Kekerasan Masih Warnai Sepakbola Indonesia

Cerita

by redaksi

Kekerasan Masih Warnai Sepakbola Indonesia

Belum genap sebulan kompetisi sepakbola Indonesia bergulir, beberapa insiden yang mengaburkan nilai-nilai sportivitas sepakbola telah terjadi. Insiden-insiden negatif yang ada dalam beberapa pekan bergulirnya kompetisi sepakbola Indonesia tak hanya di Liga 2, tapi juga liga 1.

Belum habis pemberitaan soal tindakan Pelatih Persebaya Surabaya, Iwan Setiawan, yang mengacungkan jari tengah kepada Bonek yang memintanya lengser dari kursi pelatih, kini kita kembali dihadapkan oleh pemberitaan soal kekerasan yang terjadi di laga antara Sragen United melawan Persis Solo dalam lanjutan Liga 2 Indonesia 2017.

Dalam pertandingan itu, Persis berhasil keluar sebagai pemenang. Namun, kemenangan tersebut harus dibayar mahal karena salah satu gelandang Persis, Dedi Cahyono Putro, harus dilarikan ke rumah sakit setelah kepalanya terluka usai menerima terjangan lutut penjaga gawang tim tuan rumah, Andi Setiawan.

Saat itu, Dedi yang melakukan solo-run dari tengah lapangan berhasil melewati hadangan beberapa pemain Sragen. Ketika masuk ke kotak penalti, gangguan dilakukan salah seorang pemain belakang Sragen yang membuat Dedi hilang keseimbangan dan terjatuh.

Bola kemudian berhasil diamankan oleh Andi. Namun, saat Dedi masih terduduk di kotak penalti, Andi yang saat itu tengah memegang bola berlari ke arah Dedi. Entah disengaja atau tidak, namun lutut Andi saat itu persis mengenai kepala Dedi yang langsung meringis kesakitan.

Selain itu, Persis juga harus kehilangan Andrianto Ariza yang mendapat kartu merah dari wasit Bambang Sutiyono. Kartu merah yang diberikan kepada Andrianto terbilang salah sasaran. Kronologisnya, saat Dedi mendapat terjangan para pemain Persis langsung terpancing emosinya.

Andrianto sebenarnya diam di bangku cadangan, aksi represif justru ditunjukkan Hendri Aprilainto yang sampai mengejar-ngejar wasit. Namun, entah bagaimana ceritanya kartu merah justru diberikan kepada Andrianto.

Pertandingan antara Sragen melawan Persis berakhir ricuh, karena penonton saat itu juga sampai merangsek ke dalam lapangan. Selain Dedi, buntut dari kericuhan tersebut juga membuat salah satu pemain Sragen, M Wahyu, juga dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka di bagian pelipisnya.

Insiden yang hampir mirip dengan yang ada di Sragen juga terjadi dalam laga yang mempertemukan Kepri Jaya 757 melawan PSPS Pekanbaru. Dalam laga yang berkesudahan 1-1 itu diwarnai dengan dikartumerahnya pemain Kepri Jaya, Gerald Pangkali, yang melakukan tindakan kurang sportif kepada penggawa PSPS, Defri Rizky. Saat itu, Gerald terlihat memukul Defri, yang membuat Defri langsung terjatuh kesakitan. Sontak wasit yang melihat langsung kejadian tersebut langsung mengusir mantan pemain Persipura Jayapura itu keluar lapangan. Namun tanpa disangka, sebelum keluar lapangan, Gerald "menyempatkan diri" untuk menendang Defri yang sudah terjatuh.

Kejadian yang terjadi dalam pertandingan tersebut tentunya mengingatkan kita pada beberapa insiden yang pernah terjadi di sepakbola Indonesia, khususnya di kompetisi level dua sepakbola nasional. Musim lalu, Persinga Ngawi yang berlaga di Indonesia Soccer Championship (ISC) B 2016 didiskualifikasi lantaran tindakan tidak terpuji para pemainnya yang menyerang hakim garis di laga melawan PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, Minggu (7/8/2016). Karena tidak puas dengan keputusan Asisten Wasit II Iswah Indiarto yang mengesahkan gol Riski Novriansyah pada menit 62 yang membentur tiang dan memantul ke tanah.

