Ratapan Jose Mourinho

Cerita

by redaksi

Ratapan Jose Mourinho

Tepat satu tahun lalu, Jose Mourinho dibuat menangis tersedu-sedu dan frustasi oleh Alex Ferguson. Pasalnya, pelatih asal Portugal itu sangat menginginkan tahta Manchester United. Bahkan, ia sempat depresi dan berteriak-teriak saat mengetahui posisi itu jatuh ke tangan David Moyes.

Ini kisahnya, sebagaimana dituliskan oleh Diego Torres dalam buku "The Special One - The Secret World of Jose Mourinho".

***

Jauh-jauh hari sebelum Ferguson mengundurkan dirinya, kabar mengenai suksesor kerajaan Manchester United sudah dicari banyak orang. Terutama mereka yang sudah sekian tahun membangun jaringan dengan klub tersebut. Salah satunya adalah agen paling terkenal di dunia, Jorge Mendes, dan agensi kepemilikannya, Gestifute.

Pasalnya, selain Mendes, tak ada agen di dunia ini yang paling sering melakukan perjanjian dengan United. Semenjak beberapa tahun sebelumnya, Mendes pun sering kali membisikkan pada media atau Ferguson sendiri, bahwa hanya ada satu pewaris tahta yang pantas: Jose Mourinho.

Kata-kata Mendes ini pada akhirnya masuk dan meresap ke dalam benak Mou. Ia percaya bahwa Fergie adalah teman, sekutu, dan pelindungnya di dunia sepakbola. Bahwa Ferguson dan dirinya memiliki satu hubungan khusus yang dibangun atas dasar kepercayaan. Mou juga yakin bahwa koleksi gelarnya --dua kali juara UCL, 7 gelar liga, dan 4 piala domestik -- jadi portofolio yang lebih mentereng ketimbang calon-calon lain.

Periode waktu 7-8 Mei 2013 adalah periode waktu ketika Mou paling sengsara. Ia menghadapi pekan ke-36 La Liga melawan Malaga dengan kondisi tim yang berantakan. Perseteruannya dengan Casillas memuncak dan kondisi kamar ganti tim semakin tidak harmonis.

Tapi tekanan mental itu belum seberapa jika dibandingkan dengan rumor yang sampai padanya sore 7 Mei 2013 itu tentang pengunduran diri Sir Alex Ferguson. Belum resmi, memang, tapi media Inggris sibuk memberitakan kabar besar tersebut.

Mou pun bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Jika memang gosip itu benar, mengapa Fergie tidak memberikan kabar apapun padanya? Mengapa tidak ada sms atau panggilan yang masuk pada teleponnya.

Kecemasan pun mulai menghantui Mou. Dari sore sampai subuh ia menghabiskan waktu untuk menelepon jurnalis dan koneksinya di Inggris untuk memastikan kabar tersebut. Mendes sendiri sebenarnya sudah tahu kepastian pengunduran Ferguson, tapi ia tak sampai hati untuk memberitahu Mou -- bahwa pelatih Real Madrid itu tak punya peluang sama sekali untuk duduk di singgasana Manchester United.

Kegelisahan Mou pun ditambah dengan ingatannya akan wawancara Sir Bobby Charlton  di Guardian pada 2012.  Perkataan mantan pemain legenda MU itu sempat menggoyahkan kepercayaan dirinya. Saat ditanya apakah Mourinho adalah pelatih yang tepat untuk menggantikan Fergie, Charlton berkata: "Seorang manajer MU tidak akan melakukan apa yang Mou lakukan pada Tito Vilanova (merujuk pada insiden 'pencolokan' mata Tito)," ujar Charlton.

"Mou memang pelatih yang bagus, tapi hanya itu pujian yang bisa saya berikan," tambahnya lagi. Charlton juga mengatakan bahwa kekaguman Fergie pada Mou sebenarnya hanya ilusi. "Fergie tidak benar-benar menyukai Mou," tegas salah satu petinggi MU tersebut.

Mulanya Mou tak mau mendengarkan kata-kata Charlton. Ia lebih berpegang pada kata-kata Alex Ferguson sendiri dan bagaimana Fergie memperlakukan dirinya selama ini. Tapi, pada malam itu, kala kebenaran akan rumor pengunduran diri Fergie tak kunjung datang, ucapan Charlton mulai mengoyak-ngoyak batinnya.

Mou telah melewati batas usia 50 tahun dan mungkin ia mulai merasa bahwa dirinya tak lagi abadi. Tak ada lagi Manchester United untuknya. Tak ada lagi mimpi-mimpi besar. Hanya kenyataan. Hanya kebanggaan dirinya yang juga semakin terkikis di Spanyol. Hanya ada tangan Roman Abramovich yang menjangkau di kejauhan.

Pagi harinya Mou mengontak Mendes dan memintanya untuk menghubungi United secepatnya. Sampai ke titik terakhir, Mou ingin agennya untuk memberi tekanan pada United dan mencegah kesepakatan dengan siapapun terjadi.

