Peran Pemain No 10 Yang jadi Kunci Kesuksesan Piala Dunia 2014

Taktik

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Peran Pemain No 10 Yang jadi Kunci Kesuksesan Piala Dunia 2014

Dari semua tim yang lolos setidaknya sampai semi-final, ada Brasil dan Argentina, Meskipun faktanya kedua tim di atas tidaklah luar biasa, tetapi ada si pemain No. 10 yang sangat luar biasa: Neymar dan Lionel Messi.

Kedua pemain di atas sangat cocok dengan obsesi Amerika Latin akan sosok No. 10, dan kedua manajer juga memainkan sistem yang bersandar pada bintang mereka tersebut.

Scolari telah memainkan 4-2-3-1 yang sama dari awal turnamen sampai pertandingan terakhir mereka. Dengan Neymar pada peran pemain No. 10, Brasil menjadi berbeda. Ini bukan soal Neymarnya Brasil, tetapi malah jadi Brasilnya Neymar.

Oscar disingkirkan ke posisi yang lebih melebar sebagai pekerja daripada sebagai seorang kreator seperti yang ia perankan di Chelsea ataupun Brasil pada Piala Konfederasi 2013. Hulk dikorbankan juga ke sayap sehingga ia kesulitan dalam menemukan ruang menembak. Lalu keberadaan Fred di depan menjadi tidak berguna.

Neymar memang lebih seperti Messi daripada seperti (Cristiano) Ronaldo. "Neymar bermain pada ruang yang pendek dan kecil, ia keluar pada titik yang semit ketika ia dikelilingi oleh pemain lainnya. Neymar itu hybrid: ia adalah sang pemain No. 9, 11, 8, 7, dan 10", klaim Scolari.

Cara Argentina Mengorbankan Tim Mereka untuk Messi

Sedangkan sistem Argentina telah terstruktur pada Messi sejak tahun 2011. Alejandro Sabella yang kebingungan dalam mencari peran terbaik Messi untuk Argentina beberapa kali bereksperimen.

Lalu Sabella pergi ke Barcelona untuk mencari tahu apa yang sebenarnya Messi inginkan, yang mana adalah ia bermain dalam formasi ketika ia dikelilingi oleh pemain-pemain menyerang. Messi memperjelas bahwa ia tidak suka bermain dengan satu atau dua pemain depan. Sabella kemudian merubah formasi 5-3-2 andalannya ke formasi 4-3-3 yang kadang berubah juga menjadi 4-2-4.

“Itu bukanlah sesuatu yang pernah saya lakukan sebelumnya, tapi keadaan unik ini memang membutuhkan pendekatan yang unik juga. Tentunya saya juga sadar strategi ini berpotensi untuk menjadi tidak seimbang, tapi dalam waktu yang sama kita juga berpotensi untuk mencetak banyak gol dengan strategi ini”, kata Sabella.

Meskipun demikian, sebenarnya Sabella pernah bereksperimen dengan 5-3-2 pada pertandingan pembuka melawan Bosnia dan Herzegovina, strategi yang dinilai tidak sukses.

“Pada babak pertama, kami terlalu sering memberikan penguasaan bola kepada Bosnia dan saya bermain terlalu ke dalam”, komlain Messi. “Saya sendirian dan Agüero juga sendirian. Sangat sulit. Kami lebih menyukai 4-3-3 karena ketika kami menyerang, kami jadi lebih banyak memiliki opsi untuk mengoper dan mencetak gol. Kami bermain dan menyerang lebih baik di formasi ini”, tutup Messi.

Dibandingkan menjiplak Barça, rencana utamanya adalah lebih kepada pendekatan taktik Real Madrid: penetrasi daripada penguasaan bola. Argentina di bawah Sabella telah bermutasi menjadi mesin serangan balik dengan dua gelandang yang berpatroli, melindungi, dan mengoper bola ke depan kepada Messi ataupun tiga bidadara pendampingnya: Gonzalo Higuaín, Sergio Agüero, atau Ángel di María.

