Sandro Wagner dan Dansa Robot

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sandro Wagner dan Dansa Robot

Perayaan gol dengan berdansa seperti robot pernah menjadi sesuatu yang booming pada kisaran 2008-2010, dan Sandro Wagner adalah bagian dari booming tersebut.

Berdansa seperti robot ini adalah sebuah gaya perayaan gol yang pertama kali dilakukan oleh Peter Crouch pada kisaran 2008-2010. Crouch, yang ketika itu masih membela Tottenham Hotspur dan timnas Inggris, kerap melakukan aksi berdansa seperti robot usai mencetak gol. Dengan badan yang tinggi dan agak sedikit kurus, aksi perayaan gol yang dilakukan Crouch membuatnya tampak seperti sebuah robot yang sedang berdansa.

Gaya yang juga mewakili perasaan bahagia usai mencetak gol ini kerap diperlihatkan beberapa kali oleh Peter Crouch ketika ia mencetak gol. Memang saat itu ia tengah tampil prima dan cukup rajin mencetak gol bersama Spurs dan timnas Inggris, sehingga gaya ini kerap terlihat ketika timnas Inggris dan Spurs sedang bermain.

Gaya dansa seperti robot ini ternyata berpengaruh terhadap seseorang di negara Jerman sana yang sedang tumbuh dan berkembang pada masa itu (kisaran 2008-2011). Seorang pemuda kelahiran München bernama Sandro Wagner. Pemuda yang saat itu sedang merintis jalannya sebagai seorang pesepakbola di Jerman.

Jalan Awal Sandro Wagner Menuju Gaya Dansa Robot

Sandro Wagner, seperti kebanyakan pemuda yang lahir di München, belajar bermain sepakbola ketika muda dari akademi sepakbola Bayern. Tergabung bersama tim youth Bayern serta menjadi bagian dari tim reserve Bayern pada musim 2006/2007, ia mulai mencicipi atmosfer ke tim senior ketika pelatih Ottmar Hitzfield memasukkan namanya untuk berkompetisi di turnamen Ligapokal pada 2007, sebuah turnamen pramusim yang mempertemukan enam tim di Jerman, yang terdiri dari empat tim teratas Bundesliga, satu tim juara DFB Pokal, dan juara Bundesliga 2.

Ia pun dipromosikan ke tim senior pada musim 2007/2008, bersamaan dengan masa ketika Hitzfield harus pergi meninggalkan Bayern. Hanya semusim bersama tim senior Bayern, ia tidak berkembang dengan baik sehingga pada musim selanjutnya Wagner memutuskan untuk membela MSV Duisburg.

Ternyata langkah ini adalah langkah tepat yang ia lakukan. Bersama Duisburg, ia berkembang cukup baik sebagai wonderkid sepakbola Jerman kala itu. Tujuh gol dari 30 penampilannya bersama Duisburg pada musim 2008/2009 mengantarkannya menjadi penggawa timnas Jerman U-21 yang bertanding dalam ajang Piala Eropa U-21. Timnas ini, berdasarkan pendapat dari beberapa pengamat, adalah salah satu timnas muda terkuat yang pernah ada.

Berisikan pemain seperti Mesut Özil, Sami Khedira, Mats Hummels, Manuel Neuer, Jerome Boateng, serta Benedikt Höwedes, tim ini sukses mengalahkan timnas Inggris U-21 pada babak final Piala Eropa U-21 yang dilangsungkan di Malmo, Swedia. Wagner menjadi bintang dalam pertandingan tersebut dengan mencetak dua gol. Pada pertandingan itu pula, ia mempraktikkan gaya dansa robot yang saat itu menjadi trademark dari Peter Crouch.

Tampilan fisik yang tidak jauh beda dengan Peter Crouch, membuat banyak orang kerap menyebutnya sebagai Peter Crouch dari Jerman. Ditambah lagi kebiasaannya yang kerap melakukan dansa robot laiknya Crouch, orang-orang pun makin sering menyama-nyamakannya dengan Crouch, walau Wagner menolak anggapan ini.

