Kepercayaan dan Kecemasan dalam Diri Higuain

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kepercayaan dan Kecemasan dalam Diri Higuain

Gonzalo Higuain cemas jelang pertandingan final Liga Champions 2016/2017 yang akan dilakoninya bersama Juventus di Stadion Nasional Cardiff, Wales, Minggu (4/6) dini hari waktu Indonesia. Ia menegang karena teringat sebuah sejarah, bukan hanya potensi menghadapi Real Madrid sebagai mantan kesebelasannya pada final nanti, melainkan ada bayang-bayang lain.

"Saya hanya akan mengatakan jika saya bermain di final seperti itu, jangan minta saya untuk mendatangi sebuah wawancara," jawab Higuain dengan singkat kepada Daily Mail.

Tentu jawaban itu akan menjadi membingungkan bagi jurnalis manapun. Ia menolak memberikan jawaban, tapi hanya kalimat itu yang terlontar dari mulut Higuain tanpa pesan dan peringatan apapun. Akhirnya itu yang menjadi pengantar penyerang 29 tahun tersebut dalam pemberitaan jelang final Liga Champions nanti.

Semua sadar bahwa Higuain adalah salah satu penyerang papan atas. Banyak pemain belakang yang bertekuk lutut dibuatnya. Gol demi gol bergelontoran dari kaki kanan, kiri, juga kepala. Tapi terkadang Higuain sadar bahwa pertandingan nanti mengingatkan sesuatu yang terjadi tiga tahun lalu. Hantu bergentayangan itu semua berasal dari bentrokan antara Argentina dengan Jerman di Stadion Maracana, Rio de Janeiro.

Pada wawancara itu, jurnalis Daily Mail tersebut tampak bisa merasakan merindingnya seorang Higuain. Lagipula sudah bukan rahasia lagi bahwa Higuain merupakan pemain yang memiliki kecemasan tinggi jelang pertandingan final kelas internasional. Laga final menghadapi Jerman di Stadion Maracana pada Piala Dunia 2014 adalah salah satunya.

Sebelum pertandingan itu, versi asli Higuain yang goyah telah muncul. Sampai-sampai Rafael Benitez yang melatihnya di Napoli pada waktu itu mengirimkan serangkaian kata-kata dalam pesan teks untuk mengangkat semangat agar pemain berjuluk El Pipita itu tidak merasa terganggu olah apapun jelang partai final Piala Dunia 2014. Sebab Higuain berkesempatan memenangkan hadiah terbesar di dalam karier sepakbolanya. Ya, Piala Dunia yang belum pernah digenggam Higuain maupun Argentina sejak 1986.

Tapi keinginan itu tidak berjalan sesuai rencana. Higuain kesulitan menaklukkan Manuel Neuer, penjaga gawang timnas Jerman. Sampai pada akhirnya justru Jerman-lah yang menjadi juara dunia 2014 itu. Momen kegagalan di Maracana tersebut terus meneror di kepala Higuain. Apalagi nasib Juventus hampir sama seperti Argentina, yaitu belum meraih gelar juara turnamen antar negara bergengsi selama bertahun-tahun.

Terakhir kali Juventus meraih gelar Liga Champions yaitu pada 1995/1996. Bahkan Higuain yang pernah membela Madrid pun belum merasakan beratnya mengangkat piala berkuping besar itu. Tapi semua pendukung Juventus percaya kepada Higuain. Sudah 32 gol yang total digelontorkan untuk Juventus dari seluruh kompetisinya. Kemudian Higuain yang sempat bergeming pun melanjutkan jawaban wawancaranya.

"Saya sudah bermain sepakbola selama 11 tahun di Eropa. Jadi saya tahu bagaimana mengendalikan emosi saya dengan cukup baik. Di saat-saat tertentu lebih sulit daripada yang lain, tapi saya terbiasa dengan itu. Jadi mari berharap kami bisa membuat sejarah. Kami hanya perlu satu langkah lagi, kami berharap bisa melakukannya," katanya.

Higuain bergabung dengan Juventus memang untuk mencapai kesuksesan dalam kariernya. Dan di Juventus, perjalanan yang harus ia tempuh pun cukup berat. Ia harus menghadapi dua mantan kesebelasannya untuk menapaki tangga juara. Pertama Higuain harus menyingkirkan Napoli pada semifinal Coppa Italia, selanjutnya Real Madrid yang harus ia taklukkan demi gelar yang belum pernah diraihnya.

"Saya tahu [pertandingan] ini akan aneh dan saya tahu ini akan menjadi pertandingan yang rumit. Saya sudah tidak berbicara dengan rekan lama (di Madrid). Tapi jelas, saya sangat mencintai Madrid, hanya saja tanggung jawab terbesar saya adalah membantu Juventus meraih gelar sebanyak mungkin," ungkapnya.

Di dalam sepakbola, menghadapi mantan kesebelasan memang selalu menjadi cerita tersendiri. Hal itu tak terkecuali dirasakan Hguain. Dan Higuain harus menghapus memori-memori tentang Maracana atau pun tentang kesebelasan-kesebelasan yang ia bela, khususnya Real Madrid. Saat ini, para pendukung Juventus sudah kadung menaruh kepercayaan kepadanya. Setiap inci bola dan pergerakannya akan menentukan nasib Juventus di depan gawang Madrid nanti.

Komentar