Falsafah Sun Tzu yang Mengingatkan Kita Pada Inzaghi

Cerita

by redaksi

Falsafah Sun Tzu yang Mengingatkan Kita Pada Inzaghi

“Semua peperangan didasarkan oleh tipu daya. Karenanya, ketika kita mampu menyerang, kita harus terlihat tak mampu melakukannya. Ketika kita menggunakan kekuatan, kita harus terlihat tak akan menggunakannya. Ketika kita dekat, kita harus membuat musuh percaya bahwa kita jauh. Dan ketika kita jauh, kita harus membuat musuh kita percaya bahwa kita dekat. Berpura-pura kesulitan kemudian hancurkan.”

Kutipan di atas merupakan kutipan yang disadur dari sebuah buku yang berjudul ‘The Art of War’ karangan Sun Tzu, seorang panglima perang Tiongkok. Bukunya memang hanya menceritakan tentang strategi perang. Tapi sebenarnya, banyak ide yang bisa diterapkan dari strategi-strategi perang tersebut ke kehidupan yang kita jalani sekarang.

Dan di Italia, ada seorang pemain yang berhasil menerapkan konsep perang seperti pada paragraf pembuka di atas. Kemampuan mengolah bolanya biasa saja. Badannya pun tak kekar seperti kebanyakan pemain bola. Tapi ketika ia berada di dalam kotak penalti, ia menjelma menjadi seorang predator yang siap menggelontorkan banyak gol untuk tim yang ia bela. Tak terlihat sepanjang pertandingan, tiba-tiba ia muncul di depan gawang lawan dan dengan mudah menceploskan bola. Kemudian, ia pun menjadi seorang legenda.

Deskripsi di atas jelas merujuk pada satu nama. Ya, siapa lagi kalo bukan Filippo Inzaghi, mantan penyerang Milan. Namanya kembali mencuat ke permukaan setelah kini menjadi allenatore AC Milan menggantikan Clarence Seedorf yang dinilai tidak memenuhi ekspektasi jajaran direksi Rossoneri. AC Milan gagal berlaga di kompetisi Eropa musim ini setelah hanya mampu finish di peringkat ke-7 klasemen Serie A.

Silvio dan Barbara Berlusconi, pemilik klub AC Milan, dan CEO Adriano Galliani memutuskan akan memecat Seedorf dan mulai mencari pelatih yang layak memimpin tim sekelas AC Milan. Unai Emery, Pelatih yang membawa Sevilla menjuarai Europa League, sempat menjadi incaran utama manajemen AC Milan. Namun akhirnya AC Milan mengurungkan niatnya untuk merekrut pelatih asal Spanyol tersebut, karena biayanya yang terlalu tinggi.

Inzaghi pun dipilih manajemen Milan. Sebuah pilihan yang sebenarnya tidak mengejutkan mengingat sejak dipecatnya Massimilliano Allegri pada pertengahan musim lalu, namanya sudah digadang-gadang sebagai pelatih AC Milan berikutnya.

Selain telah menjalani 11 tahun karir bersama AC Milan, ia pun tentu sudah mengetahui kondisi Milan saat ini seperti apa mengingat  saat ini ia merupakan pelatih Primavera AC Milan. Sejak pensiun pada tahun 2012, ia memang sudah dipercaya menangani tim junior AC Milan tersebut. Dan lebih dari itu, manajemen Milan pun puas atas kinerjanya.

Inzaghi telah meneliti bagaimana menjadi seorang pelatih yang sukses. Dalam tesisnya untuk memperoleh lisensi kepelatihan UEFA Pro, ia menjelaskan bagaimana psikologi untuk menjadi seorang pelatih bermental pemenang.

Menurut pelatih berusia 40 tahun ini, mental pemenang harus dimiliki seluruh pemain bahkan staf pelatihnya. Karena setiap pelatih memiliki keterikatan filosofis terhadap mental bermain para pemainnya. Oleh karena itu, mental pemenang harus sudah dimunculkan dalam latihan. Menurutnya, kata ‘menang’ adalah kata yang mencakup banyak aspek kehidupan yang seringkali ditentukan oleh keberuntungan. Namun, jika seorang pemain sudah memiliki mental pemenang, mereka akan melakukan apapun untuk meraih kemenangan tersebut, mengesampingkan ‘keberuntungan’.

Berdasarkan pengalamannya, ia selalu berkata pada dirinya sendiri bahwa ia mampu meraih kemenangan. Dan ketika menang, ia biasanya akan menangis, bukan ketika ia kalah. Ini merupakan bentuk bagaimana kemenangan adalah hasil dari jerih payahnya dalam berlatih. Ketika kalah, maka seorang pemain perlu berlatih lebih keras lagi, bukan meratapi kekalahannya tersebut.

Tentunya Inzaghi sudah berpengalaman untuk menjadi seorang pemenang. Selama karirnya dalam sepakbola, ia sudah meraih 2 Gelar Liga Champions bersama AC Milan, 3 gelar Scudetto, 3 Piala Super Eropa, termasuk gelar Piala Dunia bersama Italia pada tahun 2006.

Maka tak salah memang jika pada akhirnya manajemen Milan memilih Super Pippo untuk menjadi pelatih AC Milan musim depan. Pippo diharapkan bisa menularkan mental pemenangnya kepada para pemainnya nanti. Mental bertanding menjadi salah satu faktor hasil-hasil negatif yang diraih Milan musim ini. Para pemain Milan saat ini dinilai tidak memiliki atau kehilangan DNA AC Milan sebagai tim besar di dunia.

Dan jika melihat sosok Inzaghi, sepertinya, ia memang sudah memiliki visi dalam membangun sebuah tim juara. Dengan apa yang pernah dialaminya dan apa yang pernah dipelajarinya, bukan mustahil baginya untuk memulai era baru untuk AC Milan, tim yang ia cintai.

[ar]

Komentar