Sistem ini telah terstruktur untuk menyesuaikan Messi. Dibanding dengan sistem 4-3-3 dengan false nine milik Barcelona yang tidak bisa berjaan dengan baik di Argentina, Sabella memainkan 4-3-3 yang lebih cair, dengan di María sering lari dari area lapagan tengah ke depan untuk membantu Agüero, Higuaín, dan Messi.

Sejak Agüero cedera, Argentina mencoba bermain dengan 4-2-3-1 seperti saat mereka menghadapi Swiss, Belgia, dan juga Belanda. Ezequiel Lavezzi dan di María bermain melebar, Messi adalah si pemain No. 10, sementara Higuaín di depan. Lalu pada final, absennya di María malah menjadi sorotan kenapa Messi tidak bisa membawa timnya tersebut juara.

Memang tidak akan ada habisnya.

Pemain No. 10 Terbaik Turnamen

Meskipun Messi berhasil meraih penghargaan Golden Ball, memang salah satu hal yang luar biasa dari turnamen kali ini adalah tentang bagaimana pemain bintang bisa bersinar ketika ia diberi peran yang lebih sentral. Sesuatu yang bisa menjadi anugerah maupun bencana.

Selain Neymar dan Messi, ada Arjen Robben untuk Belanda. Ia beberapa kali dimainkan di posisi yang lebih sentral, tidak seperti yang biasa ia mainkan di FC Bayern Munich. Ia diberi kebebasan untuk tetap berada di depan, meluncur ke sayap maupun ke tengah, lalu melakukan dribel mematikan menuju gawang. Peran ini yang membuat sang kapten Robin van Persie malu-malu kucing dan malah membuatnya menjadi "striker sesungguhnya".

Alexis Sanchez juga melakukan hal yang serupa untuk Chili. Ia melakukan lebih dari sekedar apa yang ia lakukan di Barcelona, yaitu ketika ia hanya sebagai decoy untuk Messi. Ia adalah sosok pemain No. 10 klasik di turnamen ini. Itulah kenapa ia dijual oleh Barcelona (mungkin), karena Neymar, Messi, dan Sanchez tidak cocok bermain bersama, pasti ada yang harus dikorbankan.

Namun dari semua pemain di atas, satu pemain yang paling sempurna adalah sang top skorer, James Rodriguez. Sebelum Radamel Falcao Garcia absen dari turnamen, ia biasa bermain di kiri pada formasi 4-2-2-2 Kolombia. Namun, pada turnamen ini ia diberi peran pemain No. 10 pada formasi 4-2-3-1, sama seperti Neymar dan Messi.

Tendangan agungnya atas Uruguay menjadi contoh sempurna kebrilianan individunya. Ia juga memiliki impak yang menyeluruh bagi Kolombia. Pada dua pertandingan awal, ia beberapa kali turun ke daerah lini tengah untuk mengirimkan operan-operan ajaib ke sayap-sayapnya.

Saat melawan Pantai Gading, ia membuka skor dengan sundulannya yang menyambut umpan dari sepakan pojok, sebelum menyegel gol kedua Juan Quintero yang berawal dari tekel briliannya di tengah.

Ini memang bukanlah yang kita harapkan dari pemain No. 10 klasik ala Amerika Latin, tapi Rodriguez telah diberikan kebebasan untuk melakukan apapun sesuka hatinya.

Jadi, apakah Brasil, Argentina, Belanda, Chili, dan Kolombia adalah negara yang sudah bermain luar biasa di Piala Dunia 2014? Jawabannya mungkin tidak. Tapi Neymar, Messi, Robben, Sanchez, dan Rodriguez sudah membuktikan bahwa mereka adalah pemain-pemain yang luar biasa.

Jika turnamen ini adalah turnamen individual, salah satu mereka pasti sudah menjadi pemenangnya. Tapi sayangnya, penghargaan tertinggi untuk seorang pemain terbaik adalah Piala Dunia itu sendiri, dan Jerman adalah pemenangnya.

Komentar