[On This Day 1965] Gheorghe Hagi, Pahlawan Rumania

Backpass

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

[On This Day 1965] Gheorghe Hagi, Pahlawan Rumania

Setiap anak memiliki pahlawannya masing-masing. Jika anda bertanya pada anak-anak Amerika, mungkin mereka akan menjawab Spiderman, Batman, atau Superman adalah panutan mereka. Namun jika anda bertanya pada anak-anak Rumania, jawabannya akan berbeda.

"Gheorghe Hagi adalah idolaku sejak aku masih kecil. Bagiku, Hagi adalah seorang superhero," jawab seseorang dengan akun Bogdan10 pada situs soccergaming.com.

Hagi yang lahir pada 5 Februari 1965 memang telah menginspirasi banyak anak-anak Rumania, khususnya untuk bermain sepakbola. Kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar telah membuat Rumania semakin dikenal dunia. Hagi dikenal sebagai ‘Maradona dari Negeri Balkan’.

Hagi memang salah satu talenta terbaik Romania. Ia menjadi pencetak gol terbanyak timnas Rumania bersama Adrian Mutu dengan 35 gol. Perlu diingat, posisi Hagi bukanlah penyerang seperti Mutu, melainkan gelandang serang.

Selain disebut pahlawan, Hagi pun disebut sebagai Raja di Romania. Gol demi gol diciptakan dari kaki kiri andalannya ini. Bahkan sejak ia membela Farul Constanta, ketika ia masih berusia 18 tahun. Dalam 18 pertandingan, Hagi muda mencetak 14 gol.

Nama Hagi semakin mencuat kala ia bermain untuk Sportul Studentesc dan Steaua Bucharesti, dua kesebelasan yang bermain di top divisi liga Romania. Baik di Sportul maupun di Steaua, Hagi bermain dalam 118 pertandingan, total 236. 150 gol lebih yang diciptakannya di Romania membuat banyak kesebelasan Eropa tertarik merekrutnya.

Juventus datang sebagai kesebelasan pertama yang berusaha merekrut Hagi. Giovanni Agnelli, pemilik Juventus yang juga pemilik perusahaan Fiat, mendatangi kota Bucharest untuk coba merayu Steaua agar mau melepaskan Hagi.

Apa yang dilakukan Agnelli untuk memboyong Hagi cukup luar biasa. Ia sampai mendatangi pemerintah kota Bucharest dan mengatakan, "Berikan Hagi ke Juventus, dan aku akan membuat pabrik Fiat di Bucharest sebagai gantinya." Namun pemerintah Bucharest menolaknya.

Milan pun tak mau kalah dalam perburuan talenta terbaik Rumania ini. Pada 1989, Presiden Milan, Silvio Berlusconi, mendekati agen Hagi, Giovanni Becalli, untuk terus mencari celah agar Hagi bisa direkrut oleh rossoneri. Bahkan di mana pun Hagi berada, Becalli selalu berupaya untuk melakukan pendekatan dengannya.

"Saya terus mengikuti Hagi dengan menggunakan taksi. Di Belgia, Belanda, Jerman Barat, di manapun. Pada suatu waktu, saya menawarkan dua ribu dollar, yang saat itu bernilai cukup besar, dan ia seakan tak percaya," ungkap Becalli mengutip dari situs gheorghehagisite.tripod.com.

"Awalnya Hagi mulai mau membuka diri, namun lama kelamaan saya tersadar. Hagi sulit pindah dari Romania karena ia memiliki ikatan yang kuat dengan keluarganya," tambah Becalli yang menceritakan kegagalan Milan memboyong Hagi.

Becalli mengatakan teleponnya selalu bordering dihubungi oleh kesebelasan-kesebelasan top Eropa. Pasca Piala Dunia 1990, terdapat lima kesebelasan top Eropa, yang tak ia sebutkan, mencoba merekrutnya. Hingga pada akhirnya, tawaran menarik (nilai uang yang berlipat-lipat dari tawaran Milan) yang datang dari raksasa Spanyol, Real Madrid, membuat Hagi berani untuk berkarir di luar Rumania.