Aksi itu adalah bentuk keputusasaan Mou. Baik Mendes maupun Mou tahu bahwa sejak satu tahun sebelumnya nama Mou telah dilempar ke pasaran. Dan nyaris semua petinggi klub-klub besar tahu bahwa musim 2012/2013 adalah musim terakhir Mou bersama Real Madrid. Hal ini juga telah diketahui oleh David Gill, Chief Executive MU, karena ia rajin berkomunikasi dengan Gestifute dan paham bahwa The Special One tersedia di pasaran.

Tapi Gill tidak tertarik dengannya sebagai manajer. Pada musim gugur 2012, Gill telah berbicara pada Mendes bahwa pilihan nomor satunya adalah Pep Guardiola. Gill pun berujar tentang keberatannya terhadap Mou. Menurutnya, jika terjadi suatu masalah, maka Mou akan mementingkan dirinya sendiri di atas kepentingan klub.

Kembali pada Mou, tidak adanya kepastian dari MU membuat dirinya semakin resah. Ia takut bahwa reputasinya akan tercoreng. Ia merasa dikhianati oleh Fergie, dan cemas bahwa dunia sepakbola tidak akan menganggapnya serius lagi. Apalagi selama beberapa tahun terakhir Mou telah mengerahkan tim propaganda yang menyebarkan kabar bahwa ia dan Ferguson bersahabat. Tapi sekarang hal ini terkuak sebagai fantasi belaka.

Ketika nama Moyes diumumkan sebagai pengganti Ferguson pada 9 Mei 2013, Mou pun hancur. Ia berulang kali menelepon para agen di Gestifute hanya untuk melampiaskan frustasinya. Lewat telepon, mereka mendengar bagaimana Mou menangis dan berteriak berulang kali. Posisi impiannya telah direbut oleh seorang pelatih yang tak pernah memenangkan apa-apa.

Agar namanya tak tercoreng lebih jauh lagi, Gestifute coba lakukan pencegahan. Agensi itu coba menghubungi jurnalis untuk menyebarkan berita bahwa sebenarnya Mou telah ditawari jabatan itu oleh Ferguson, namun Mou menolak karena istrinya lebih memilih untuk tinggal di London. Dan karena alasan itu, Mou lebih condong ke Chelsea.

Sayangnya, Mou justru memberikan pernyataan yang bertentangan. Melalui wawancara dengan Sky, Mou berkata bahwa Fergie hanya terarik kepadanya tapi tak pernah memberikan tawaran, karena Fergie tahu bahwa Mou ingin kembali ke Chelsea. Sungguh kontradiksi yang tidak direncanakan.

Seluruh peristiwa dalam 3 hari itu akhirnya menjadi beban yang sangat berat untuk Mou dan membuatnya depresi. Selama dua minggu ia menghilang dan bahkan tak berbicara pada pemainnya di Real.

***

Pada 17 Mei, Real Madrid bertemu dengan Atletico di final Copa Del Rey. Mereka sungguh tak memiliki persiapan yang cukup untuk menghadapi partai itu.

Jika Mou sendiri sudah malas mengurusi timnya, para pemainnya pun mulai berbalik badan meninggalkan dirinya. Mereka melihat Mou sebagai sosok yang bisa menghancurkan karir pemainnya dengan mudah. Jika sang kapten legendaris, Iker Casillas, saja bisa dengan mudah disingkirkan, bagaimana nasib pemain lain?

Seorang saksi dari pusat pelatihan Real Madrid di Valdebebas mengatakan bagaimana parahnya hubungan Mou dan timnya. Bahkan, para pemain El Real rela kalah di final jika itu berarti Mou juga kalah.

Team talk yang dilakukan Mou pun tak seperti biasanya. Jika pelatih yang memberikan treble bersama Inter Milan itu biasanya mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar semangat anak-anak asuhnya, sehari sebelum final Mou hanya berdiam diri. Dia terlihat pucat dan menghabiskan waktu sendirian di kantornya.

Pada akhirnya Real Madrid pun kalah melawan seteru sekaligus tetangganya itu, dengan Mou yang diusir wasit di menit-menit akhir pertandingan. Pada tahun ketiga sekaligus tahun terakhirnya bersama Los Galacticos, Mou tidak berhasil mengangkat piala apapun di atas kepalanya. Bahkan, saat seharusnya menerima medali juara kedua dari Raja Spanyol, Juan Carlos, Mou sampai melanggar protokol dan malah mengirim asistennya ke podium.

Mou hanya pergi ke ruang konfrensi pers untuk menyampaikan kata-kata terakhirnya sebagai pelatih Real Madrid.

"Sepanjang karir, ini adalah musim terburuk saya," ujar Mou.

Catatan: Seluruh kisah di atas dicukil dari buku Diego Torres, "The Special One". Hubungan antara Mou dan Torres sendiri kurang akur, dan Mou pernah menyatakan bahwa Torres seharusnya mengarang buku fiksi untuk anak-anak saja. Torres adalah wartawan El Pais yang pernah bertugas khusus untuk meliput Real Madrid.

(vws)

Komentar