Saatnya Man United Berjaya Bersama Mourinho

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Saatnya Man United Berjaya Bersama Mourinho

Manchester United belum bisa sesukses saat mereka masih bersama Sir Alex Ferguson. Musim 2017/2018 adalah musim kelima mereka tanpa manajer asal Skotlandia tersebut. Padahal dalam lima musim terakhir Ferguson, United selalu bisa finis di posisi dua besar, bahkan tiga di antaranya menjadi juara. Namun, mereka hanya bisa finis di posisi ketujuh, empat, lima, dan enam setelah itu.

Tiga trofi dalam dua musim bersama Jose Mourinho bisa jadi akan mengembalikan mentalitas juara kesebelasan asal Manchester ini.

Tapi, Mourinho pasti sudah sadar jika mentalitas hanyalah sebagian kecil dari perbaikan yang sudah ia lakukan, karena kesebelasan lain pun sudah berbenah sejak Ferguson pensiun. Tidak ada lagi istilah big four karena hampir setengah kesebelasan di Liga Primer Inggris adalah big team. Di saat United menurun, kesebelasan lain malah menanjak.

Permasalahan musim lalu: terlalu banyak menyia-nyiakan peluang

Selama musim lalu, kita sering melihat Mourinho memainkan skema yang mirip seperti 6-3-1 melawan kesebelasan yang cukup kuat. Pada pra-musim juga kita belum benar-benar melihat peningkatan, kecuali pada saat Nemanja Matic didatangkan (ia hanya bermain di dua pertandingan terakhir pra-musim) karena ia dianggap bisa membebaskan Paul Pogba.

Kedatangan Matic bisa saja membawa perubahan. Tapi para pendukung United tidak akan senaif itu dengan mengharapkan Matic (dan Romelu Lukaku) bisa membawa perubahan di setiap pertandingannya, karena United juga berlaga di Liga Champions UEFA, Piala Liga Inggris, dan Piala FA di musim ini.

Jika mereka tidak bisa meningkatkan aspek lainnya dalam permainan mereka, bukan hanya mendatangkan pemain baru, maka jangan kaget jika mereka akan bersusah payah meraih peringkat empat besar di akhir musim nanti.

Kesebelasan yang dijuluki “Setan Merah” ini memiliki masalah serius pada pemanfaatan peluang di musim lalu. Zlatan Ibrahimovic dkk yang terlihat kesulitan mengonversi peluang menjadi gol, bahkan mengklaim diri mereka adalah kesebelasan yang tidak beruntung, malah kerap memainkan “rencana cadangan” dengan mengirimkan bola langsung ke kotak penalti di mana Marouane Fellaini dan Ibrahimovic sudah menunggu.

Saya tidak bilang cara ini tidak jitu. Saya malah semakin yakin Mourinho benar-benar menganggap Fellaini sepenting itu dengan cara bermain tersebut. Namun, sulitnya mereka mengonversi peluang ini sebenarnya yang menyebabkan mereka terlalu banyak bermain imbang, terutama di kandang.

Hal ini tentu sangat menjengkelkan, bukan hanya untuk para pendukung United, tapi juga para penonton netral yang mengharapkan United bermain “lebih cantik” (ya, saya tahu main cantik itu tidak selalu penting).

Ibrahimovic sendiri memang menjadi pencetak gol terbanyak di United musim lalu dengan 17 gol di liga, tapi itu ia raih dengan angka tembakan yang sangat banyak, tepatnya 4,28 per 90 menit. Jika dibandingkan dengan penyerang anyar mereka, Lukaku, yang mencetak 25 gol, Ibrahimovic bermain lebih sebentar, tepatnya 2.442 menit. Lukaku sendiri bermain dalam 3.266 menit. Hal ini terjadi karena ia mengalami cedera lutut.

Secara rata-rata, Zlatan membuat 4,28 tembakan setiap 90 menit, sementara Lukaku hanya 3,03. Ini bukan soal akurasi tembakan saja (Zlatan 55%, Lukaku 64%), tapi masalah efektivitas (tembakan yang dilepaskan adalah tembakan berkualitas) dan efisiensi (mendapatkan gol dari tembakan sesedikit mungkin).

Maka dari itu, direkrutnya Lukaku diharapkan bisa menjadi jawaban bagi efektivitas dan efisiensi serangan United di musim 2017/2018.

Permasalahan yang diharapkan bisa diatasi oleh para rekrutan baru

Di akhir sub-pembahasan di atas, disebutkan jika Lukaku diprediksi bisa memperbaiki pemanfaatan peluang United di depan gawang. Benar atau tidaknya memang tergantung nanti ketika musim berjalan. Tapi yang terlihat dari pra-musim, Lukaku membuat Mourinho sedikit mengubah gaya menyerang kesebelasannya.