Namun karir Hagi tak begitu cemerlang saat membela Los Merengues. Hubungannya dengan tim tak baik setelah bermasalah dengan penyerang Madrid asal Wales yang dijuluki The Devils, John Toshack. Hadirnya Hagi sendiri sampai membuat Alfredo Di Stefano berkata bahwa saat itu terdapat dua ‘Setan’ dalam skuat Madrid.

Hanya bertahan dua musim, Hagi kemudian hengkang ke Brescia. Butuh waktu lama bagi Hagi untuk beradaptasi di Italia. Di musim pertamanya, Brescia harus terdegradasi ke Serie B. Namun ketika Hagi mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya, Brescia pun berhasil kembali ke Serie A pada musim keduanya di Italia.

Performa Hagi pada musim itu, 1993-1994, memang seolah terlahir kembali. Hal ini ditunjukkan dengan penampilannya bersama timnas Rumania pada Piala Dunia 1994. Salah satu aksi terbaiknya kala itu adalah saat Rumania menjungkalkan Kolombia dengan skor 3-1, satu gold an dua assists diciptakannya pada pertandingan ini.

#t=192

PD 1994 memang menjadi titik balik karir Hagi. Performa mengesankannya berhasil mengantarkan Rumania mencapai babak perempat final, prestasi terbaik Rumania hingga saat ini. Pasca PD usai, Barcelona pun tertarik untuk menggaetnya.

Tawaran dari Barcelona ini tak bisa ditolak Hagi. Pasalnya, Barca saat itu dilatih oleh sosok yang sangat diidolakannya sejak kecil: Johan Cruyff. Ia menerima tantangan dari Cruyff untuk bersaing dengan gelandang top lain macam Hristo Stoichkov, Romario dan Ronald Koeman.

"Saat saya hengkang ke Barcelona pada 1994, saya pergi karena sang pelatih, Johan Cruyff," ujar Hagi pada sebuah wawancara mengutip dari worldsoccer.com pada 2003. "Itu adalah pengalaman luar biasa. Meski saya jarang mendapatkan kesempatan tampil, ia sukses memaksimalkan potensi saya. Ia adalah yang terbaik."

Kemampuan Hagi memang semakin meningkat setelah membela Barca. Dua musim di Blaugrana, Hagi melanjutkan karirnya bersama kesebelasan Turki, Galatasaray. Di sinilah ia mencapai puncak karirnya sebagai pesepakbola.

Empat trofi Superlig Turki, dua Piala Turki, dan dua Piala Super Turki dipersembahkan Hagi untuk Galatasaray yang dibelanya selama lima musim. Di kompetisi Eropa, bersama Hagi, Galatasaray berhasil meraih trofi Piala UEFA (sekarang Europe League) dan Piala Super Eropa.

Saat meraih trofi Piala UEFA, Galatasaray mengalahkan Arsenal di final yang diwarnai dengan Hagi yang mendapatkan kartu merah setelah memukul pemain Arsenal, Tony Adams. Di Piala Super Eropa, mantan timnya, Real Madrid, menjadi korban kehebatan Hagi bersama Galatasaray.

Kedua trofi Eropa tersebut diraih Hagi pada tahun 2000. Dan saat itu, umur Hagi telah menginjak 35 tahun. Kombinasi angka yang menunjukkan Hagi tak lagi muda. Meskipun begitu, kemampuannya masih diakui dunia, bahkan para pendukung Rumania mengingkan Hagi terus bermain untuk timnas.

"Hagi seperti wine. Semakin berumur, semakin memiliki nilai," ujar mantan pemain timnas Prancis kelahiran Spanyol, Luis Fernandez.

Setahun berselang, Hagi memutuskan untuk gantung sepatu. Meski sebenarnya ia masih sanggup untuk bermain beberapa musim, ia merasa waktunya untuk bermain sepakbola telah lewat. Karirnya pun berlanjut dengan menjadi pelatih.

Kini Hagi masih berkecimpung di dunia sepakbola. Timnas Rumania, Bursaspor, Galatasaray, Steaua Bucharest dan beberapa kesebelasan lain pernah ditukanginya. Saat ini, ia melatih FC Viitorul, kesebelasan divisi top Rumania. Selain itu, ia pun telah membangun Gheorghe Hagi Academy di Rumania.

foto: sporlog.com

Komentar