Di Balik Panasnya Derby della Capitale

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Di Balik Panasnya Derby della Capitale

Terima kasih Juventus, atas kemenangan 3-1 Si Nyonya Tua saat melawan Napoli memberi sedikit keringanan baik AS Roma atau Lazio di laga Derby della Capitale malam nanti (25/5). Dengan hasil itu juga sepatutnya kedua kesebelasan kota Roma berterima kasih karena hasil tersebut mengamankan posisi mereka di tiga besar klasemen sementara Serie-A 2014/2015 menjelang laga derby.

Ya, kini rival abadi satu kota tersebut saling sikut mengamankan zona Liga Champions musim depan. Meski keduanya selangkah lebih aman ketimbang Napoli, itu bukan menjadi alasan untuk saling mengalah pada pertemuan Derbi Kota Roma yang bertajuk Derbi Ibukota (Derby della Capitale). Pasalnya hanya AS Roma lah yang telah memastikan tiket Liga Champions selain Juventus selaku juara Serie A. Dan andai kata Lazio kalah di laga derby nanti malam, peluang Napoli melempar Lazio dari tiga besar klasemen di pekan terakhir akan tetap terbuka dengan mengantongi keunggulan head to head di putaran pertama.

Pertandingan derby ibukota ini bukan pertemuan sembarangan. Rivalitas antara Roma dengan Lazio disebut-sebut sebagai yang terpanas di Italia bahkan melebihi tensi Derbi Milan (Derby Madonnina) atau Derbi Turin (Derby della Mole). Di pertandingan ini pun Roma bisa saja melempar Lazio dari tiga besar di akhir musim 2014/2015.

Dalam Derby Milan para masyarakat tidak akan terlalu membicarakan kemenangan pertandingan terakhir. Lagi pula di Kota Milan tidak memusingkan siapa yang mendukung Internazionale Milan maupun AC milan kecuali ultras mereka, karena kedua pendukung tersebar hampir di seluruh Italia.

Sementara itu jika di Kota Roma, masing-masing suporter memiliki pendiriannya masing-masing. Bahwasannya siapa Romanisti dan siapa Laziale, hasil pertandingan terakhir akan terus dibicarakan oleh masyarakat kota Roma di seluruh penjuru kota.

Lalu kenapa ibukota Italia ini hanya terfokus bagi dua kesebelasan saja? itu karena Kota Roma merupakan basis daerah terbesar pendobrak kesebelasan-kesebelasan Italia daerah utara: Juventus, Inter, Milan.

Dahulu salah satu tokoh fasisme dunia yakni Benito Musollini ingin menyatukan kesebelasan sepakbola dengan berbasis di kota Roma agar menyeimbangkan sepakbola di Italia tidak hanya kawasan utara saja. Tapi cuma Si Elang (Le Aquile), julukan Lazio, yang menolak bergabung dengan kesebelasan lain sepreti Roman FC, SS Alba-Audace dan Fortitudo-Pro Roma SGS pada musim panas 1927. Penolakan Lazio untuk bergabung menjadi awal permusuhan abadi mereka dengan Roma.

Permusuhan semakin panas dengan dibumbui masing-masing suporter garis keras mereka atau biasa yang disebut Ultras. Pada dasarnya, baik Ultras Lazio maupun Roma sama-sama menganut paham fasisme. Akan tetapi Roma yang lebih sedikit legowo menerima pemain kulit hitam sering menjadi bahan cemooh para suporter Si Elang.

Pada musim 1998/1999 para Ultras Lazio membentangkan tulisan "Tim Niger mengikuti yahudi". Tulisan itu memunculkan anggapan prespektif Ultras Lazio sebagai penganut fasisme yang sangat kuat. Mereka tidak ragu mengibarkan atribut Lazio bersandingan dengan logo Nazi Swastika atau memperagakan gestur hormat ala Adolf Hitler, pemimpin Nazi.

Sedangkan para pendukung garis keras Si Serigala (I Lupi), julukan Roma, sering menyinggung para suporter Lazio sebagai penduduk pinggiran karena mereka disebut bukan warga asli Roma karena mereka menggunakan nama kesebelasan berdasarkan wilayah mereka di Lazio.

Berjalannya waktu, tensi kedua pendukung derby ibukota semakin panas terutama setelah Lazio dan Roma menempati markas yang sama di Stadion Olimpico. Sebelumnya Si Elang yang didirikan di Rione Prati, bermarkas di lapangan Rondinella daerah Parioli. Sementara Roma bermain di Motovelodromo Appio dan kemudian pindah ke Rione.

Pertempuran antara suporter pun semakin sering terjadi setelah sama-sama bermarkas di Olimpico. Pada 1979 penggemar Lazio bernama Vicenzo Paparelli mesti meregang nyawa karena kepala dan matanya dipukul memakai suar (red flare) Ultras Roma. Vicenzo menjadi pendukung sepakbola pertama yang tewas di ranah sepakbola Italia. Ya, lebih tepatnya lagi di Derby della Capitale.

Kendati demikian kedua rival pernah sedikit menunjukan aksi simpatik ketika tewasnya suporter Si Elang bernama Gabriele Sandri pada 11 November 2007. Suporter yang berprofesi sebagai DJ tersebut terbunuh polisi karena sebuah tembakan di lehernya ketika duduk di sebuah mobil, setelah beberapa suporter Lazio melempari sekelompok ultras Juventus di tempat peristirahatan Badia al Pino di Arezzo, dalam area A1 Motorway.

CALCIO: 'GABBO UNO DI NOI', DERBY ROMA RICORDA SANDRI

Setelah kejadian tersebut pada Derby Ibukota 19 Maret 2008, aksi simpatik yang diwakili beberapa Ultras Roma dan kapten Roma, Francesco Totti, ditemani kapten Lazio saat itu Tomasso Rocchi dan kakak Sandri, untuk memberikan penghormatan di sisi tribun utara (curva nord) tempat yang biasa dihuni para suporter Si Elang.

Sekarang kedua suporter sedang dalam situasi mencari cara untuk mendukung dengan maksimal masing-masing kesebelasannya agar meraih kemenangan. Pasalnya pada pertemuan Derby Ibukota yang ke-150 ini, akan menjadi laga penting untuk memastikan tiket Liga Champions musim depan.

Kendati demikian Roma juga ingin mempertahankan peringkat dua sekaligus mendampingi Juventus lolos otomatis ke Liga Champion musim depan. Sementara Lazio ingin melengserkan sang rival dan meyakinkan diri lebih baik dari Si Serigala. Maka keduanya siap saling terkam karena kemenangan dalam Derby Ibukota lebih penting ketimbang memenangkan scudetto sekalipun.

Sumber ganbar: eurosport.com

Komentar