Sontak, para penggawa Persinga melampiaskan emosinya karena tidak terima dengan keputusan wasit yang mengesahkan gol ketiga PSS itu. Mereka melakukan tindakan represif dengan memukul dan menginjak-injak Iswah hingga sang pengadil pertandingan itu pun mengalami memar di wajah, serta luka di bagian pinggang. Iswah, kemudian tidak lagi mampu melanjutkan tugasnya.

Insiden yang lebih mengerikan pernah terjadi pada tahun 2014 lalu. Saat itu pemain Persiraja Banda Aceh, Akli Fairus harus meregang nyawa setelah menerima terjangan penjaga gawang PSAP Sigli Agus Rohman. Saat itu, kaki Agus membentur bagian perut Akli yang tengah berlari menyongsong bola. Akli tergeletak, hingga beberapa saat kemudian ia dilarikan ke rumah sakit. Sepekan mendapat perawatan, Akli pun mengembuskan nafas terakhirnya.

Tidak hanya Liga 2, di Liga 1 yang merupakan kompetisi level elit sepakbola Indonesia itu tindakan kurang terpuji terjadi. Paling hangat insiden pemukulan pemain PS TNI, Abduh Lestaluhu, kepada penyerang Bhayangkara United, Thiago Furtuoso. Seusai laga yang dimenangkan PS TNI dengan skor 2-1 itu, Abduh langsung meminta maaf atas tindakan tidak terpujinya. Abduh mengaku terbawa tensi tinggi pertandingan, sehingga sulit baginya untuk meredam emosi saat itu.

Sebelumnya, Abduh juga sempat menjadi soroton karena pernah melakukan tindakan tidak terpuji saat Final leg kedua Piala AFF antara Indonesia melawan Thailand di Stadion Rajamangala, Thailand, beberapa waktu lalu. Pada menit-menit akhir pertandingan, Abduh terlihat menendang bola dengan keras ke arah bench pemain Thailand. Sontak hal tersebut membuat skuat asuhan Kiatisuk Senamuang itu berhamburan untuk memburu Abduh.

Selain itu, di laga perdana PSM Makassar, penyerang mereka, Ferdinan Sinaga, juga melakukan tindakan kurang sportif dengan memukul penyerang Persela Lamongan, Ivan Carlos. Buntutnya, mantan pemain Persib Bandung itu dikartumerah wasit dan terkena larangan bertanding sebanyak empat pertandingan. Ironisnya, saat itu Ferdinan baru bermain selama kurang lebih lima menit.

Melihat apa yang terjadi di sepakbola Indonesia, dengan kekerasan yang masih saja terus terjadi, tentu ini harus menjadi bahan evaluasi bagi semua pelaku sepakbola Indonesia. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai induk sepakbola nasional, tentu diharapkan bisa lebih tegas memberikan sanksi kepada pelaku kekerasan atau tindakan yang menyimpang dari nilai-nliai sportivitas yang diatur dalam sepakbola.

Selain itu, ketegasan wasit dalam memimpin jalannya pertandingan pun dibutuhkan. Walau bagaimanapun, selain bertugas sebagai pengadil di lapangan, wasit juga memiliki kewajiban untuk melindungi pemain. Para pemain juga diharapkan bisa lebih mendewasakan diri dalam menerima keputusan wasit.

Biar bagaimanapun, saat ini sepakbola Indonesia tengah menata diri untuk menjadi lebih baik. Tentunya selain prestasi membanggakan, untuk mewujudkan misi menjadikan sepakbola Indonesia yang maju dan bermartabat, sportivitas di dalam lapangan menjadi salah satu hal krusial yang patut untuk dijunjung tinggi.

(SN)

Video: Youtube

Komentar