Menanti Hadirnya Derbi Kediri di Liga 3

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Menanti Hadirnya Derbi Kediri di Liga 3

Naskah Pesta Bola Indonesia oleh: Rudi Prastyo

Kediri adalah daerah tingkat dua yang berada dalam wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, Kediri berbatasan langsung dengan Kabupaten Jombang (utara), Kabupaten Malang (timur), Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung (selatan) serta Kabupaten Nganjuk (barat).

Secara administrasi, Kediri terbagi menjadi dua wilayah: Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Keduanya sama-sama dilalui Sungai Brantas, sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Timur.

Persik Kediri

Membicarakan sepakbola Kediri tentu tidak bisa tidak membicarakan sebuah kesebelasan bernama Persik Kediri. Kesebelasan yang berdiri pada 1950 dan bermarkas di Stadion Brawijaya itu pernah dua kali menjadi kampiun Liga Indonesia (Ligina), yaitu pada 2003 dan 2006. Kesuksesan Persik ikut mendongkrak nama Kediri di level nasional saat itu.

Keberhasilan Persik meraih gelar juara Ligina 2003 yang digelar dalam format satu wilayah membuat sepakbola Kediri mulai diperbincangkan di kancah nasional, terlebih saat itu Persik berstatus tim promosi.

Persik yang sat itu berlabel “tim kampung” karena tidak punya nama besar di dalamnya justru mampu mengakhiri liga di urutan pertama, mengungguli kesebelasan-kesebelasan legendaris yang diperkuat pemain-pemain tim nasional seperti PSM Makassar, Persita Tanggerang, dan Persija Jakarta.

Berstatus juara Ligina 2003, Persik mendapat kehormatan mewakili Indonesia di Liga Champions Asia 2004. Itu kali pertama Persik mencicipi kompetisi level Asia. Saat itu Persik berada dalam grup yang sama dengan Seongnam Ilhwa Chunma (Korea Selatan), Binh Dinh FC (Vietnam), dan Yokohama Marinos (Jepang). Kala itu, Yokohama diperkuat penyerang andalan mereka, Ahn Jung Hwan—pemain berkebangsaan Korea Selatan yang mengandaskan Italia di 16 besar Piala Dunia 2002.

Persik yang saat itu “hanya” diperkuat pemain-pemain lokal seperti Musikan, Hariyanto, Solekan, Ngadiono, serta pemain asing andalan mereka, Bamidele Frank Bob Manuel, hanya mampu menang atas Binh Dinh di kandang mereka dan bermain imbang ketika berkunjung ke Vietnam.

Selebihnya, Persik dipaksa mengakui kehebatan lawan-lawannya. Bahkan, ketika berkunjung ke markas Seongnam, gawang Persik dibobol sebanyak 15 kali. Ya, 15 kali.

Selang tiga tahun kemudian, Persik kembali menjadi juara Ligina. Pada pertandingan pamungkas, Persik menang tipis 1-0 atas PSIS Semarang. Gol tunggal pertandingan tersebut dicetak Christian “Si Gila” Gonzales, dari umpan silang Ebi T. Sukore.

Menjadi juara membuat Persik mewakili Indonesia di ajang Liga Champions Asia 2007. Tergabung di grup neraka bersama Urawa Red Diamonds (Jepang), Shanghai Shenhua (Tiongkok), dan Sydney FC (Australia) tak membuat nyali Persik ciut. Kali ini skuad Persik lebih mentereng, dengan nama-nama bintang lokal seperti Budi Sudarsono, Aris Budi, Khusnul Yuli, serta trio pemain asing terbaik yang pernah ada di Liga Indonesia: Ronald Fagundez, Danilo Fernando, dan tentunya Christian Gonzalez. Hasilnya, Persik tak terkalahkan ketika bermain sebagai tuan rumah dengan dua kali menang dan sekali imbang.

Selanjutnya, manajemen Persik mulai jor-joran mendatangkan nama-nama lokal berlabel timnas, seperti Markus Horison, Hamka Hamzah, Saktiawan Sinaga, Mahyadi Panggeban, dan lainnya. Bahkan dengan deretan pemain yang begitu mentereng, Persik dilabeli sebagai Los Galacticos-nya Indonesia, dan selalu menjadi favorit juara setiap musimnya.

Cerita berubah ketika di musim 2009/10, Persik turun level setelah gagal meraih cukup poin untuk bertahan di divisi tertinggi. Terlebih, larangan penggunaan APBD untuk kesebelasan sepakbola profesional seakan menjadi awal “dunia terbalik” dari Persik.

Kemandirian finansial yang belum matang membuat manajemen melakukan rasionalisasi gaji pemain. Imbasnya, banyak pemain bintang yang meninggalkan Persik, termasuk juru gedor andalan mereka, Christian Gonzales, yang dipinjamkan ke Persib Bandung pada paruh kedua Liga Super Indonesia (LSI) musim 2008/09.

Bermain di level kedua, minim sponsor, serta tidak diperkuat banyak pemain bintang membuat langkah Persik terseok-seok di setiap musimnya. Persik sempat promosi kembali di LSI musim 2014, namun, Persik dipaksa kembali turun level di 2015 bersama Persiwa Wamena dengan alasan finansial. Setelah itu, Persik mulai akrab berkompetisi di level kedua.

Gelaran Liga 2 musim 2017 dapat dibilang menjadi titik nadir Persik. Jangankan kembali ke habitat mereka di Liga 1, bertahan di Liga 2 pun Persik tak mampu.

