Brasilia: Kota Modern di Tengah Kultur Sepakbola

Cerita

by redaksi

Brasilia: Kota Modern di Tengah Kultur Sepakbola

Bagi kita yang belum pernah berkunjung ke  Brasil, kita akan menggambarkan Brasil dengan segala kehidupan yang kental dengan kultur dan budaya. Tarian samba yang selalu menghiasi klub-klub malam di kota Rio de Janeiro,  lebatnya hutan Amazon, ataupun harumnya aroma kopi yang siap dikirim ke berbagai negara dari pelabuhan Sao Paolo. Dan sepakbola, tentunya: Olahraga yang menjadi  budaya di negeri berpopulasi 200 juta jiwa ini.

Namun bayangan itu akan sirna ketika kita mengunjungi ibukota Brasil, Brasilia. Apa yang tersaji di kota ini, sangat kontras dengan apa yang menjadi bayangan kita tentang keindahan negara Brasil.

“Kamu tak bisa menemukan tarian samba, tak bisa temukan tempat untuk minum bir, dan bahkan kamu akan kesulitan untuk menemukan orang yang bermain sepakbola di sini. Mereka seperti alien yang berada di Brasil,” begitu kata Henrik Brandao Jonsson dalam bukunya yang berjudul “Fantasy Island: The Brave New Heart of Brazil”.

Brasilia memang diciptakan sebagai sebuah kota pusat pemerintahan. Maka tak heran jika kota itu punya jalanan-jalanan yang besar, gedung-gedung pencakar langit, ataupun hunian-hunian mewah. Karena Brasilia memang sengaja dibangun sebagai kota paling modern di Brasil.

Itulah yang kemudian membuat Brasilia sangat tidak “Brasil". Kota Brasilia sangat kaku dan benar-benar tertata rapi. Berbeda dengan kota-kota lain, seperti Sao Paulo atau Rio de Janeiro misalnya,  yang terdapat banyak favela, gang-gang sempit yang becek, ataupun tanah lapang yang setiap sorenya diisi anak-anak kecil yang sibuk menendang bola.

“Suka atau tidak, ini bukan Brasil. Dan semua orang sepakat bahwa di sini berbeda,” ucap Nelson Sousa, pejabat bidang komunikasi yang tumbuh di kota Brasilia.

Brasilia yang awalnya merupakan wilayah padang rumput luas ini baru diresmikan menjadi ibukota negara pada tahun 1960. Kota ini dibentuk oleh politisi dan birokrat untuk kepentingan pribadi. Kota ini lambatlaun menjadi kota terbesar keempat di Brasil.

Presiden Juscelino Kubitschek –lah yang menggagas Brasilia untuk menjadi ibukota negara. Pemindahan ibukota dari Rio de Janeiro ke Brasilia diharapkan bisa mendorong negara Brasil menjadi sebuah negara modern dengan mengusung kesetaraan sosial, yang artinya semua kelas sosial di Brasil hidup berdampingan. Sebelumnya di Brasil memang terjadi ketimpangan sosial. Di mana kelas pekerja dan sebagian rakyat miskin sering terusir ke pinggiran kota.

Brasilia tentunya memiliki kapasitas sebagai sebuah kota pemerintahan. Namun penunjukan Brasilia sebagai tempat dibangunnya stadion baru untuk menggelar Piala Dunia tentunya memunculkan pertanyaan besar. Apalagi stadion ini menghabiskan anggaran yang sangat besar.

Perdebatan pun kemudian bermunculan. Banyak yang memprediksi stadion ini akan menjadi tak terurus ketika gelaran Piala Dunia berakhir. Tapi pemerintah berkilah, mereka menyatakan bahwa Estadio Nacional akan tetap bisa digunakan selepas gelaran Piala Dunia. Baik sebagai venue konser, ataupu menggelar pertandingan klub-klub yang berasal dari Sao Paulo ataupu Rio de Janeiro.

Namun, yang perlu diingat, geliat sepakbola di Brasilia tak sebaik yang ada di Rio ataupun Sao Paulo. Klub lokal  kota itu,  Brasilia Futebol Clube,  saat ini hanya bermain di Champeonato Brasileiro Serie D, tiga level di bawah kasta tertinggi Liga Brasil.  Hal itulah yang sebenarnya menjadi kekhawatiran publik Brasil.

Tapi nanti malam (23/6), Estadio Nacional yang berdiri kokoh di tanah Brasilia ini akan menggelar pertandingan antara Brasil melawan Kamerun pada laga terakhir babak grup A. Publik Brasilia nantinya akan melupakan sejenak polemik tentang bagaimana nasib stadion ini di masa yang akan datang. Mereka akan bersatu untuk mendukung Brasil agar bisa meraih prestasi terbaik pada gelaran Piala Dunia 2014. Sebuah momen di mana Brasilia telah berubah menjadi 'Brasil' yang menjadikan sepakbola sebagai sebuah daya tarik.

foto: weareact3.com

[ar]

Komentar