Karius Akan Lewati Masa Sulit

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Karius Akan Lewati Masa Sulit

Seseorang dapat dihancurkan namun tak akan dapat dikalahkan. Saya rasa kalimat yang terdapat dalam novel The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway itu cocok untuk ditujukan kepada penjaga gawang Liverpool, Loris Karius, saat ini.

Karius baru saja menjalani pertandingan yang mungkin tak akan pernah terlupakan sepanjang hidupnya. Dua kesalahan yang dibuatnya di pertandingan itu telah memupuskan harapan banyak pendukung Liverpool untuk menyaksikan tim kesayangannya mengangkat kembali trofi Liga Champions.

Liverpool dikalahkan Real Madrid di babak final Liga Champions 2017/18.

Kesalahan pertama yang dilakukan Karius terjadi pada menit ke-50. Ia ceroboh dalam melempar bola tanpa melihat di sekitarnya ada pemain lawan. Seketika kecerobohan itu dihukum oleh Karim Benzema yang berhasil memotong bola lemparannya, hingga berbuah gol untuk Real Madrid.

Kesalahan kedua terjadi di menit ke-83. Tepisannya terhadap bola hasil tembakan Gareth Bale dari luar kotak penalti tak sempurna. Alih-alih berhasil diamankan, bola malah masuk ke gawang sendiri.

Usai pertandingan ia tak henti-henti menangis menyesalinya. “Kesalahanku telah membuat timku kalah di final,” katanya. “Aku minta maaf. Minta maaf kepada semua orang.”

Karius sedang menjalani salah satu masa paling kelam dalam karier sepakbolanya. Di usianya yang masih muda, pengalaman buruk itu bisa berdampak pada kondisi mentalnya. Hal ini seperti yang dikhawatirkan oleh jurnalis sepakbola, Sam Wallace.

“Karius tak henti-hentinya menangis dan meminta maaf kepada pendukung Liverpool. Harus hati-hati terhadap efek dari merasa bersalah yang berujung depresi seperti yang pernah dialami Robert Enke (kiper Hannover 96 yang bunuh diri karena depresi). Ini hanya sebuah permainan dalam olahraga. Dan kita semua pasti pernah melakukan kesalahan,” tulisnya melalui akun Twitter pribadinya.

Perasaan Karius mungkin sangat hancur saat ini. Tapi saya percaya ia tak akan seperti Enke. Karius akan bangkit kembali.

Pengalamannya dalam mengatasi berbagai kondisi sulit yang tak jarang merundungi hidupnya akan membuat Karius mampu untuk kembali bangkit dari keterpurukan yang ia rasakan saat ini.

Karius memang telah dihancurkan, namun tak akan bisa dikalahkan.

***

Kondisi dilematis sudah dirasakan oleh Karius sejak kecil. Ketika itu sang ayah menginginkan Karius untuk menjadi pebalap motor. Namun Karius tak pernah merasa nyaman menjalani bidang yang dipilih ayahnya itu.

Karius justru menemukan kebahagiaan di sepakbola—permainan yang ia ketahui dari kakeknya. Ia lantas memberitahu sang ayah bahwa sekarang dirinya hanya ingin menjadi pesepakbola, bukan pebalap. Sang ayah tentu tak senang dengan pilihan putranya itu, namun Karius tetap bersikeras pada pilihannya hingga akhirnya sang ayah mengizinkan.

“Dia [kakek] mendorong saya untuk bergabung dengan beberapa anak laki-laki yang berlatih sepakbola, dan saya sangat menikmatinya. Saya langsung menceritakannya kepada ayah bahwa saya ingin bermain sepakbola dan tidak lagi main motocross. Tentu saja awalnya ayah tidak senang dengan itu, tapi ibuku menyetujuinya,” tutur Karius kepada Goal.

Karius lalu bergabung dengan sebuah tim muda bernama SG Mettenberg. Di sana, Karius tidak langsung berposisi sebagai kiper. Awalnya ia merupakan seorang striker.

Pada suatu hari, penjaga gawang SG Mettenberg tidak hadir dalam sebuah pertandingan. Pelatih bertanya, adakah yang hendak mengisi posisi penjaga gawang? Tidak ada seorang pun yang menghendaki kecuali Karius. Ia memang sudah menyukai tantangan dan hal-hal baru sejak belia.

“Kiper kami tidak hadir dan tim ditanya siapa yang siap mengisi posisinya,” tuturnya. “Tidak ada [teman-temanku] yang ingin, tapi saya pikir itu akan menjadi tantangan yang menarik, jadi saya coba melakukannya.”

Tak disangka penampilannya di bawah mistar gawang ternyata sangat baik. Sejak itu, Karius ditetapkan sebagai kiper untuk tim SG Mettenberg.

Karakternya sebagai penyuka tantangan kembali terlihat ketika Karius memutuskan untuk hijrah ke Inggris di saat usianya masih 16 tahun. Karius sebenarnya bisa saja memilih menetap di Jerman dengan meneruskan karier bersama tim muda Stuttgart. Tetapi setelah menimbang-nimbang, ia akhirnya memutuskan terbang ke Inggris untuk bergabung bersama tim muda Manchester City.

Karius sadar betul bahwa tinggal jauh dari keluarga di usia yang masih remaja akan sangat sulit baginya. Tetapi ia juga memegang prinsip bahwa kesuksesan tak akan bisa diraih tanpa pernah menguji diri sendiri.

“Tentu sangat sulit pada awalnya. Dengan tinggal jauh dari keluarga dan beradaptasi dengan kebudayaan yang berbeda. Tetapi setiap sesuatu yang berharga tak akan bisa diraih dengan mudah, kan? Aku suka untuk keluar dari zona nyamanku. Aku suka untuk menguji diri sendiri, ujarnya.

Kegigihan Karius untuk bangkit dari keterpurukan juga tampak saat ia menderita patah tulang tangan di pra-musim 2016/17. Insiden nahas itu mendapati Karius ketika Liverpool berhadapan dengan Chelsea di pertandingan pra-musim.

Banyak orang beranggapan kariernya bersama Liverpool telah usai dengan cedera yang dideritanya itu. Akan tetapi Karius membantah dengan membuktikan bahwa ia bisa pulih dan kembali bermain. Ia bahkan pulih lebih cepat dari yang diperkirakan.

“Aku kembali [pulih] lebih cepat dari yang diharapkan. Dan semua itu berkat sabar dan selalu berusaha. Aku tak pernah punya kekhawatiran bahwa karierku di Liverpool sudah berakhir,” ungkapnya.

Berbagai kondisi sulit yang pernah dialaminya di masa lalu akan berguna bagi Karius untuk menghadapi situasi masa kini di mana ia sedang (kembali) dihadapkan dengan ujian hidup. Dan Karius, sebagaimana sebelum-sebelumnya, akan kembali mampu mengatasi ujian yang tengah dihadapinya itu.

Komentar