Inilah awal mula Wagner mengenal dansa robot. Selama di Duisburg, ia cukup sering melakukan hal ini. Gaya dansa robot gubahan Wagner ini pun kerap tersaji ketika ia hijrah dari Duisburg dan membela Werder Bremen. Bisa dibilang, gaya dansa robot ini di Jerman telah dikuasai sepenihnya oleh Wagner. Tanda dari produktivitas dan kebahagiaan dari pemain kelahiran München tersebut.

Dansa Robot yang Padam, dan Cahaya dari Darmstadt yang Menyalakannya Kembali

Sepakbola kadang dapat menjadi sesuatu yang jahat. Itu pula yang dialami oleh Wagner. Pada 2012, ia setuju dengan keinginan manajemen Bremen yang ingin meminjamkannya ke FC Kaiserslautern. Kelak, Wagner menyadari bahwa keputusannya untuk hijrah ke Kaiserslautern ini adalah keputusan yang salah.

"Saya mengakui kepindahan ke sana (Kaiserslautern) adalah sebuah kesalahan besar. Tidak ada kenyamanan yang saya temukan di sana, baik itu di dalam maupun di luar lapangan," ujar Wagner.

Pun dengan Hertha Berlin yang menjadi tujuan selanjutnya dari Wagner. Tiga musim di sana, bisa dikatakan adalah masa-masa penyia-nyiaan salah satu talenta terbaik tanah Jerman. Wagner jarang sekali mendapatkan kesempatan tampil. Selama tiga musim di sana ia hanya mencetak empat gol dari 74 penampilan yang ia ambil.

Penampilan Wagner yang turun ini pun berpengaruh terhadap dansa robot yang acap ia lakukan. Dansa robot itu tidak lagi terlihat. Dansa robot yang menjadi cermin dari kebahagiaan dan produktivitas Wagner di tim yang ia bela. Bersama Kaiserslautern dan Hertha, ia sama sekali tidak menemukan hal tersebut. Hanya ketidaknyamanan yang ia rasakan di dua tim tersebut.

Beruntung, cahaya masih ada untuk Wagner yang pada 2015 sudah memasuki usia 28 tahun. SV Darmstadt, diwakili oleh Dirk Schuster, menawarkan jalan baginya untuk memperbaiki karier di saat pemain-pemain seangkatannya sudah membela tim besar di Eropa dan Jerman. Darmstadt pun menjadi tempat yang berkesan di hati Wagner.

"Saya suka di sini. Orang-orang di sini sederhana dan tidak terlalu membuat diri mereka pusing dengan hal yang berlebihan. Hal itu berpengaruh kepada sepakbola di sini, yang seolah berubah menjadi hal yang sederhana bagi saya," ungkap Wagner.

Selain menemukan cahaya, ia juga menemukan tempat untuk berdansa robot kembali di sini.

***

Musim 2015/2016 bersama Darmstadt yang indah sudah selesai. Total 14 gol sukses ia lesakkan dari 32 penampilan bersama klub yang juga terkenal akan kebijakan tiketnya itu. Musim 2016/2017, ia memulai perjalanan baru bersama TSG 1899 Hoffenheim. Perjalanan yang tak kalah menyenangkan juga, karena ia sekarang sedang menikmati masa di bawah polesan pelatih muda berbakat, Julian Nagelsmann, dengan torehan 10 gol dari 17 pertandingan yang sejauh ini sudah dijalani.

Dengan segala aura positif yang sedang dirasakan oleh Wagner, dan juga jumlah pertandingannya bersama Hoffenheim yang mungkin tetap bertambah, bukan tidak mungkin kelak dansa robotnya akan terlihat kembali di sini. Dansa robot yang lebih dari sekedar dansa biasa untuk Wagner, melainkan dansa sebagai ungkapan kebahagiaan dan produktivitas.

Sumber lain: ESPN FC

foto: @Zwitscher_Vogel

Komentar