Menggeledah Visi dan Mimpi Widodo Cahyono Putro sebagai Pelatih

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Menggeledah Visi dan Mimpi Widodo Cahyono Putro sebagai Pelatih

Filosofi Strategi Widodo Sebagai Pelatih

Jika bercerita tentang gaya kepelatihan seorang Widodo, Widodo mengakui ia adalah pelatih yang mementingkan persiapan. Ia juga menjadi pelatih yang lebih mementingkan praktik daripada teori-teori dari hasil evaluasi saja.

“Persiapan akan menentukan strategi yang dipilih. Selama satu minggu, saya mencoba praktik, tidak hanya evaluasi. Evaluasi harus kuat dalam memori anak-anak. Dengan praktik, kita arahkan. Bergesernya seperti apa, cara mengambil seperti apa,” terang Widodo mengenai persiapannya dalam menghadapi pertandingan.

“Saya setiap latihan pasti saya kasih instruksi per individu; compact defense, antisipasi serangan lawan, bagaimana caranya kita menyerang, kalau tendangan penjuru siapa jaga siapa, sudah dari awal saya jelaskan. Hal itu harus kuat di memori anak-anak, namanya kognitif aktif. Kalau tidak kuat, dalam keadaan lelah, hal itu akan hilang. Makanya, untuk menguatkan ke memori anak-anak visualisasi dan praktik ke itu penting daripada hanya ngomong-ngomong,” lanjutnya.

Widodo pun merupakan pelatih yang percaya bahwa sesuatu hal terjadi, pasti ada sebabnya, bukan hanya kebetulan, termasuk gol. Menurutnya, dengan memahami hal tersebut, ditambah doa, usaha, kerja keras disertai strategi yang tepat, gol bisa terjadi.

“Dalam pikiran kita itu harus bertanya, ‘apa, sih, yang bisa menjadikan gol?’. Kita tidak bisa bicara kebetulan atau karena nasib. Semua kalau kalau gitu, ya repot. Kita harus berusaha antisipasi dari semua itu. Dimulai dari ngatur ritme, mungkin juga tidak buru-buru keluar menyerang, ambil bola buang, atau kita bisa mainkan bola ketika waktu tinggal lima menit lagi. Dan semua itu sudah harus dipersiapkan,” jelas mantan penyerang yang pernah membela Persija Jakarta ini.

Widodo pun menjelaskan filosofi yang ia usung. Dan ia ingin setiap tim yang diasuhnya bermain menekan sambil mengandalkan serangan balik untuk mencetak gol. Meskipun begitu, ia selalu merencanakan strategi alternatif ketika skema yang ia inginkan tak bisa dimainkan.

“Soal filosofi, ketika kita kehilangan bola, kita harus memikirkan caranya bagaimana kembali merebut bola. Setelah merebut bola, apa yang mesti dilakukan? Counter attack. Itu kedua. Yang ketiga, kalau kita tidak bisa counter attack, apa yang harus dilakukan? Possession football,” terang Widodo.

“Saat kita hilang bola, kita pressing, jangan langsung mundur. Yang terdekat (dengan bola), pressing. Satu, dengan pressing, lawan tidak mudah atau tidak enak bangun serangan, karena ada gangguan. Kedua, mereka akan kesulitan melakukan through pass. Ketiga, organisasi serangan mereka belum settle. Jadi kita merusak visi bermain mereka sejak dini. Begitu mereka mengoper ke pemain belakang karena pressing kita, di situ kita sudah safe,” lanjutnya.

Pemahaman taktik yang dimiliki Widodo sendiri tak hanya hasil dari kursus saja. Ia juga menonton kesebelasan-kesebelasan Eropa saat bermain. Ia kemudian coba mengaplikasikan ke permainan anak asuhnya.

“Tapi semua strategi sebenarnya situasional. Kita juga harus adopsi permainan-permainan seperti Barca, misalnya. Walau tidak sempurna,  kita coba praktikkan gimana cara mereka menguasai bola. Yang baik-baik itu harus kita tiru,” aku Widodo.

“Tapi bukan berarti saya fanatik ke Barca. Saya fanatik dengan sepakbolanya. Saya juga suka permainannya Real Madrid, satu-dua sentuhan bisa jadi gol. Kalau Barca mungkin sampai 20 (operan) baru gol. Saya gak fanatik ke klub-klub. Apalagi saya sekarang pelatih. Pelatih lihat ke taktik, ke cara bermain, atau filosofi bermain,” tutupnya.

***

Cerita Widodo di atas memberikan inspirasi bagi kita, khususnya saya, perihal kondisi pembinaan usia muda hingga bagaimana sebuah strategi diterapkan pada tim. Lebih dari itu, kita harus mengacungi jempol soal kepeduliannya terhadap timnas dan mengamini apa yang dikatakan Widodo mengenai pemain muda yang seringkali layu sebelum berkembang.

Semoga apa yang diterapkan Widodo pada akademi yang ia kelola dan terbukanya kesempatan untuk pemain muda di Sriwijaya FC bisa diikuti oleh akademi atau kesebelasan lain. Dengan begitu, kita bisa melihat Dimas Drajat lain yang akan menjadi tulang punggung timnas di masa yang akan datang untuk mengharumkan nama Indonesia di dunia lewat sepakbola. 

 Untuk membaca artikel wawancara kami dengan Widodo bagian pertama, tentang kariernya sebagai pemain, bisa dibaca dalam artikel Widodo Cahyono Putro: Tarkam Dulu Sebelum Melegenda.

Komentar