Asia Pertama di Antara Mesin Gol Top Eropa

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Asia Pertama di Antara Mesin Gol Top Eropa

AZ Alkmaar menjalani partai pamungkasnya di Eredivisie musim ini dengan menjamu PEC Zwolle di AFAS Stadium, Minggu (6/5). Pertandingan tersebut sebenarnya tak berarti banyak bagi AZ Alkmaar yang nyaman duduk di peringkat ketiga klasemen. Jika menang, AZ Alkmaar tidak bisa naik untuk menggeser posisi Ajax Amsterdam di peringkat kedua, mengingat jarak mereka terpaut cukup jauh dengan selisih 8 poin. Kalaupun kalah, posisi mereka di peringkat ketiga juga tak akan tergeser oleh saingan terdekat mereka di peringkat keempat yang berselisih 5 poin, Feyenoord Rotterdam.

Walau bagi AZ Alkmaar pertandingan itu tidak lagi banyak berarti, bagi penyerang sayap andalan mereka, Alireza Jahanbakhsh, pertandingan tersebut sangat krusial. Alireza yang ketika itu memimpin daftar pencetak gol terbanyak dengan catatan 18 gol, posisinya masih terancam akan bisa direbut oleh saingan terdekatnya yang sudah mencetak 17 gol, Bjorn Maars Johnsen dari ADO Den Haag.

Sama seperti Alireza, Johnsen pun hari Minggu itu menjalani laga terakhir di Eredivisie musim 2017/18 bersama ADO Den Haag. Johnsen jelas merupakan pesaing serius bagi Alireza, mengingat rata-rata seringnya Johnsen mencetak gol sama seperti Alireza—135 menit per gol. Lalu, hasil akhir dari persaingan di antara keduanya adalah seperti ini: Bjorn Maars Johnsen berhasil mencetak 2 gol di laga terakhirnya di Eredivisie musim ini; Alireza berhasil menjaringkan 3 gol.

Dengan demikian, Alireza berhasil menjaga keunggulan jumlah golnya dari pesaing terdekatnya. Pemuda asal Iran yang masih berusia 24 tahun itu berhasil menjadi top skor di Eredivisie musim ini dengan total raihan 21 gol. Bersamaan dengan ini pula, Alireza tercatat sebagai pemain Asia pertama yang berhasil menjadi pencetak gol terbanyak di liga top Eropa.

Yang membuat pencapaian ini lebih mengesankan: Alireza bukan seorang penyerang tengah, namun bisa memproduksi banyak gol. Hal ini dikarenakan kepiawaian yang dimilikinya dalam menyelesaikan sebuah peluang dengan tenang. Satu dari tiga golnya yang di laga kontra PEC Zwolle misalnya, ia cetak lewat tembakan first time di kotak penalti, usai menerima umpan silang dari sisi kiri. Kecerdikannya dalam mencari ruang untuk menerima umpan, membuat gol tersebut jadi terlihat sangat mudah.

Selain tajam dalam memanfaatkan peluang di kotak penalti, Alireza juga dianugerahi dengan kemampuan menembak jarak jauh yang akurat. Di kompetisi Eredivisie musim ini, rata-rata Alireza melakukan sebanyak 2,3 kali tembakan dari luar kotak penalti pada setiap pertandingannya. Dari jumlah itu, rata-rata sebanyak 1,9 kali tembakan berhasil mengarah ke gawang lawan. Dua gol lain yang dicetaknya pada pertandingan kontra Zwolle dilakukan lewat tembakan jarak jauh dari luar kotak penalti.

Kelebihan lain yang dimilikinya adalah kecepatan dalam menyerang lewat sayap. Hal ini pula yang menyebabkan sebagian publik Iran, setiap kali melihat Alireza beraksi, sering teringat dengan pemain legendaris Iran yang juga berposisi sebagai penyerang sayap dan pernah berkarir di Eropa, Mehdi Mahdavikia.

