Adios, La Roja!

Piala Dunia

by redaksi

Adios, La Roja!

Tak ada yang bisa dilakukan oleh penggawa dan pendukung Spanyol, kecuali menghibur diri. Ya, siapapun yang kalah, memang disarankan untuk tak sungkan untuk menghibur diri.

Apa yang terjadi di Brasil tahun ini, memang merupakan sebuah bencana bagi persepakbolaan Spanyol. Meski begitu, La Roja tetap bisa menghibur diri: menerima kenyataan ini sebagai sebuah siklus semata, bukan sebagai bencana. Karena memang begitulah Piala Dunia. Sang juara bertahan biasanya kesulitan untuk lolos dari fase grup. Tengok saja, Perancis di gelaran Piala Dunia 2002. Menyandang status juara bertahan, ternyata mereka hanya menjadi penghuni dasar klasemen grup A di Korea-Jepang. Tengok pula kiprah Italia di Afrika Selatan. Setelah menjuarai gelaran sebelumnya, Gli Azzuri hanya mengantongi  dua poin, dan menjadi juru kunci grup F.

Kalau sudah begitu, bisalah, publik Spanyol sedikit berbangga hati. Karena raihan mereka justru lebih baik ketimbang Italia ataupun Perancis. Pasalnya, di Piala Dunia kali ini La Roja memperoleh poin tiga, dan tak duduk di dasar klasemen grup.

Jadi, kiranya dengan tedeng alih-alih, yang sedemikian rupa, pendukung dan penggawa Spanyol bisa sedikit berbangga hati. Toh, pelatih mereka, Vicente del Bosque juga senada dengan mereka.

Sebelumnya, seusai Spanyol kalah dari Belanda dan Chile, Del Bosque tak mau dimintai komentar oleh wartawan. Tapi, lantaran La Roja menang melawan Australia, pelatih yang telah mempersembahkan satu gelar juara Piala Dunia dan satu gelar juara Euro itu mau angkat bicara.

“Hari ini memang hari yang mengakhiri kegemilangan Spanyol selama enam tahun ke belakang. Tapi, saya tetap optimis, timnas Spanyol tetap punya masa depan yang cerah,” ujar Del Bosque menghibur.

Sebenarnya, Spanyol datang ke Brasil dengan optimisme penuh. Mereka ingin menyamai rekor Brasil, menjadi juara dunia dua kali berturut-turut. Memang tidak ada yang salah dengan optimisme itu. Karena, La Roja datang ke Brasil masih dengan komposisi yang tak jauh berbeda dari gelaran-gelaran sebelumnya. Mereka juga masih mengusung gaya permainan yang sama, tiki-taka, yang sudah menjadi ciri khas Spanyol.

Namun, ternyata, ketika Spanyol sedang bermegah-megah dengan tiki-taka-nya, banyak negara sedang sibuk meramu taktik jitu peredam tiki-taka.

Belanda, misalnya. Manakala, berdasarkan hasil undian, mereka berada satu grup dengan Spanyol, Der Oranje memilih untuk menurunkan ego, dan tak memilih bermain dengan gaya total football yang sudah menjadi ciri khas Belanda. Di bawah asuhan Louis van Gaal, Belanda lebih memilih untuk bermain dengan pola 5-3-2, fokus untuk bertahan dan menyerang lewat serangan balik. Hasilnya? Meski, tak sebanding, mereka berhasil membalas dendam di Piala Dunia 2010, menang 5-1 dari La Roja.

Begitu juga dengan Chile. Dengan mengandalkan kecepatan pemain-pemainnya, Jorge Sampaoli, berhasil memanfaatkan kelemahan pemain-pemain Spanyol, yang lamban karena sudah termakan usia. Spanyol pun kalah, 0-2. Hasil yang membuat La Roja harus rela tak bermain di fase 16 besar.

Beruntung, di pertandingan terakhir, meski turun dengan skuat lapis kedua, Spanyol berhasil menggilas Australia, 3-0. Kemenangan yang tentunya teramat spesial, terkhusus bagi David Villa dan Xabi Alonso, dua penggawa yang sudah memutuskan untuk gantung sepatu dari tim nasional. Kemenangan yang mengantarkan mereka pulang ke kampung halaman. Kemenangan yang membuat kita semua bisa berujar: Adios, La Roja!

(mul)

Komentar