Jalan Berliku Ajax dan Man United Menuju Final Liga Europa

Infografis

by Redaksi 28

Redaksi 28

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Jalan Berliku Ajax dan Man United Menuju Final Liga Europa

Pada Kamis (25/5) dinihari WIB, Ajax Amsterdam akan bersua Manchester United di pertandingan final Liga Europa 2016/2017 di Friends Arena, Solna, Stockholm, Swedia. Memetik kemenangan tentu menjadi target yang diusung kedua kesebelasan dalam laga tersebut. Selain karena gengsi, baik United maupun Ajax memiliki misi lain untuk menggondol trofi Liga Europa.

Ajax misalnya yang ingin kembali merasakan gelar juara di kompetisi Eropa setelah 22 tahun lamanya puasa gelar di kompetisi antar kesebelasan benua biru itu. Kali terakhir Ajax meraih gelar juara di Eropa adalah tahun 1995 di Liga Champions, sementara di Liga Europa yang sebelumnya bernama Piala UEFA, kali terakhir mereka juara adalah tahun 1992.

Sementara bagi United, gelar juara di Liga Europa juga bisa menjadi tiket emas bagi “Setan Merah” lolos otomatis ke Liga Champions musim depan. Setelah terseok diperingkat enam klasemen akhir Liga Primer Inggris, harapan tampil di Liga Champions pada musim 2017/2018 tentu hanya tinggal menjuarai Liga Europa musim ini sebagai jalur alternatif ketika posisi di tabel klasemen tak bisa menolong.

Sebelum memprediksi siapa yang akan menjadi juara Liga Europa musim ini, tentunya menarik melihat perjalanan kedua kesebelasan itu sebelum akhirnya mencapai partai puncak. Ajax misalnya yang masuk ke Liga Europa karena gagal dalam babak play-off Liga Champions 2016/2017. Setelah mengalahkan PAOK dengan agregat 3-2 (1-1 dan 2-1), Ajax kemudian tumbang dari Rostov dengan agregat 2-5 (1-1 dan 1-5).

Ajax kemudian harus rela bermain di Liga Europa karena kegagalan mereka menembus putaran final Liga Champions. Di Liga Europa musim ini Ajax tergabung di grup G bersama Panathinaikos, Celta de Vigo, dan Standard Liège. Hasil positif berhasil mereka tunjukkan saat lolos ke babak 32 besar dengan status sebagai juara grup G dengan melalui enam pertandingan tanpa terkalahkan. Selain Ajax, Grup G pun mengirim Celta Vigo ke babak 32 besar.

Memasuki fase gugur, skuat asuhan Peter Bosz itu mampu mempertahankan tren positifnya. Di babak 32 besar, mereka sukses menyingkirkan Legia Warsaw dengan agregat 1-0 (0-0 dan 1-0). Memasuki babak 16 besar, Ajax menghadapi lawan tangguh dari Denmark, FC Copenhagen.

Pada pertandingan pertama, kesebelasan berjuluk “De Godenzonen” itu lebih dulu menjalani laga dengan status sebagai tim tamu akhirnya merasakan kekalahan pertama mereka di Liga Europa setelah tumbang 1-2. Namun Ajax berhasil bangkut ketika bermain di Amsterdam Arena pada pertandingan leg dua. Dalam laga tersebut Ajax menang 2-0 yang kemudian membuat mereka sukses membalikkan agregat menjadi 3-2.

Setelah melalui Copenhagen dengan susah payah, Ajax kembali harus bekerja ekstra keras saat jumpa Schalke 04 di babak perempat-final. Pada pertandingan leg pertama di Amsterdam Arena, mereka memang berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 2-0 melalui kaki Davy Klaassen. Namun ketika bertandang ke Veltins Arena, mereka harus kebobolan dua gol melalui Leon Goretzka pada menit 53 dan Guido Burgstaller (56).

Skor 2-0 untuk keunggulan Schalke bertahan hingga 90 menit pertandingan, yang kemudian memaksa laga harus berlanjut ke babak perpanjangan waktu karena agregat sama kuat 2-2. Schalke yang berhasil mencuri dua gol di waktu normal tampil lebih percaya diri. Hasilnya satu gol tambahan berhasil dicetak Daniel Caligiuri pada menit 101.

Schalke kemudian berada di atas angin karena untuk sementara mereka unggul agregat 3-2. Namun kondisi justru berbalik pada paruh kedua babak perpanjangan waktu. Ajax seperti mendapat suntikan motivasi lebih untuk membalikkan keadaan.

Pada menit 111 gol yang dinanti akhirnya tercipta melalui kaki Nick Viergever. Keajaiban itu akhirnya datang, karena pada menit 120 atau tenggat akhir pertandingan, Amin Younes menjadi pahlawan Ajax melalui golnya. Ajax kemudian melenggang ke semi-final dengan agregat 4-3.

