Fiorentina yang Memberontak dari Keterpurukan

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Fiorentina yang Memberontak dari Keterpurukan

Ditulis oleh Daniel Arief

Di akhir era 90an, Fiorentina adalah nama besar di ranah sepakbola Italia. Berbekal dengan pemain bintang yang terkenal dengan julukan three musketeers Francesco Toldo, Rui Costa dan sang Predator, Gabriel Batistuta pada akhir musim 1995-1996, Fiorentina memenangkan Coppa Italia yang mengantarkannya bertemu dengan peraih scudetto di musim yang sama, AC Milan.

Mereka berhasil mengalahkan Milan 3-1 di San Siro. Fiorentina di musim 1998-1999 terkenal sebagai salah satu penantang serius dalam perebutan scudetto, walau akhirnya harus puas di tempat ketiga.

Catatan sejarah Fiorentina memang tak mentereng jika dibandingkan dengan klub-klub lain di Serie, A meski ia pernah memenangkan sejumlah trofi, termasuk dua kali scudetto. Nama Fiorentina semakin terpuruk karena harus turun ke Serie B pada musim 2001-2002.

Beberapa saat setelahnya, mereka juga dinyatakan bangkrut. Deklarasi sebagai klub yang patah modal mengharuskan Fiorentina mengalami masa paling suram dalam perjalanannya, didegradasi dan bermain di level keempat industri sepakbola Italia, Serie C2.

Memasuki musim 2003-2004, momentum kebangkitan mulai terlihat di dalam kubu la viola. Pertama, melalui kemenangan presiden Diego Della Valle di pengadilan administrasi Italia untuk mengklaim kembali nama AC Fiorentina.

Kedua, kemenangan di babak play-off atas Perugia yang mengantarkan klub berlambang bunga lili merah ini ke pentas Serie A. Pasukan Ungu kembali menunjukkan taring yang selama ini disembunyikan kembali di balik senyum kecut ketika semua orang melayangkan caci maki.

Di bawah kendali Cesare Prandelli, Fiorentina menjadi tim yang disegani. Luca Toni bahkan mencatatkan rekor sebagai capocannonieri di akhir musim 2005-2006 dengan menorehkan 31 gol.  Peristiwa yang tak pernah terjadi pasca Antonio Angellilo melakukannya pada musim 1958-1959.

Fiorentina juga berhasil mengamankan satu tiket untuk berlaga di Liga Champions. Pencapaian ini melambungkan nama Prandelli dan Toni, sang striker yang mendapatkan sepatu emas Eropa kemudian beralih seragam ke Bayern Munich di musim panas 2007.

Namun, klub ini sempat terlibat skandal Calciopoli hingga dijatuhi hukuman menjalani musim 2006-2007 dengan minus 15 poin. Beruntung mereka lolos dari hukuman degradasi seperti yang menimpa Juventus.

Setelah kepergian Prandelli, La Viola memanggil Sinisa Mihajlovic untuk mengarsiteki tim. Sayang, si penendang bebas kidal yang dahulu berjaya sebagai pemain, kemudian dipecat karena dianggap gagal. Dellio Rossi yang saat itu menukangi Palermo, dibajak ke Artemio Franchi.

Di tahun 2012, L’Aeroplanino ditunjuk untuk menjadi pelatih. Vincenzo Montela adalah protagonis di lini depan AS Roma yang merupakan rekan tim legenda hidup Fiorentina, Batistuta. Keduanya adalah bagian dari rombongan serigala Roma yang memenangkan scudetto di tahun 2000. Kini Montella telah didepak dan digantikan oleh Paulo Sousa yang merupakan mantan pemain Juventus, musuh abadi bagi suporter Fiorentina.

Simak tulisan kami tentang bagaimana mengubah Fiorentina lewat Paulo Sousa

Kehadiran Sahabat Sejati di Laga Panas Juve-Fiorentina


Fiorentina ibarat Prometeus dalam mitologi Yunani, yang dikutuk karena pembangkangan yang dilakukannya. Klub ini telah ditasbihkan untuk menjadi sisi antagonis dalam sepakbola Italia yang penuh skandal dan drama, caci maki serta airmata.

Fiorentina yang bersusah payah membangun kebesarannya di jagat sepakbola Italia, dipaksa melihat seluruh pencapaiannya ambruk hingga hampir rata dengan tanah. Ketika mencoba bangkit, ia kembali mesti menerima pukulan yang membuatnya tersungkur dan terdampar di papan bawah. Tapi klub ini membayar lunas semuanya. Tak menyalahkan dan terus meratapi kekalahan, sebaliknya dengan penuh harga diri,

Fiorentina mencemooh skenario yang terus menerus melecehkannya. Ia kembali berdiri di atas kedua kakinya sembari memberi tatapan menantang bagi lawan yang terlalu awal memvonis bahwa simbol kejayaan sepakbola dari kota Firenze telah habis.

Della Valle, saat mengumumkan ke masyarakat kota Firenze bahwa AC Fiorentina telah lahir kembali berujar bahwa “sejarah ditulis oleh mereka yang percaya bahwa masa depan bukan berada di tangan Tuhan”. Bagi mereka yang menghabiskan waktunya membaca tulisan para pemberontak kesepian di masa lalu, akan menganggap bahwa kalimat itu klise. Tapi, tak bisa disangkal bahwa Della Valle benar adanya dan AC Fiorentina adalah monumen hidup dari pembuktian itu.

Mengalami pukulan paling telak dan terpuruk ke dasar yang mencoreng kebesaran cerita dari masa Renaissance di mana kota ini merupakan salah satu tulang punggungnya, La Viola bangkit dan merayakan kegagalan sembari menertawakan mereka yang percaya bahwa klub ini sudah tinggal cerita.

Artemio Franchi adalah arena sebenarnya bagi para gladiator, para petarung yang telah kehilangan segalanya namun tetap berdiri dan bertarung untuk satu alasan: membuktikan bahwa masa depan masih bisa berpihak padanya. Dengan hasil pra musim yang baik dengan mengalahkan Benfica, Chelsea, dan Barca, tak berlebihan kalau para suporter berharap lebih kepada klub yang mereka gilai.

Penulis biasa beredar di dunia maya dengan akun Twitter @danielarief12

Komentar