. Maka dari itu, mereka ingin pembayaran dilakukan secepatnya dan dibayarkan secara langsung (cash) bukan transfer melalui bank.

“Para pemain di sini selalu ingin dibayar cash. Itu bukan hal aneh bagi kami (orang Afrika). Bahkan beberapa pemain tak memiliki account bank. Sistem di sini berbeda dengan di Eropa,” Appiah menambahkan.

Tentunya ini bukan kali pertama sebuah tim melakukan boikot karena masalah macetnya bonus. Sebelum Piala Dunia kali ini bergulir, pemain tim nasional Kamerun menolak berangkat ke Brasil sebelum bonus yang dijanjikan dibayarkan pihak federasi.

Dengan kasus-kasus seperti ini, tim-tim Afrika yang melakukan pemogokan tersebut menjadi terlihat bermain sepakbola untuk uang. Walaupun sebenarnya wajar mengingat negara-negara Afrika memang tak memiliki ekonomi yang baik.

Tapi, ketika negara-negara lain berjuang untuk bermain di Piala Dunia dengan tujuan meraih prestasi terbaik, Ghana dan Kamerun lebih menganggap uang lebih penting bagi mereka. Hal ini jelas  sungguh memalukan.

Ya, memalukan. Mengedepankan uang di atas segalanya adalah hal yang memalukan. Lebih memalukan lagi karena mereka (Ghana dan Kamerun) memandang sepakbola dengan sebelah mata.

“Pada sebuah titik tertentu, uang tidak akan ada artinya. Uang bukan lagi sebuah tujuan. Permainanlah yang lebih penting.” –Aristotle Onannis

foto: timesunion.com

[ar]

Komentar