Di semi-final, pemilik 33 gelar Eredivise itu bertemu Olympique Lyonnais yang secara kualitas tidak jauh berbeda dengan Schalke 04. Meski pada pertandingan pertama di Amsterdam ArenA mereka menang dengan skor telak 4-1. Namun pada leg kedua, mereka justru tumbang 1-3, seperti sudah diprediksi kalau Ajax memang tidak akan mudah melewati Lyon meski kemenangan telak di leg pertama mereka raih. Karena berhasil mencetak satu gol di Parc Olympique Lyonnais, itu membuat mereka unggul agregat 5-4, dan berhak melenggang ke babak final.

Tidak jauh berbeda dengan Ajax, United juga harus menemui jalan terjal untuk mencapai babak final Liga Europa. Tergabung bersama Fenerbahçe, Feyenoord, dan Zorya Luhansk di Grup A, langkah "Setan Merah" tidak semulus Ajax. Pada pertandingan pertama, mereka takluk dari Feyenoord dengan skor 0-1.

Beruntung pada dua laga berikutnya melawan Zorya (1-0) dan Fenerbahçe (4-1) mereka berhasil meraih kemenangan. Tapi pada putaran dua melawan Fenerbahçe mereka kalah 1-2, yang kemudian membuat mereka mengamuk pada dua laga terakhir di fase grup melawan Feyenoord (4-0) dan Zorya (2-0).

Dengan raihan 12 poin, United lolos ke babak 32 besar dengan status sebagai runner-up grup. Mereka tertinggal satu poin dari Fenerbahçe yang berada di posisi pertama. Meski berstatus sebagai runner-up grup, United tetap superior di fase gugur. Pada pertandingan 32 besar mereka jumpa wakil Prancis, Saint-Étienne. Tanpa kendala “Setan Merah” mampu melewati hadangan Saint-Étienne dengan agregat 4-0 (3-0 dan 1-0).

Pada babak 16 besar, mereka berjumpa Rostov, kesebelasan yang menyingkirkan Ajax dari babak play-off Liga Champions. Rostov memang kesebelasan yang tangguh, buktinya United kesulitan juga untuk menyingkirkan mereka. Namun pada akhirnya United bisa juga melewati hadangan Rostov setelah unggul agregat 2-1 (1-1 dan 1-0).

Kesebelasan asuhan José Mourinho kemudian bertemu Anderlecht di perempat-final. Jalan terjal mereka temui saat itu. Sama halnya dengan Ajax, United pun harus merasakan babak perpanjangan waktu sebelum akhirnya lolos ke babak semi-final dengan agregat 3-2 (1-1 dan 2-1).

Di semi-final, runner-up Grup G, Celta Vigo, menantang United. Celta yang sempat satu grup bersama Ajax di fase sebelumnya ini takluk dari United meskipun dengan susah payah. United berhasil lolos dari lubang jarum setelah menang dengan agregat 2-1 (1-0 dan 1-1).

***

Jika kita meninjau dari cara bermain kedua kesebelasan, Ajax menjadi kesebelasan yang lebih banyak mencetak gol, mencatatkan shot on target, membuat asis, dan dribel sukses sepanjang Liga Europa musim ini dibandingkan dengan United. Sementara itu, United lebih banyak menghabiskan permainan mereka dengan penguasaan bola, jumlah operan (termasuk di sepertiga lapangan akhir), dan umpan silang di Liga Europa musim ini jika dibandingkan dengan lawannya tersebut dinihari nanti.

Secara defensif, Ajax lebih banyak mencatatkan aksi defensif (intersep, sapuan, tekel, dan blok) sementara United lebih banyak mencatatkan penyelematan yang kebanyakan dilakukan oleh Sergio Romero alih-alih David De Gea.

Melihat perjalanan kedua kesebelasan menuju final dan statistik di atas, sulit untuk memprediksi hasil akhir, sehingga pertandingan bisa saja berakhir imbang dan harus dilanjutkan ke babak adu penalti. Namun, melihat Mourinho yang sudah banyak mengorbankan penampilan United untuk pertandingan ini, rasanya akan hambar jika United hanya datang ke Stockholm untuk menguasai pertandingan, bukan memenanginya.

Apalagi "Setan Merah" dituntut untuk lolos ke Liga Champions musim depan, seharusnya ini menjadi motivasi yang tidak perlu didefinisikan lagi untuk kesebelasan sekelas Manchester United, kecuali memang mereka sudah benar-benar tidak "seberkelas" itu lagi untuk bermain di Liga Champions musim depan.


Baca analisis selengkapnya: Potensi Duel Permainan Sayap di Final Liga Europa


Grafis: Mayda Ersa Pratama

Naskah: Septian Nugraha

Komentar