Dua Kali Semusim, Perancis Terbelah Dua

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Dua Kali Semusim, Perancis Terbelah Dua

Le Classique seringkali disamakan dengan der Klassiker-nya Jerman dan El Clásico-nya Spanyol. Melihat namanya, hal tersebut dapat dibenarkan. Berdasarkan dua kelompok yang terlibat di dalamnya, Le Classique berbeda dengan dua pertandingan klasik lain di Eropa; pertandingan terakbar ini memecah seisi Perancis menjadi dua.

Le Classique berasosiasi dengan Paris dan Marseille. Dua kesebelasan asal kedua kota, Paris Saint-Germain dan Olympique de Marseille, bertanding mewakili kaum borjuis ibu kota dan masyarakat kelas pekerja kota pelabuhan. Kota terbesar di Perancis melawan kota terbesar kedua di negara yang sama. Pada nyatanya, Le Classique lebih besar dari itu. Menjelang pertandingan dan hingga ingatan tentangnya memudar, Le Classique memecah Perancis menjadi dua.

Hanya orang Paris yang mendukung PSG. Selebihnya, orang-orang Perancis yang menyukai sepakbola dan tidak membenci OM di saat yang bersamaan berada di sisi yang berlawanan dengan PSG. Untuk sementara, mereka mendukung OM demi berada dalam kelompok yang menentang PSG.

Di luar ibu kota, orang-orang Paris tidak begitu disukai. Kebanyakan dari mereka memiliki sifat arogan dan lebih suka menyebut diri orang Paris ketimbang warga negara Perancis. Bagi mereka yang lahir dan tumbuh besar di Paris, menjadi seorang Parisien lebih terhormat ketimbang menjadi seorang Français. Paris dulu, Perancis belakangan. Rasa agul orang Paris pun menular ke dalam tubuh kesebelasan kota itu, Paris Saint-Germain, yang didirikan oleh seorang desainer busana bernama Daniel Hecter.

Paris mencintai PSG seperti mereka mencintai diri sendiri dan kota mereka. PSG, bagaimanapun, tidak pernah mendapatkan cinta yang dari seisi negara. Kesebelasan masyarakat Perancis, secara tradisional, adalah Olympique de Marseille dan AS Saint-Étienne yang berasal dari kota tambang Saint-Étienne. Di antara keduanya, OM dicintai lebih banyak orang karena mereka berasal dari kota yang lebih besar ketimbang ASSE.

Lain hal, OM menjadi kebanggaan Perancis karena hingga saat ini mereka masih merupakan satu-satunya kesebelasan Perancis yang berhasil menjuarai Champions League. Populer dan berprestasi, OM semakin dibenci. PSG yang arogan merasa iri; merasa bahwa apa yang dimiliki OM adalah hak mereka.

Kelompok pendukung kedua kesebelasan pun membenci satu sama lain sehingga keduanya sempat dilarang menyaksikan kesebelasan mereka masing-masing bertanding di kandang lawan. Para pendukung OM tidak diperbolehkan datang ke Parc des Princes, para pendukung PSG tidak diizinkan mengunjungi Stade Vélodrome.

Jika saat ini PSG diingatkan tentang rasa iri mereka terhadap prestasi OM, mereka mungkin tidak akan mengakuinya dan bisa jadi malah menyebut bahwa yang seharusnya iri adalah OM. PSG tengah menjalani kehidupan baru mereka sebagai kesebelasan populer bergelimang prestasi.

Sedari awal PSG yang didirikan sebagai kesebelasan mewah memang hanya memiliki satu masalah: sulit berprestasi. Kedatangan Qatar Sports Investments mengubah peruntungan PSG di lapangan. PSG meraih dua dari empat gelar juara Ligue 1 mereka sejak Nasser Al-Khelafi menjadi presiden kesebelasan. Piala-piala itu pun mengundang cinta yang lama mereka damba. Kesuksesan ini terasa semakin manis karena di saat yang bersamaan, OM mengalami penurunan prestasi.

Sebuah keputusan besar di akhir musim lalu mengubah semuanya. OM dan PSG kembali terlibat persaingan langsung di papan atas. Sementara PSG masih mengedepankan kualitas para pemainnya untuk menciptakan kesebelasan terkuat di Perancis, OM mendatangkan ahli strategi kenamaan asal Argentina, Marcelo Bielsa. Hasilnya, OM menguasai puncak klasemen sejak pekan keenam sebelum Efek Bielsa melanda dan memaksa kuasa jatuh ke tangan Olympique Lyonnais untuk sementara.

Komentar