Selama bersama Zlatan, serangan United memang powerful, tapi lambat. Sementara dengan Lukaku, United bisa meningkatkan kecepatan serangan mereka. Tidak seperti Zlatan yang gemar turun dan menyambungkan permainan, Lukaku adalah tipikal target forward yang diam di depan.

Keunggulan pemain asal Belgia ini adalah pergerakan dan pengambilan posisinya. Beberapa gol Lukaku bahkan mencerminkan “kemalasan” seperti gol bola muntahan atau menunggu di depan gawang untuk menyundul bola umpan silang. Lukaku mengingatkan para pendukung “Setan Merah” akan Chicharito, tapi ia lebih besar dan lebih kuat.

Jika Lukaku bisa bermain seperti musim lalu saat di Everton, maka United tidak akan memiliki masalah seperti yang sudah dijabarkan di atas. Cara alternatif Mourinho jika Lukaku terisolasi adalah dengan memainkan Marcus Rashford yang rajin turun, bergerak ke sayap kemudian melakukan cut inside, serta memanjakan dengan bola-bola kirimannya ke kotak penalti, untuk berduet dengan Lukaku.

Kalau cara di atas masih tidak berhasil, kita semua sama-sama tahu jika Mourinho masih punya “rencana cadangan” itu: memainkan Fellaini.

Beralih ke lini tengah, Matic sangat cocok bermain bersama Ander Herrera dan Pogba dalam skema tiga gelandang. Matic adalah gelandang bertahan yang rajin di Chelsea jika kita melihat saat The Blues belum mendatangkan N’Golo Kanté.

Sejak kedatangan Kanté, statistik aksi bertahan Matic terus menurun: dari 3,7 tekel menjadi 1,7 tekel, serta dari 2,1 intersep menjadi 1,7 intersep (semua angka adalah rata-rata per 90 menit).

Musim lalu Herrera membuat 3,1 tekel dan 3 intersep setiap 90 menit. Jadi dengan Matic sebagai tandemnya, akan sangat menarik membayangkan lini tengah United untuk menjadi “kuburan” bagi aliran serangan lawan (Baca juga: Anti-Taktik Conte Melalui Tiga Peran Ander Herrera).

Di pra-musim, United beberapa kali memainkan serangan balik, termasuk saat Piala Super UEFA melawan Real Madrid (United kalah 2-1). Dengan Matic dan Herrera, United jadi memiliki dua gelandang energik yang menjadi motor di lini tengah. Setidaknya itu adalah pemandangan yang 180° berbeda dengan ketika kita melihat Michael Carrick bermain.

Kemudian terakhir dari lini belakang, Victor Lindelöf adalah pemain yang lebih baik untuk membangun serangan dari belakang, setidaknya di atas kertas dan jika kita membandingkannya dengan Chris Smalling atau Phil Jones. Jika semuanya berjalan lancar untuk pemain asal Swedia tersebut, kita akan melihat duet Lindelöf dan Eric Bailly untuk sering menghiasi susunan sebelas pemain utama United di musim ini.

Prediksi

Dibandingkan dengan para kompetitor, United sejujurnya memiliki peningkatan yang cukup menggembirakan di jendela transfer musim panas ini. Itu juga mereka tunjukkan dari pra-musim mereka di mana mereka berhasil menang lima kali, imbang sekali (kemudian menang di babak adu penalti), dan kalah sekali, dengan mencetak 15 gol dan kebobolan enam gol.

Dua kesebelasan yang bisa membuat United kerepotan mungkin hanya Manchester City dan Chelsea. Sementara para pendukung United bisa berharap racikan tiga bek Arsene Wenger tidak berjalan sempurna untuk Arsenal.

Kemudian Spurs dan Liverpool juga memiliki masalah kedalaman skuat untuk bermain di empat kompetisi sekaligus, sehingga para pendukung mereka akan sangat berharap jika pemain-pemain mereka tidak cedera atau dipreteli oleh kesebelasan lain.

Belajar dari musim lalu, maka pertahanan bukan masalah besar untuk United. Mereka kebobolan paling sedikit kedua di liga musim lalu (29 gol), di bawah Tottenham Hotspur (26 gol). Masalahnya, mereka hanya mencetak 54 gol, atau yang terburuk di antara tujuh kesebelasan teratas, dengan 15 kali imbang pula (terbanyak di liga).

Kesimpulannya, jika United bisa lebih memanfaatkan peluang lagi untuk efektif dan/atau efisien, memiliki konversi yang tinggi, dan membuat para rekrutan baru bisa berkontribusi bagi peningkatan penampilan mereka, maka posisi empat besar bisa mereka raih dengan “ongkang-ongkang kaki”.

Jika para rekrutan baru ternyata tidak bisa bermanfaat, maka kita harus ingat: Jose masih punya Fellaini.

Komentar