Bolivia, Negara yang Buruk Bagi Olahragawan yang Bertamu

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Bolivia, Negara yang Buruk Bagi Olahragawan yang Bertamu

Tite menjadi sosok yang menjanjikan bagi perubahan sepakbola Tim Nasional (timnas) Brasil. Ia membawa kesempurnaan Brasil pada kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia.

Brasil dibawanya ke puncak klasemen sementara Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona CONMEBOL (Amerika Selatan) atas sembilan kemenangan dan dua kali imbang pada 11 pertandingan terakhir fase itu. Dua hasil imbang ketika bertandang ke Kolombia dan Bolivia itu memang sedikit menjadi coreng bagi kepemimpinan Tite.

Hasil itu diraih dalam dua pertandingan terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona CONMEBOL. Ketika imbang di kandang Kolombia dirasa wajar karena lawannya itu cukup tangguh dan menempati peringkat empat klasemen sementara. Pertanyaan justru hadir ketika bertamu ke kandang Bolivia di Stadion Hernando Siles (La Paz), Jumat (6/10).

Hasil imbang 0-0 justru diraih dari timnas yang sekarang menduduki peringkat kedua terbawah klasemen sementara Kualifikasi Piala Dunia 2018 CONMEBOL. Hasil imbang tanpa gol terjadi di sana karena tidak lepas dari penampilan gemilang kiper Bolivia, Carlos Lampe.

Selama pertandingan, Gabriel Jesus, Neymar, Paulinho dan Willian tampak frustrasi untuk menjebol gawang yang dijaga Lampe itu. Apalagi Neymar melepaskan enam tendangan yang mengarah ke gawang tapi bisa dihalau Lampe. Di sisi lain, ia menyalahkan hal non teknis atas pertandingan yang membuatnya gagal mencetak gol.

Situasi di Stadion Hernando Siles dijadikan kambing hitam oleh penyerang yang memperkuat Paris Saint-Germain (PSG) tersebut. Keluhannya itu disalurkan melalui akun instagramnya yang mengunggah foto bersama rekan-rekan kesebelasannya saat ditopang oksigen di sebuah ruangan tertutup.

Pada foto itu terlihat delapan pemain yang harus bernapas memakai tabung oksigen termasuk Neymar saat turun minum. Selain dirinya, terlihat juga Alisson Becker, Casemiro, Dani Alves, Jesus, Joao Miranda, Marquinhos dan Paulinho. "Tidak manusiawi untuk bermain ke dalam kondisi seperti itu. Lapangan, ketinggian, bola, semuanya buruk," imbuh Neymar.

Selalu ada teror alamiah bagi tamunya di Stadion Hernando Siles. Argentina di pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2014 Brasil pernah merasakannya pada Maret 2013. Saat itu Lionel Messi muntah-muntah dan Angel Di Maria harus mendapatkan bantuan oksigen.

Begitu pun sebagian pemain lain yang merasa sesak nafas dan mata berkunang-kunang. Dua hal tersebut memang merupakan dampak dari kekurangan oksigen. Masih ada juga dampak lainnya yang bisa membuat cepat lelah, nyeri otot peningkatan asam lambung, tubuh terasa lemas, pusing dan lainnya.

Dari Gangguan Pernapasan Sampai Serangan Jantung

Kekurangan oksigen mengakibatkan metabolisme memproduksi karbondioksia dengan waktu yang relatif lebih cepat. Kadar karbondioksida di dalam tubuh yang meningkat itu akan membuat tubuh terasa cepat lelah karena suplai oksigen ke seluruh anggota tubuh tidak cukup sesuai kebutuhannya.

Kemudian tubuh pun akan mengalami kesulitan ketika bernapas dan bisa merasakan pusing-pusing setelah kelelahan. Apalagi semua kegiatan yang dilakukan manusia sangat bergantung kepada proses pernapasan. Hal itu akan mempengaruhi kinerja otot sehingga terasa nyeri dan bisa mengalami kejang pada persendian.

Rasa pusing dan kesulitan bernapas bisa mengakibatkan gangguan mata sehingga penglihatan mengalami kabur dan penurunan ketajaman. Kulit pun bisa berubah menjadi kebiruan dan nampak pucat karena darah juga tidak mampu memberikan suplai oksigen ke seluruh tubuh.

Paling fatal dari kurangnya oksigen bisa membuat jantung tidak mampu bekerja secara normal. Pembuluh darah arteri akan mengalami penyempitan pada saat itu. Apalagi oksigen akan berkurang drastis jika bermain sepakbola dengan udara tipis. Udara tipis dan dingin harus membuat pemain terus bergerak agar mempertahankan kehangatan tubuh.

Ibu Kota Tertinggi di Dunia

Suhu udara di La Paz cuma berkisar enam sampai tujuh derajat celcius. Faktor itu karena kota sekaligus Stadion Hernando Siles terletak di ketinggian 3.637 meter di atas permukaan laut. Tinggi itu hampir menyamai Gunung Semeru yang mencapai 3.676 meter di atas permukaan laut Indonesia.

Ketinggian itu menjadikan La Paz sebagai ibu kota negara tertinggi di dunia. Kota itu terletak di pegunungan Andes yang dikelilingi gunung lainnya, seperti Illimani, Huayna Potosi, Mururata dan Illampu. Situasi tersebut membuat La Paz berada di dalam kondisi geografis yang bikin adem hati, sesuai dengan nama kota La Paz, artinya adalah "Kedamaian" dalam bahasa Spanyol.

Tapi situasi perekonomian La Paz dan kota-kota lain di Bolovia tidak seindah letak geografisnya akibat kekayaaan sumber daya alamnya sering dikorupsi atas peran imperialisme kekuatan asing sejak zaman kolonialisasi. Pemerintah Bolivia amat bergantung kepada tenaga asing untuk proyek pengembangan sumber daya alamnya.

Maka dari itu banyak gedung-gedung tinggi di tengah pegunungan yang mengelilingi La Paz. Ketergantungan mereka dianggap salah satu penyebab Bolivia menjadi negara termiskin kedua di Amerika Selatan setelah Guyana. Sebetulnya, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Bolivia adalah petani.

Tanaman Koka adalah penghasilan terbesar petani di sana dibandingkan negara-negara Amerika Selatan lainnya. Koka adalah tanaman berjenis Erythroxlaceae yang merupakan flora asli dari benua tersebut. Seyogyanya, koka dijadikan bahan dasar obat-obatan, terutama untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan.

Tapi banyak juga yang menyalahgunakan tanaman itu untuk diklasifikasikan menjadi narkotika bersamaan dengan morfin dan heroin karena memiliki zat adiktif. Selain tanaman obat, La Paz juga memiliki ladang gas dan penghasil timah yang cukup besar di Amerika Selatan.

Kendati demikian, La Paz merupakan kota yang cocok dijadikan liburan karena menawarkan banyak pemandangan menarik dan suasana yang khas. Apalagi di sana adalah pusat kebudayaan Bolivia yang memiliki banyak museum dan monumen. Karnaval yang sering diadakan di sana pun menjadi kota terlihat lebih cair dari ketegangan ekonomi dan politik.

Jika pun oksigen tipis bagi olahragawan, tapi La Paz tidak akan membuat nyali tipis untuk berlibur di sana.

Komentar