Saat PSSI Belajar Mengelola Judi Bola pada Belanda

Klasik

by redaksi

Saat PSSI Belajar Mengelola Judi Bola pada Belanda

PSSI sempat kedatangan tamu kehormatan ketua KNVB (PSSInya Belanda) Wim Meuleman pada tahun 1975. Kedatangannya ke Indonesia berkat undangan ketua PSSI waktu itu yaitu Bardosono. Diharapkan pertemuan ini mampu mempererat kerjasama antar dua negara lewat sepakbola.

Tapi ada-ada saja PSSI ini, kedatangan Wim Meuleman ini ternyata untuk membantu PSSI mengelola judi bola yang di masa itu memang sedang marak-maraknya. Masa itu judi bola dikenal dengan istilah judi toto.

Kepada para pengurus PSSI, Meuleman mengatakan bahwa di negara Belanda pada waktu itu terdapat lebih dari satu juta pemain dari 18.000 klub yang masing-masing memiliki lapangan, gedung dan organisasinya. Dari sekian banyak itu 37 diantaranya adalah klub-klub profesional.

Secara gamblang Meuleman mengatakan untuk membiayai pekerjaanya KNVB memperoleh bantuan keuangan dari penghasilan toto dan lotto olahraga yang setiap tahunnya diperkirakan berjumlah 10 juta gulden atau 1,7 milyar (Jika ditarik di zaman ini berkisar 170 Milyar). Dari total keuntungan itu 5 juta gulden diantaranya dibagikan untuk klub profesional, 2,5 juta untuk klub amatir dan 2,5 juta sisanya untuk memperkerjakan karyawan KNVB yang berjumlah 100 pegawai.

Meuleman mengatakan tiap klub masih mendapat uang dari donatur-donaturnya sendiri. Tak hanya itu ia pun menegaskan bahwa tiap tahunnya 3% penghasilan klub wajib disetor kepada KNVB. Nah, siapa yang tidak tergiur coba jika mendengar nominal-nominal yang disebut Meuleman?

Hal itulah yang membuat ngiler PSSI. Apa yang dilakukan di Belanda hendak ditiru di Indonesia secara mentah-mentah oleh Bardosono. Tapi niat itu ternyata jauh panggang dari api, pasalnya di masa itu Indonesia belum mengenal klub profesional - galatama belum lahir. Lantas bagaimana mengakomodasi para bandar dan sepakbola jika klub-klubnya sendiri masih berstatus amatir.

Ya namanya juga PSSI, saat jalan legal tak menghasilkan keuntungan maka tak apalah mencoba jalur ilegal. Di masa itu meskipun masih berstatus amatir, banyak pengurus dan pemain kita yang bertarung di kompetisi Perserikayan ketahuan bermain dengan para bandar. Saat dibentuk galatama kondisi itu ternyata makin diperparah. Ya itulah Indonesia!

(wam)

Komentar