Latar Pendidikan: Antara Mourinho, Wenger, dan Liestiadi

Cerita

by redaksi

Latar Pendidikan: Antara Mourinho, Wenger, dan Liestiadi

Dunia mengenal Arsene Wenger dan Jose Mourinho sebagai dua nama yang memiliki pengaruh besar dalam kancah sepakbola internasional. Keduanya dianggap sebagai pelatih sukses, meski akhir-akhir ini Wenger dianggap sebagai sosok antagonis karena sikap kepala batunya yang enggan menanggalkan jabatan di Arsenal, tapi pencapaiannya bersama “The Gunners” tidak bisa dikesampingkan.

Sejak tahun 1996 menukangi Arsenal, pria berkebangsaan Prancis itu total telah menyumbang 15 gelar (3 Liga Inggris, 6 FA Cup, dan 6 Community Shield). Selain itu, Wenger juga selalu membawa Arsenal duduk di papan atas Liga Primer Inggris, yang membuat mereka menjadi salah satu tim yang konsisiten tampil di Liga Champions.

Begitu pula dengan Mourinho, yang terkenal karena bisa meraih piala pada empat kompetisi berbeda. Bersama Porto, ia berhasil membawa klub berjuluk “Dragons” itu juara Liga Portugal dua kali (2002/03, 2003/04) dan Liga Champions (2003/04). Saat pindah ke Inggris, tepatnya di Chelsea tiga gelar Liga Primer juga berhasil ia berikan, begitu pula saat menangani Inter Milan dan Real Madrid.

Terlepas dari prestasi yang berhasil diraih dua pelatih kenamaan tersebut, ada satu fakta unik di kehidupannya. Baik Wenger maupun Mourinho, keduanya merupakan dua pelatih yang juga memiliki gelar sarjana di luar bidang olahraga. Wenger, merupakan lulusan Ilmu Ekonomi dan Manajemen Universitas Strasbourg. Sementara Mou menggenggam gelar sebagai sarjana Psikologi.

Jarang memang kita mendengar ada pelatih atau pesepakbola yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Kalau pun ada, kebanyakan menempuh pendidikan yang masih dalam lingkup olahraga. Wenger dan Mou, menjadi contoh pelatih dengan latar belakang pendidikan yang baik dari kancah sepakbola internasional.

Kebetulan keduanya akan bertanding malam ini (7/5) dalam lanjutan Liga Primer Inggris.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Jangan dulu melempar argument bernada sumbang, sebab di sepakbola Indonesia banyak juga bertebaran pelatih yang memiliki latar belakang pendidikan yang bagus, yang berada di luar jalur olahraga khususnya sepakbola. Salah satunya Liestiadi Sinaga, yang saat ini memegang mandat sebagai pelatih Persipura Jayapura.

Ia merupakan pelatih yang punya titel Insinyur. Melihat gelar yang diraih Liestiadi, mengingatkan kita pada sosok mantan pelatih Manchester City, Manuel Pelegrini yang juga memiliki gelar Insinyur dari Universitas Pontifical, Cile.

Sementara Liestiadi, meraih gelar Insinyur dari Institut Teknologi TD Pardede, Medan pada tahun 1995. Bisa dibilang, ia adalah Insinyur terakhir di Indonesia, sebab setelah itu penggunaan bagi lulusan jurusan teknik di Indonesia sudah mulai menggunakan sebutan Sarja Teknik atau kerap disingkat S.T.

“Saya di Indonesia Insinyur terakhir tahun 1995. Tapi, karena sekarang sudah pake S.T. makanya saya lebih senang dengan kata itu saja. Saya, itu adalah Sarjana Teknik Komputer. Ya, sekarang Komputer itu kan sudah berkembang pesat. Dulu, saya belajar paka Bahasa mesin bahasa pemrograman paskal dll. Sekarang sudah pakai windows dll. Ilmu kompeter saya sudah ketinggalan juga,” ucap Liestiadi.

Korelasi

Mengacu pada latar pendidikan Mou dan Wenger, meski jurusan yang diambil materinya berseberangan dengan sepakbola, namun tetap ada korelasi yang bisa diterapkan di lapangan hijau. Hal tersebut, karena sepakbola memiliki sifat yang universal. Segala aspek dalam kehidpan, bisa ditemui dan dirakitkan di lapangan hijau.

Seperti Wenger dengan ilmu Ekonomi dan Manajemen yang dimilikinya, Wenger dikenal sebagai manajer dengan kemampuan bisnis yang andal. Banyak keuntungan didapat Arsenal dari kemampuan Wenger itu. Paling berpengaruh, soal penjualan pemain. Di bawah rezim Wenger, Arsenal terkenal dengan kebijakan transfer yang unik.

Arsenal sering membeli pemain berlabel biasa saja dengan harga murah tentunya, kemudian pemain tersebut Wenger bentuk menjadi pemain luar biasa hingga akhirnya menarik minat klub lain untuk membeli pemain tersebut. Kalau sudah menjadi pemain berkualitas, tentu Arsenal bisa bisa menjual pemain tersebut dengan harga selangit. Meski pun saat ini kecenderungan tersebut agak memudar.

Sementara Mou, dengan ilmu psikologi yang dimiliki, ia menjadi salah satu pelatih yang pandai dalam memotivasi pemainnya. Buktinya, hampir setiap klub yang ditangani, selalu berhasil meraih gelar. Selain itu, ia juga pandai dalam melancarkan psywar kepada calon lawannya dengan tujuan menciutkan nyali lawan saat akan berhadapan dengan tim asuhannya. Tak ayal, karena jago dalam urusan psywar, Mou mendapat julukan “the special one”.

