Djamiat Dahlar: Apoteker yang Jadi Legenda Sepakbola Indonesia

Klasik

by redaksi

Djamiat Dahlar: Apoteker yang Jadi Legenda Sepakbola Indonesia

Namanya tak asing bagi sepakbola nasional. Orangnya gagah, badannya tegap.  Sikapnya simpatik dan sangat ramah. Ya,  dialah Djamiat Dahlar, seorang pemain dan pelatih yang begitu mengisi perkembangan sepakbola di Indonesia.

Djamiat Dahlar lahir 25 November 1927 di Yogyakarta putra tertua dari Haji Dahlar, seorang kepala sekolah Mua'limah di Yogya. Di masa mudanya, Djamiat memilih masuk ke SMK jurusan farmasi, cita-citanya memang menjadi seorang apoteker. Namun sayang kedatangan Jepang untuk menjajah Indonesia membuat dia putus sekolah dan bergabung dengan tentara pelajar.

Dalam soal sepakbola, Djamiat adalah jagonya. Ayahnya adalah seorang pemain bola di klub Benteng Jogja, wajar saja gen itu mendarah daging di tubuh Djamiat. Saat masih menguhuni bangku SMP, Djamiat masuk ke klub Hizbul Wathan, karirnya semakin cemerlang. Ketika berumur 17 tahun, Djamiat sudah menjadi tim inti dari skuat PSIM Yogyakarta.

Sesudah perang berakhir, maka berkat pertolongan bekas gurunya yaitu Tuan Pohan, Djamiat diberi ongkos untuk pergi ke Jakarta menuntut ilmu sebagai asisten apoteker di Sekola Apoteker Salemba. Pada akhir tahun 1950an, Djamiat berhasil menggondol ijazah sebagai asisten apoteker. Dalam karir sepakbola, selama di Jakarta dia masuk ke klub UMS, sebuah klub yang dimiliki orang Belanda.
Ketertarikannya bergabung dengan UMS tak lepas dari sosok Endang Witarsa.

Dalam sebuah insiden Djamiat mengalami cedera lutut yang cukup parah, Witarsa yang kala itu bekerja sebagai dokter gigi di RS Cipto Mangunkusumo menawarkannya berobat dengan seorang dokter ahli sekaligus mencarikan donatur untuk mengobati cidera lututnya tersebut. Alhasil Djamiat pun bisa kembali bermain bola.

Sebagai balas budi, maka Djamiat memutuskan untuk bergabung bersama UMS yang waktu itu memang dilatih oleh Endang Witarsa. Bersama UMS, Djamiat mengalami masa kejayaan. Namun setelah VBBO (Federasi sepakbola Belanda) yang menaungi UMS bubar, maka Djamiat pun bergabung dengan Persija. Pada dekade 50-an Djamiat adalah salah satu gelandang penopang lini tengah timnas, kelebihannya yaitu memiliki umpan-umpan panjang yang cukup akurat, hal ini diakui oleh Kadir Jusuf dalam buku taktik berjudul Sepakbola Indonesia.

Sukses sebagai pemain, Djamiat mulai beralih haluan menjadi pelatih. Umurnya saat pelatih waktu itu tergolong amat muda, baru berusia 28 tahun. Selama dekade 60-an, Djamiat adalah asisten dari Toni Pogacnik. Dia ditugasi Toni urusan tetek bengek untuk mengurusi pemain-pemain muda. Saat timnas U-19 meraih gelar juara Piala Asia 1961, yang menjadi pelatih adalah Djamiat Dahlar. Berkat polesannya banyak muncul nama-nama tenar seperti Sotjipto Soentoto dan Andjiek Ali Nurdin.

Begitu besar jasa seorang Djamiat bagi sepakbola Indonesia, karenanya wajar saja PSSI sempat menjadikan namanya sebagai turnamen yang digelar setiap tahun dengan nama Piala Djamiat Dahlar.

(wam)

Komentar