Persik hanya mampu mengakhiri kompetisi di peringkat ketiga klasemen Grup F, dan harus menjalani babak play-off untuk dapat bertahan di Liga 2. Tragis, Persik justru kalah dari PSIR Rembang dengan skor tipis 0-1.

Kekalahan tersebut mungkin menjadi kekalahan paling menyakitkan bagi para pendukung Persik. Pasalnya, kekalahan tersebut seolah menjadi ucapan selamat datang di Liga 3.

Persedikab Kediri

Kesebelasan sepakbola di Kediri bukan hanya Persik. Masih ada sang saudara muda, Persedikab Kediri. Persedikab didirikan pada 1989 dan bermarkas di Stadion Canda Bhirawa, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Letaknya lebih kurang 27 km dari Stadion Brawijaya di Kota Kediri.

Keberadaan Persedikab seolah tertutupi nama besar Persik. Sepanjang sejarah mereka berkompetisi di Indonesia, Persedikab pernah masuk Ligina pada era 90an. Selebihnya, mereka lebih sering berkutat di level bawah seperti Divisi 2, Liga Nusantara, juga Liga 3.

Kenyataan itulah yang membuat pecinta sepakbola Kediri turun tangan. Para anak muda dan elemen suporter menginisiasi kembali eksistensi Persedikab. Kesebelasan mulai digairahkan, berbagai uji tanding diselenggarakan, sehingga perlahan animo penonton mulai berdatangan.

Gayung bersambut. Beberapa perwakilan suporter dimasukkan ke dalam jajaran manajemen yang baru. Semangat pembaharuan mulai digaungkan, rebranding dilakukan, logo baru diluncurkan, promosi dan pemberitaan di media sosial dijalankan. Imbasnya, gelaran Liga 3 musim 2017 membuat Persedikab kini tak lagi berjuang sendirian. Di pinggir lapangan, mulai terdengar teriakan, nyanyian, yel-yel, serta koreo yang ditampilkan sepanjang pertandingan.

Manifesto Persedikab seperti “Bersatu Menghidupi”, nyatanya dibuktikan dengan usaha manajemen untuk mendatangkan sponsor. Meskipun belum besar, setidaknya mereka sudah berada di jalur yang benar.

Potensi Hadirnya Derbi Kediri

Bagi publik sepakbola di Kediri, ada yang menarik di gelaran Liga 3 musim 2018. Itu karena kedua tim yang berasal dari Kediri berlaga disana. Persik dan Persedikab akan memulai petualangan mereka di Liga 3.

Persik yang terdegradasi musim lalu, langsung masuk di putaran nasional. Berdasarkan hasil pengundian, Persik berada di Grup 5 bersama PSBK Kota Blitar, Persinga Ngawi, Madiun Putra, dan Persipon Pontianak. Babak ini akan dimulai pada Juni 2018.

Sementara itu, Persedikab harus berkeringat lebih awal, karena harus mengawali dari putaran regional Jatim. Persedikab berada di Grup C bersama Persibo Bojonegoro, Persemag Magetan, Persepon Ponorogo, Perspa Pacitan, Blitar United, dan Bumi Wali. Pada pertandingan pertama, Persedikab sudah harus bertandang ke Bojonegoro, untuk melawan Persibo pada 1 April 2018.

Berbagai persiapan telah digelar baik oleh Persik maupun Persedikab, termasuk mengadakan uji tanding. Terakhir, Persik takluk 1-0 dari tuan rumah PSID Jombang. Sebaliknya, Persedikab mengalahkan tamunya Persekabpas Pasuruan dengan skor meyakinkan, 4-0.

Jika Persedikab lolos dari grup dan putaran regional, bukan tidak mungkin Persedikab akan bertemu Persik di putaran nasional. Artinya, akan ada Derbi Kediri yang terjadi di Liga 3. Dua tim, satu wilayah, akan saling bunuh untuk menentukan siapa yang berhak melangkah lebih jauh.

Tensi tinggi dan adu gengsi sudah pasti akan menjadi bumbu dalam sebuah pertandingan derbi. Terlebih, keduanya belum pernah bertemu dalam gelaran liga, setidaknya semenjak Persik mengawali promosi ke Divisi Utama tahun 2003. Apalagi, keduanya sama-sama didukung oleh barisan suporter fanatik. Persik dengan gerbong Persikmania, sementara Fire Ant Colony sudah siap mengawal Persedikab dari belakang.

Adu koreo, dentuman suara drum, teriakan yel-yel, saling balas chant, kibaran giant flag, juga panji-panji kebesaran keduanya akan dapat disaksikan sepanjang pertandingan. Persik dengan warna ungu, Persedikab dengan warna merah. Tentunya dengan disertai warna hitam, khas para ultras mereka.

Imaji penulis makin liar, membayangkan ketika peluit wasit ditiup pertanda pertandingan berakhir. Para pemain kedua kesebelasan menghampiri para pendukung masing-masing yang biasanya berdiri di tribun belakang gawang, kemudian saling berangkulan dan secara bersama menyanyikan anthem kesebelasan masing-masing. Saling menguatkan, saling membesarkan hati apa pun hasilnya pada pertandingan itu.

Jika itu terjadi, rasanya tidak perlu jauh-jauh pergi ke daratan Italia untuk menikmati pertandingan derbi dengan suasana berisik. Kini semua menanti potensi derbi yang akan tersaji di sini, di tanah kelahiran sendiri.

Ah, pasti indah sekali.


Penulis adalah seorang pengajar yang berdomisili di Kediri. Berkicau lewat akun Twitter @diipras dan dapat dihubungi lewat surel rudiprastyo@gmail.com. Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing, dalam rangka Pesta Bola Indonesia 2018. Isi dan opini tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar