Meluruskan Salah Kaprah Istilah False Nine

Taktik

by Ardy Nurhadi Shufi 98019 Pilihan

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Meluruskan Salah Kaprah Istilah False Nine

Halaman kedua

Skema 4-1-4-1 tanpa penyerang ini membuat Roma menyerang sangat cair (fluid) karena mereka tidak menyerang hanya lewat satu sisi. Dalam 4-1-4-1, Spalletti membaginya ke dalam dua grup, lima pemain bertahan, dan lima pemain menyerang. Lima pemain bertahan dipimpin oleh Daniele De Rossi, sementara lima pemain menyerang dipimpin oleh Totti. Dengan visi, kreasi dan teknik yang dimilikinya, Totti pun bisa membuat serangan Roma lebih dinamis dan menyerang lewat segala arah.

Saat serangan dari segala arah tersebut membuat lini pertahanan lawan kewalahan, Totti juga bisa mendapatkan ruang yang cukup ketika lini pertahanan lawan terfokus pada pemain lain (Mancini dan Rodrigo Taddei di kedua sayap, Simone Perrotta dan David Pizarro di tengah) yang memanfaatkan ruang hasil kreasi Totti. Dengan serangan seperti ini, tak hanya Totti yang mencetak banyak gol, Mancini dan Perrotta juga masing-masing berhasil mencetak 13 gol pada musim tersebut.

Totti yang semakin bertambah usia membuat keluwesannya bermain berkurang setiap musimnya. Spalletti pun coba mereplika sosok Totti dengan merekrut Julio Baptista dan Jeremy Menez, dua pemain yang bisa bermain sebagai gelandang serang maupun penyerang. Namun hasilnya nihil hingga Spalletti memutuskan mundur dari kursi kepelatihan Roma pada 2009.

Di saat era Spalletti berakhir bersama Roma, di tahun yang sama, sebelum itu, Pep Guardiola yang kala itu menjadi pelatih Barcelona membuat false nine seolah terlahir kembali pada laga akbar bertajuk El Clasico menghadapi Real Madrid. Ketika itu, ia memanfaatkan seorang pemuda berusia 21 tahun menjadi otak serangan Barca pada laga yang berakhir dengan skor 6-2 tersebut. Pemuda itu Lionel Messi.

Sehari sebelum pertandingan tersebut, seperti yang dikisahkan dalam otobiografi Pep yang berjudul "Herr Pep", Pep menelepon Messi pada pukul 10 malam untuk memberikan instruksi khusus padanya di laga El Clasico tersebut. "Leo, ini aku, Pep. Aku baru saja melihat sesuatu yang penting. Lebih baik kau datang ke sini sekarang. Sekarang, aku mohon," kata Pep dalam tulisannya.

Messi lantas datang ke kantor Pep. Pep kemudian menunjukkan rekaman pertandingan Real Madrid dan memberitahu area kosong yang nantinya akan menjadi area bermain Messi. Area tersebut terletak di antara dua bek tengah Madrid dan dua gelandang tengah Madrid karena kegemaran gelandang Madrid yang selalu melancarkan tekel agresif pada gelandang lawan. Messi diwajibkan berada di area tersebut untuk memancing salah satu di antara bek tengah Madrid, antara Cristoph Metzelder ataupun Fabio Cannavaro, untuk keluar dari pakem bermainnya. Pep menyebutnya dengan "Messi Zone".

Ketika pertandingan, Pep awalnya memainkan skema 4-3-3 seperti biasa. Messi ditempatkan di sayap kanan. Di tengah Samuel Eto`o, di kiri Thierry Henry. Namun pada menit ke-10, rencana Pep mulai dijalankan. Messi menempati "Messi Zone" sesuai yang diarahkan Pep malam sebelumnya. Meski terlihat seperti pertukaran biasa, pertukaran ini merupakan pertukaran tak biasa bagi Metzelder dan Cannavaro.

"Fabio [Cannavaro] dan aku saling memandang," kata Metzelder pada Marti Perarnau, penulis Herr Pep. "Kami seolah bertanya, `Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita harus mengikutinya ke tengah atau menjaga kedalaman?`. Saat itu kami benar-benar tak memiliki petunjuk."

Cannavaro dan Metzelder kebingungan. Hingga akhirnya mereka kerap terpancing untuk menjaga Messi. Di situlah celah di lini pertahanan Madrid sering tercipta. Garis pertahanan Madrid tak seimbang. Umpan-umpan dan pergerakan Messi berhasil memorak-porandakan pertahanan Madrid dengan enam gol yang mereka ciptakan.

Messi sebelum (atas) dan sesudah (bawah) bermain sebagai false nine di laga Real Madrid vs Barcelona (2 Mei 2009).

Pada laga tersebut, selain mencetak asis, Messi juga mencetak dua gol. Dari sini Pep sudah melihat kemampuan Messi bermain di area antara gelandang bertahan dan bek tengah. Sejak saat itulah Messi bermain sebagai false nine, yang menjadi gaya permainan khasnya hingga saat ini.

Di Barcelona sendiri, tidak hanya Messi yang mengemban peran false nine. Cesc Fabregas pun sempat dicoba oleh Pep bermain sebagai false nine ketika ia kembali ke Barcelona pada 2011. Bahkan lewat peran ini, Spanyol asuhan Vicente del Bosque berani bermain dengan formasi dasar 4-6-0 pada Piala Eropa 2012 karena kemampuan Fabregas bermain sebagai false nine. Dari situlah false nine identik dengan seorang gelandang yang ditempatkan sebagai penyerang.

***

Dari cerita-cerita di atas, peran false nine memiliki beberapa kecenderungan. Seorang false nine tidak banyak bermain di area kotak penalti layaknya penyerang klasik. Seorang false nine bahkan tampak seperti seorang gelandang serang yang punya visi, daya jelajah, teknik (umpan maupun dribel) dan kreasi serangan yang tinggi. Maka dari itu tugasnya tidak hanya mencetak gol, ia juga harus menciptakan ruang bagi dirinya sendiri maupun rekan setim.

Sentuhan Messi saat bermain sebagai false nine vs Girona, mayoritas bermain di area antara bek tengah dan gelandang tengah.

Dengan tugas seperti ini, tak banyak memang pemain yang bisa bermain sebagai false nine. Selain Totti dan Messi, pemain yang dikenal mahir bermain sebagai false nine adalah Fabregas. Sekarang baru muncul Dries Mertens yang produktif bersama Napoli setelah diplot sebagai false nine oleh Maurizio Sarri karena penyerang mereka, Arkadiusz Milik, cedera panjang. Sarri bahkan menyebut false nine yang diperankan Mertens dengan falso nuevo.

Dalam penyebutan peran, kita memang tidak bisa hanya melihat posisinya saja, tapi juga bagaimana ia bermain. Apalagi untuk peran false nine, terbilang tidak sembarangan karena hanya sedikit pemain yang fasih memerankan peran ini.

Komentar