Tiga Tahun Krusial untuk Memphis Depay

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Tiga Tahun Krusial untuk Memphis Depay

Oleh: Achmad Soni Adiffa


Manchester United identik dengan nomor punggung 7. Saking identiknya, nomor tersebut memiliki panggilan khusus yang tidak ada di kesebelasan lain: Magnificent Seven. Nomor tersebut pernah melekat di punggung banyak pemain hebat seperti George Best, Bryan Robson, Eric Cantona, David Beckham, dan Cristiano Ronaldo. Tak sembarangan orang dapat memakai Magnificent Seven namun belakangan, ada masalah dengan nomor punggung agung ini.

Sejak CR7 – julukan Ronaldo – pindah ke Spanyol (katanya untuk mewujudkan mimpinya atau mimpi ibunya sejak lama) untuk bermain di Real Madrid, Magnificent Seven seperti tidak menemukan tuan yang pantas. Penggunanya tidak ditakuti seperti para pendahulunya. Nomor 7 seolah hanya menjadi beban bagi pemain yang mengenakannya.

Nomor ini bahkan pernah mendarat di punggung Michael Owen, legenda Liverpool dan peraih Ballon D’Or yang diangkut dari Newcastle United. Jangan tanyakan prestasinya di Manchester United karena yang saya ingat hanya gol Owen ke gawang Manchester City, gol keempat Manchester United di pertandingan Manchester Derby, yang tercipta di injury time pula.

Lebih parah lagi, setelah Owen, nomor punggung 7 diberikan kepada Antonio Valencia. Sebelum mengenakan nomor punggung 7, Valencia mengenakan nomor punggung 25. Ketika mengenakan nomor punggung 25, Valencia dapat dengan mudah mengalahkan banyak lawan dengan kecepatannya. Bukannya menjadi lebih baik setelah mengenakan nomor punggung 7, Valencia malah lebih buruk. Permainan Valencia monoton dan kaki kirinya seperti tidak berfungsi.

Setelah Valencia datanglah pemain terbaik final Champions League 2014/14, Angel Di Maria. Dengan biaya transfer yang tidak murah, Louis van Gaal, manajer Manchester United, mendatangkan Di Maria dari Real Madrid. Walau pernah menjadi juara Champions League, Copa del Rey, dan memiliki medali perunggu Piala Dunia, Di Maria hanya tampil dalam kapasitas maksimal di awal musim saja. Di Maria memang mencetak dua digit assist (sepuluh), namun efektivitas dan efisiensi permainannya menurut saya masih kalah jauh dibanding dengan Ashley Young dan Marouane Fellaini yang, bersama David Moyes (manajer Manchester United sebelum Van Gaal) pantas disebut gagal total. Musim ini, Di Maria pindah ke Perancis dan bergabung dengan Zlatan Ibrahimovic di Paris Saint-Germain.

Di musim baru ini pula datang seorang anak muda yang digadang-gadang pantas mengenakan Magnificent Seven; bermodalkan usia yang masih muda, talenta yang besar, dan status pencetak gol terbanyak Eredivisie musim sebelumnya (juga sedikit membantu Belanda finish di peringkat ketiga Piala Dunia 2014): Memphis Depay.

Bermain di sayap kiri dan dengan gaya yang hampir sama dengan Cristiano Ronaldo (dan juga gaya kebanyakan winger sekarang) yaitu memanfaatkan kecepatan, gocekan yang tajam untuk melakukan gerakan cut inside dan shooting keras. Dengan cara ini ia mencetak dua gol dan satu assist ketika Manchester United menghantam wakil Belgia, Club Brugge, di play-off Champions League.

Di sinilah penyakit lama muncul kembali. Banyak yang langsung menyebut Depay “The Next Cristiano Ronaldo”. Para pendukung Manchester United senang melakukan ini dengan harapan pemain yang mereka sebut demikian benar-benar mampu menjadi Ronaldo baru. Sementara itu para pendukung kesebelasan saingan senang melakukan ini karena pemain-pemain yang disebut Ronaldo baru sudah terbukti gagal (sebutlah Luis Nani dan Antonio Valencia).

Saya tidak menolak pemberian julukan tersebut namun sebaiknya kita jangan terlalu cepat menyimpulkan karena (maaf) ini hanyalah pertandingan play-off Champions League. Di Premier League saja, Depay masih harus menjalani 36 pertandingan untuk membuktikan diri. Belum lagi pertandingan-pertandingan di kejuaraan-kejuaraan lain. Untuk membuktikan kebenaran sebuah riset saja dibutuhkan waktu tahunan, bukan harian.

Saya bersikap hati-hati karena sudah cukup kecewa oleh Valencia dan Di Maria yang otomatis masuk ke dalam daftar Failure Seven yang, dengan sendirinya, mematikan keampuhan senjata bernomor 7 di Manchester United, yang begitu menakutkan bagi lawan-lawan mereka.

Dua hingga tiga tahun Depay butuhkan untuk membuktikan diri di mana ia pantas berada. Dua hingga tiga tahun terkesan panjang, namun setiap hari krusial baginya karena jika ia gagal masuk ke dalam jajaran elite Magnificent Seven, ia akan selamanya dikenang sebagai Failure Seven.


Penulis tinggal di Kemanggisan, Jakarta Barat. Dapat dihubungi lewat akun Twitter @sonsonson_

Komentar