Kebengalan Mario Balotelli Hanya Membutuhkan Dekapan Ibu

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kebengalan Mario Balotelli Hanya Membutuhkan Dekapan Ibu

Mario Balotelli tampil gemilang ketika memperkuat tim nasional (timnas) Italia di ajang Piala Eropa 2012. Salah satu penampilan terbaiknya ketika mengalahkan Jerman dengan skor 2-1 pada laga semifinal dengan memborong dua gol Italia. Gol keduanya dirayakan sampai menjadi viral di berbagai media sosial.

Balotelli merayakannya dengan cara membuka baju dan memperlihatkan bentuk tubuhnya yang kekar bak tentara romawi Italia. Perayaan golnya itu bukan tanpa maksud. Balotelli ingin menunjukkan bahwa ia adalah pahlawan Italia seperti prajurit romawi kendati dengan asal muasal dan ras yang berbeda. Sebab kulit hitamnya itu selalu menjadi korban rasisme yang sering diterimanya sejak kecil.

Tidak jarang Balotelli diserang berbagai hinaan rasial sejak kecil sampai dewasa menjadi pesepakbola. Suporter lawan sering menghina warna kulitnya, "tidak ada Italia yang hitam" menjadi bacaan yang akrab dilihat kedua matanya. Bahkan sampai peniruan suara monyet dan lemparan pisang pernah diterimanya ketika sedang mengolah si kulit bundar. Tapi Balotelli selalu membalasnya dengan penampilan gemilang pada waktu itu. Termasuk atas dua golnya ke gawang Jerman yang membuatnya menjadi pahlawan Italia. Benar-benar seorang Italia dan didedikasikan untuk Italia.

Saat perayaan golnya terdapat senyum penuh dengan ketulusan dari seorang perempuan di tribun penonton. perempuan tersebut dihampirinya setelah pertandingan semifinal itu selesai. Kemudian Balotelli memeluk perempuan tersebut. Situasi menjadi haru karena ia meneteskan air mata sambil membisikkan sesuatu. Perempuan itu pun tidak bisa membendung haru air matanya. perempuan itu bukanlah Raffaella Fico, model yang saat itu berstatus kekasih Balotelli. Perempuan paruh baya itu adalah ibu angkatnya bernama Silvia Balotelli.

Memang berkat jasa Silvia-lah Balotelli bisa hidup sebagai warga Italia. Dan berkat ia jugalah nama "Mario" bertambah "Balotelli". Atas peran-peran itulah pelukan mereka berbisik dua gol itu ditujukan untuk Silvia, "Apa yang diperlihatkan dari pertandingan ini? Tentu saja ketika setelah pertandingan saya pergi ke ibu saya dan saya bicara, `Gol ini untukmu`. Saya menunggu momen seperti ini dalam waktu lama, terutama ketika ibu saya datang ke sini dan saya ingin membuatnya bahagia," ujarnya seperti dikutip Mirror.

Sebelumnya, Balotelli bernama Mario Barwuah. Lahir di Palermo, Sisilia, dari pasangan bernama Thomas dan Rose Barwuah. Ketika pindah ke Bagnolo Mella, Brescia, jiwa Mario terancam karena penyakit usus dan harus dioperasi. Tapi pasangan Barwuah yang notabene imigran tidak sanggup membiayai biaya perawatan setelah operasi. Mario kecil pun harus ditahan di rumah sakit. Pasangan Barwuah disarankan agar nasib Mario diserahkan ke panti asuhan. Sampai pada akhirnya situasi mendesak itu didengar Silvia dari layanan perlindungan anak di Italia.

Mario Balotelli bersama ibu dan saudara kandungnya.

Silvia pun datang bersama Francesco Balotelli untuk membantu biaya perawatan dan mengadopsinya. Kemudian dibawa tinggal bersama dengan tiga anak kandungnya bernama Corrado, Giovanni dan Cristina. Keputusan Silvia itu bukan tanpa alasan. Sebab ia juga merupakan korban dari orang tuanya yang terkena dampak Holocaust, pembantaian masal kaum Yahudi oleh tentara Nazi.

Rasa empati itulah yang membuat Silvia mengadopsi Mario yang berusia tiga tahun pada waktu itu. Silvia pun merawat Balotelli penuh dengan kasih sayang kendati dengan latar belakang dan ras yang berbeda. Ia tidak keberatan ketika Mario sering memintanya menemani tidur dan mendekapnya setiap malam.

Tapi Mario tidak melupakan orang tua kandungnya. Ia masih mengunjungi pasangan Barwuah di setiap akhir pekan. Mario juga akrab dengan adiknya yang bernama Enoch Barwuah. Sekarang, Enoch pun menjadi pesepakbola di Foligno yang berkompetisi di Serie-D Italia.

Sebetulnya Silvia lebih menyukai anak angkatnya itu menjadi pemain basket. Kendati demikian, sepakbola yang menjadi olahraga favorit Mario sejak kecil telah berhasil membahagiakannya di masa kini. Mario sendiri resmi berstatus warga negara Italia ketika usianya 18 tahun. Setelah memastikan tidak berada di dalam status adopsi lagi.

Pada saat itu jugalah Mario resmi menambahkan nama Balotelli pada status kewarganegaraannya. Walau di sisi lain, nama Balotelli sudah diakui oleh dirinya sendiri sejak diadopsi. Hal itu karena balas budi atas kasih sayang pemberian orang tua angkat dari pasangan Balotelli.

Kendati Balotelli sudah dewasa dan berkarir di Manchester City, Silvia masih rajin mengunjungi Balotelli. Di sana ia membersihkan dan mengatur apartemen Balotelli. Setidaknya, dengan hal sekecil itu rasa rindu Balotelli kepada Concesio bisa terobati, merindukan tempatnya dibesarkan. Merindukan tempat di mana ia biasa makan pizza dengan teman-temannya pada jam istirahat sekolah.

Di sana jugalah ia tumbuh besar atas berbagai perbedaan yang membuatnya dihakimi oleh rasisme. Tapi Balotelli tetap bisa bertahan dan bisa menjadi pesepakbola profesionalnya saat ini bahkan saat kariernya surut ketika memperkuat Liverpool dan musim keduanya di AC Milan. Sekarang kariernya bangkit kembali ketika memperkuat OGC Nice. Diyakini jika kebangkitannya saat ini tidak lepas dari dekapan seorang Silvia. Sebab semua yang dibutuhkan dari kebengalan Balotelli mungkin memang hanya pelukan dari ibunya.

Sumber lain: Terra

Komentar