Kelebihan Alireza bukan hanya dalam hal mencetak gol. Sebagai seorang pemain yang beroperasi di posisi sayap, Alireza juga unggul dalam kemampuan memberikan asis. Total 12 asis berhasil ia catatkan di Eredivisie musim ini. Jumlah itu membuatnya menduduki peringkat ketiga pencetak asis terbanyak di Eredivisie musim 2017/18.

Dalam setiap pertandingannya pun, Alireza merupakan seorang pemain yang rajin memberikan umpan. Pemain bernomor punggung 7 itu rata-rata melepaskan 42,7 kali operan di setiap pertandingan AZ Alkmaar musim ini di Eredivisie. Akurasinya pun baik, dengan catatan rata-rata 73,4 persen umpan sukses yang berhasil ia lepaskan di setiap pertandingannya.

Dengan penampilan memukaunnya musim ini bersama AZ Alkmaar, tentu beberapa klub Eropa yang dulu sempat mengincar Alireza namun tidak berhasil, akan dibuat sedikit menyesal. Dilansir dari Daily Mail, tercatat beberapa klub seperti Chelsea, Manchester United, Ajax, PSV Eindhoven, dan Celtic FC pernah mencoba untuk menggaet Alireza.

Celtic terbilang merupakan klub yang paling serius. Pada 2015, ketika Alireza masih bermain untuk Nijmegen Eendracht Combinatie, harga untuk memboyong Alireza masih 1,5 juta paun. Namun Celtic pada akhirnya urung merekrut Alireza. Pemain dengan tinggi 1,8 meter ini lalu memilih bergabung dengan AZ Alkmaar dari 2015 sampai sekarang.

Selang tiga tahun, berkat segala catatan prestasi yang telah ia raih di AZ Alkmaar, harga untuk memboyong Alireza dari AZ Alkmaar tentu akan melonjak naik. Mungkin bisa mencapai hingga sepuluh kali lipat dari harganya tiga tahun lalu saat ditawar Celtic.

Terinsipirasi dari Mahdavikia

Sebelum berkarier di Eropa, Alireza berkarier di negaranya sendiri untuk klub Damash Tehran (2010-2011) dan Damash Guilan (2011-2013). Saat berkarir di Damash Guilan inilah, Alireza bertemu dengan pemain legendaris Iran yang juga berposisi sebagai penyerang sayap, Mehdi Mahdavikia.

Alireza begitu mengidolai Mehdi. Ia mengaku sering bertanya banyak hal kepada Mehdi—dari mulai perihal sepakbola hingga kehidupan. “Aku selalu berusaha untuk berbincang dengannya. Untuk menanyakan opininya tentang sepakbola, kehidupan, dan hal-hal lain. Aku begitu banyak bertanya padanya,” ungkap Alireza dilansir dari situs FIFA.

Mehdi yang sudah berpengalaman dalam berkarir di Eropa bersama VFL Bochum, Hamburger SV, hingga Eintracht Frankfurt telah menginspirasi Alireza saat itu untuk mengikuti jejaknya. Pada 2013 mimpi itu menemukan bentuknya saat Alireza dipinang oleh klub Belanda, Nijmegen Eendracht Combiantie untuk tiga tahun kontrak.

Sampai hari ini, Alireza sedang dalam jalurnya untuk menjadi calon pemain bintang di Eropa. Sebuah kenyataan yang dulu mungkin tak pernah terbayangkan olehnya. Mengingat hingga usia 12 tahun, Alireza tak pernah serius menekuni sepakbola.

“Aku tak memulainya dengan sepakbola. Aku menekuni banyak bidang olahraga: senam, bola tangan, sampai futsal. Hingga saat aku berusia 12, aku menyadari bahwa aku cukup baik dalam bermain sepakbola. Sedikit terlambat memang, tapi aku sangat mencintai permainan ini,” ungkapnya.

Komentar