Negosiasi Transfer à la Ojek Pangkalan

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Negosiasi Transfer à la Ojek Pangkalan

Karya Auliyaurrohman Nuril Afwan

Aktivitas transfer kesebelasan-kesebelasan Eropa pada musim panas 2015 ini telah berakhir. Kegilaan drama yang dimulai sejak awal Juli ini pun menghasilkan sejumlah kejutan dari berbagai penjuru, khususnya pada ment-menit akhir bursa transfer.

Bergabungnya penyerang muda Anthony Martial ke Manchester United dengan harga yang sangat tinggi dan kegagalan pindahnya David De Gea ke Real Madrid merupakan beberapa contoh kejutan itu. Kejutan itu pun melengkapi, kelegaan bagi sejumlah pemain karena berhasil pindah klub untuk memperbaiki nasibnya, seperti misalnya Petr Cech, Angel Di Maria, atau Mario Balotelli.

Namun jika melihat rangkuman bursa transfer musim ini, ada benang merah dengan apa yang terjadi pada bursa transfer musim-musim sebelumnya; harga pemain yang melambung tinggi.

Jika ditelusuri ke belakang, mungkin melambungnya harga pemain ini dimulai sejak kepindahan Kaka dan Cristiano Ronaldo yang mampu memecahkan rekor transfer pemain sepakbola pada 2009. Rekor tersebut pada akhirnya tidak bertahan lama karena lagi-lagi dipecahkan oleh Real Madrid saat memboyong Gareth Bale empat tahun berselang.

Tapi rasanya para pemain yang dihargai mahal saat ini agak terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada transfer ketiga pemain tadi. Tidak ada yang bisa memungkiri kehebatan Kaka dan Cristiano Ronaldo. Berbagai gelar baik kolektif maupun individu telah mereka raih. Harga Gareth Bale yang juga sempat dipertanyakan pun ternyata hanya butuh semusim untuk balik modal karena Bale mampu membantu Madrid untuk meraih La Decima, di mana pemain asal Wales itu pun menyumbang gol pada babak final.

Sekarang, bagaimana bila harga yang tinggi diberikan pada pemain-pemain muda yang belum terjamin kehebatan dan kekonsistenannya seperti Luke Shaw, Kevin De Bruyne, atau Raheem Sterling atau bahkan yang terbaru Anthony Martial? Pantaskah mereka dan pemain-pemain muda lainnya dibeli dengan harga yang tinggi?

Untuk menjawab pantas tidaknya mereka memiliki harga yang tinggi tentu akan cukup sulit mengingat tidak ada mekanisme resmi dan pasti yang mampu mengatur penentuan harga seorang pemain sepakbola. Harga seorang pemain sepakbola pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti statistik permainannya, kualitas kemampuan yang dimiliki, image sang pemain di dunia sepakbola, hingga proyeksi masa depan pemain tersebut. Semakin bagus seorang pemain dalam memenuhi faktor-faktor tadi maka biasanya akan semakin tinggi pula harga jualnya.

Lalu bagaimana dengan para pemain muda yang memiliki harga tinggi tersebut? Satu-satunya faktor yang pasti dianggap tinggi adalah proyeksi masa depan pemain tersebut yang dilandasi oleh talenta yang dimilikinya. Secara image para pemain muda ini tentu belum memiliki image sekelas Ronaldo atau Messi atau bahkan David Luiz sekalipun.

Secara statistik permainan dan kualitas kemampuan pun para pemain ini masih terlalu bias untuk dihargai dengan harga yang tinggi. Sehingga lagi-lagi harga tinggi itu hanya dilandasi faktor proyeksi masa depan saja yang pada akhirnya proses negosiasi harga memegang peran yang sangat penting.

Proses negosiasi inilah yang pada akhirnya menentukan seberapa besar harga para pemain muda itu. Dan dalam proses ini, pihak yang lebih powerful tentu saja klub pemilik dan agen sang pemain. Kedua pihak ini tentu mengetahui lebih dalam tentang si pemain, berbeda dengan kesebelasan calon pembeli yang agak buta karena hanya mendasarinya dari hasil scouting dan mungkin atensi media terhadap pemain tersebut.

Nah, sistem seperti ini jika dipikir-pikir agak mirip dengan sistem penentuan harga ojek pangkalan yang dilandasi oleh proses negosiasi. Dan dalam proses ini, si tukang ojek-lah yang memiliki power lebih tinggi dibandingkan calon pengguna jasa, apalagi jika si calon pengguna jasa ini tidak terlalu mengetahui daerah yang ditujunya. Hal ini bisa menyebabkan tukang ojek dapat memberikan harga yang sangat tinggi meski sebenarnya ia bisa menyelesaikan tugasnya tanpa effort yang terlalu tinggi.

Bagaimana dengan ojek online yang sekarang ini marak beredar? Berbeda dengan ojek pangkalan, sistem penentuan harga ojek online dapat dikatakan lebih jelas meski tidak terlalu transparan. Harga yang harus dibayar oleh pengguna jasa didasari oleh seberapa jauh jarak yang ditempuh. Dan meski tanpa proses negosiasi, harga yang diberikan jauh lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan proses negosiasi dengan ojek pangkalan.

Dalam hal transfer pemain sepakbola, sistem negosiasi ala ojek pangkalan terjadi karena kurangnya informasi mengenai berapa harga yang pantas untuk dibayarkan demi mendapatkan seorang pemain. Apalagi jika pemain tersebut masih belum teruji benar kualitas dan prestasinya, seperti Sterling, Shaw, Martial, dan kawan-kawan. Dengan sistem negosiasi ala ojek pangkalan ini, klub pemilik dan agen pemain terlihat dapat bertingkah seperti tukang ojek pangkalan yang mematok harga sangat tinggi meski terkadang harga itu amatlah berlebihan.

Memang para klub pembeli memiliki sumber dana yang sangat besar dan seakan tak terlalu bermasalah mengeluarkan berapapun biayanya selama bisa mendapatkan pemain incarannya. Namun tetap saja akan aneh apabila seorang pemain muda yang belum terlalu jelas dihargai dengan harga yang sang tinggi.

Hal tersebut tak jauh berbeda dengan sistem negoisasi ojek pangkalan ketika yang ditempuh tidak terlalu jauh namun harus membayar dengan harga yang tinggi. Sampai suatu saat banyak klub yang menyadari hal ini, mungkin di masa mendatang akan ada standarisasi perihal penentuan harga pemain seperti yang terjadi dalam penentuan harga ojek online. Ya, mungkin saja.

Penulis merupakan seorang mantan mahasiswa yang jatuh cinta kepada sepak bola dan Chelsea. Berkicau di @afwannuril.

Komentar