Kemenangan Harusnya Bukan Prioritas Pemain Muda

Sains

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kemenangan Harusnya Bukan Prioritas Pemain Muda

Dalam sebuah pengembangan pemain usia muda, kemenangan bukanlah segalanya. Para pemain dituntut untuk lebih memahami apa yang mesti dilakukan di atas lapangan sebagai bekal mereka saat menginjak remaja.

Pemahaman seperti itu awalnya ditolah mentah-mentah oleh instruktur dan pelatih pemain usia muda, Coach V. Saat ia mengikuti kompetisi usia muda, sang pelatih selalu berucap kalau kemenangan bukanlah hal yang utama. Lalu, Coach V pun mulai bertanya-tanya, “Kalau kemenangan bukan segalanya, lalu mengapa mereka terus mencetak gol, dan mengapa liga usia muda punya sistem gugur pada akhir musim?”

Seiring waktu berjalan, Coach V pun mulai memahami mengapa umumnya pelatih tim U-12 selalu berkata demikian. “Kami mengajari pemain usia muda teknik dasar dan fokus pada hal-hal yang sederhana. Kami memperlihatkan para pemain muda untuk bersenang-senang dalam pertandingan, tapi di waktu yang sama kemampuan dasar membuat mereka pemain dengan kemampuan hebat,” tulis Coach V di Active.com.

Lalu, saat musim kompetisi mulai digelar, banyak pelatih yang melakukan kesalahan.

Menahan Dorongan untuk Menang

Pelatih pemain muda diwajibkan untuk bisa menahan keinginan untuk selalu memenangkan pertandingan dengan berbagai cara. Tugas pelatih tim muda adalah mengajari pemain agar kemampuan individunya berkembang. Kemampuan tersebut tidak hanya dilakukan saat latihan, tapi juga ketika bermain dan secara otomatis berubah menjadi insting.

Mengganti penyerang utama dengan penyerang cadangan jelas bukan hal yang tepat saat kondisi tengah tertinggal. Namun, rotasi pemain amat pentng bagi pemain muda untuk memeroleh menit bermain. Maka, jangan heran jika ada pelatih yang menurunkan pemain cadangan saat ia dalam kondisi tertinggal.

Kesalahan pelatih pemain muda adalah lebih banyak bicara soal taktik. Awalnya mereka menghabiskan waktu untuk melatih kemampuan teknik pemain. Namun, saat selalu mengalami kekalahan, pelatih langsung mengubah menu latihannya dengan meminggirkan latihan teknik.

Coach V menulis bahwa orang tua juga menjadi faktor penting mengapa pelatih mengurangi latihan teknik. Orang tua umumnya tak ingin anak-anak mereka selalu menderita kekalahan. Mereka ingin mendapat rasa bangga saat anaknya berada di kesebelasan yang selalu menang. Saat anaknya kalah, mereka akan beralasan kalau masalah ada pada pelatih dan cara ia memberi arahan.

Bukan Soal Taktik


Juara! (Sumber: westpascosoccer.com)

Coach V berasalan kalau tugas pelatih pemain muda bukanlah mengajarkan anak 10 tahun untuk memahami taktik dalam pertandingan. Tujuan pengembangan pemain muda adalah untuk membiasakan mereka mengerti bagaimana menghadapi situasi tertentu di atas lapangan.

Kreativitas dan visi dalam pertandingan hanya akan datang saat pemain fokus dalam pertandingan, bukan dari taktik dan lainnya. “Sulit untuk menjadi kreatif saat Anda terus merasa berdosa saat menggiring bola,” tulis Coach V.

Taktik akan memberi beban bagi para pemain, dan itu tidaklah cocok untuk pemain muda. “Kita mulai menceramahi anak sembilan tahun tentang “thirds of the field”, melupakan bahwa mereka semua hanya memerhatikan bola di kaki mereka,” kata Coach V.

Taktik memang perlu bagi pengembangan pemain, tapi kemampuan teknik jelas lebih dibutuhkan. Tanpa kemampuan teknik yang baik, mustahil pemain muda yang selalu menang, bisa sukses ke depannya.

Baca: Melihat Langsung Bagaimana Samurai Muda Diasah

Duduk Bersama

Agar pengembangan pemain muda bisa lancar, ada baiknya jajaran pelatih, direktur kesebelasan, orang tua, dan para pemain itu sendiri duduk bersama memahami program pengembangan pemain muda. Dengan ini, pelatih bisa mengembangkan bakat pemain demi masa depannya.

Soal taktik yang rumit, pada akhirnya akan dipahami oleh para pemain seiring dengan waktu berjalan. Dengan semakin matangnya usia pemain, ia akan mengerti taktik macam apa yang diinginkan oleh pelatih. Ia tak lagi memerhatikan bagaimana caranya menggiring bola, karena hal tersebut sudah menjadi bagian dari insting.

Masalah di Indonesia?

Salah satu alasannya barangkali adalah program latihan usia muda yang dijalankan para pemain tersebut kurang tepat. Pelatih memaksa untuk memenangi pertandingan lewat taktik yang ia arahkan. Pemain yang dipasang adalah para pemain jagoan, sementara pemain cadangan terpinggirkan.

Kita barangkali senang jika kesebelasan negara Indonesia menjadi juara dalam kompetisi U-12. Padahal, hal tersebut bukanlah patokan. Toh banyak dari kita yang sering mendengar komentator televisi mengomentari kesalahan mendasar para pemain senior, seperti mengoper dan mengontrol bola. Bisa jadi hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan individu pemain senior akibat ia terlalu sering dipaksa menang oleh pelatihnya di tim junior.

Namun, tetap saja argumen Coach V ini juga ada bantahannya. Paul Scholes pernah bicara kalau salah satu kesuksesan dirinya tak lain karena akademi Manchester United yang memiliki atmosfer juara, di mana setiap pertandingan selalu mereka menangkan. Ini turut membawa mental pemain muda untuk siap dan bertanggung jawab atas sebuah kemenangan.

Bagaimana menurut Anda?


Baca juga: Belajar dari Jepang Soal Pembinaan

Kejuaraan Antar SMA Kunci Jepang ke Piala Dunia


Disadur dengan penambahan  dari: Active.com

Komentar