Lalu, bagaimana korelasi antara ilmu teknik dengan sepakbola. Mungkin agak sulit untuk dijelaskan, namun Liestiadi memberikan pemahaman bahwa apapun latar pendidikan yang dimiliki pelaku sepakbola, pasti berpengaruh dalam karier di dunia si kulit bundar.

“Hubungannya dengan sepakbola, otomatis kami bisa menganalisa dan mengevaluasi segala sesuatu yang ada dalam sepakbola dengan menggunakan metode ilmiah tentunya,” terangnya.

Tentu, hal ini bukan bermaksud untuk mengecilkan para pelatih yang tidak memiliki latar pendidikan formal. Semua, punya peranan dan keunggulan masing-masing. Bila pelatih yang memiliki latar pendidikan formal bisa mengaplikasikan ilmunya di sepakbola dengan motede ilmiah, sementara pelatih yang tidak memiliki latar pendidikan formal tentu akan banyak belajar dari pengalaman.

Kedua metode tersebut, terbukti efektif lantaran banyak juga contoh pelatih yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal bisa sukses menangani tim karena pengalaman yang didapat saat ia aktif sebagai pemain, atau pembelajaran secara otodidak yang dilakukan dengan memerhatikan atau berdiskusi dengan peracik taktik yang lebih berpengalaman tentunya. Sebab, ilmu bisa didapat di mana saja, asal ada kemauan untuk mencarinya.

17 Tahun Mengenyam Pengalaman Sebagai Guru

Memiliki gelar sebagai Insinyur atau Sarjana Teknik, membuat Liestiadi tidak hanya memiliki kesempatan berkecimpung di dunia sepakbola. Tercatat, pria kelahiran Medan, 14 Oktober 1968 itu juga pernah berprofesi sebagai tenaga pengajar di SMA Sutomo Medan. Di sana, Liestiadi tidak hanya mengajar Ilmu Komputer saja, murid-muridnya pun mendapat pengajaran Ilmu Matematika dan Fisika juga dari Liestiadi.

“Saya 17 tahun pengalaman sebagai guru. Saya, dulu mengajar bidang studi Matematika, Fisika, juga Komputer. Terus terang saja, ada banyak hal yang bisa diambil dari pengalaman saya dulu sebagai guru dengan profesi saya saat ini sebagai seorang pelatih,”

Salah satunya bagaimana membangun komunikasi dengan para pemain. Dalam sepakbola, komunikasi antar pemain, atau pemain dengan pelatih, dan seterusnya menjadi salah satu elemen penting. Pengalaman Liestiadi sebagai seorang guru, membuatnya bisa menerapkan komunikasi efektif, sehingga membuat pemain itu respek.

“Baik itu respek dengan motede latihan. Terus terang, pemain itu tahu pelatih punya kualitas atau tidak mereka tahu. Mereka, bisa lihat dari motede latihannya. Soal metode latihan, kita sebagai pelatih harus belajar terus, karena sepakbola terus berkembang kita harus belajar untuk terus mencari metode moderen,” terangnya.

Selain itu, pengalamannya sebagai guru juga membuat Liestiadi terpacu untuk terus belajar. Baik ilmu terapan atau non terapan selalu berkembang di setiap tahunnya. Ketika menjadi guru, ia dituntut bisa memberikan materi yang up to date. Selain materi, gaya mengajarnya pun harus bisa berkembang karena seiring zaman metode pengajaran selalu mengalami perubahan.

Hal tersebut juga yang ia alami saat meniti karier sebagai pelatih. Sepakbola juga berkembang di setiap tahunnya. Liestiadi, tentu tidak bisa hanya mengandalkan pengalamannya sebagai pemain dulu, Ia, dituntut harus bisa memperbarui ilmu kepelatihannya, sebab gaya dan metode melatih dulu dan sekarang tentu saja berbeda, meski kadang perbedaan itu tidak kita temui secara terperinci.

“Jadi, kalau makin canggih ilmu kita dan bisa kita implementasikan dengan cara yang tidak membosankan dan berkualitas otomatis mereka (pemian) akan respek. Kalau sudah seperti itu, pasti berpengaruh pada suasana tim yang akan semakin kondusifi. Apalagi didorong dengan manajemen yang baik. Tentunya ini akan membuat kondisi tim semakin bagus,” katanya.

Dengan apa yang dicapai Liestiadi, tentu ini menjadi satu inspirasi bagi para pelaku sepakbola lainnya di Indonesia. Meski memiliki kegemaran dalam bidang sepakbola, namun ia masih peduli dengan pendidikannya, hingga gelar Insinyur berhasil diraih.

Selain Liestiadi, sebenarnya ada beberapa pelatih lain di Indonesia yang memiliki latar pendidikan formar di luar sepak bola. Pelatih Semen Padang, Nil Maizar salah satunya yang merupakan pelatih dengan titel Sarjana Ekonomi. Selain itu, Nil juga pernah berkecimpung di dunia politik. Tidak lama, karena akhirnya ia kembali ke dunia sepak bola untuk menjadi juru taktik.

Cerita tentang sosok Liestiadi, tentu tidak akan terhenti di sini, masih ada satu kisah lainnya dari sosok kalem dan ramah itu yang akan kami bahas. Sebagai bocoran, pada edisi selanjutnya kami akan menceritakan perjalanan karier Liestiadi dari seorang pesepakbola menjadi pelatih. (SN)

Bersambung……

Komentar