Negara Kecil Mimpi Buruk Dua Pemain Besar

Cerita

by Redaksi 18

Redaksi 18

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Negara Kecil Mimpi Buruk Dua Pemain Besar

Johann Berg Gudmundsson masih ingat betul kejadian dua tahun lalu, saat ia melihat bagaimana muramnya ekspresi Cristiano Ronaldo selepas laga antara Portugal dan Islandia di Stade Geoffroy Guichard. Begitu wasit Cuneyt Cakir meniup peluit panjang tanda rampungnya pertandingan, raut kesal langsung terlihat di wajah CR7.

Malam itu, di hari pertama pertandingan Grup F Piala Eropa 2016, Portugal ditahan imbang oleh Islandia, sebuah negara kecil yang baru pertama kali tampil di putaran final Piala Eropa. Setelah Islandia berhasil menyamakan kedudukan lewat gol yang dicetak Birkir Bjarnason di menit ke-50, Portugal sangat kesulitan membongkar rapatnya pertahanan Islandia.

Dari 27 kali percobaan tembakan yang dilepaskan Ronaldo dan Kolega, tak ada satu pun yang bersarang di gawang Hannes Halldorsson. Di sisi lain, Islandia yang fokus bertahan total hanya melepas 4 tembakan.

Ronaldo tak berkenan dengan semua itu. Usai pertandingan, ia menyebut Islandia sebagai tim dengan mental ciut yang tidak akan meraih apa pun di Piala Eropa 2016. “Ini malam keberuntungan bagi mereka [Islandia]. Mereka hanya bertahan, bertahan, dan bertahan. Bagiku, ini menunjukkan bagaimana ciutnya mental mereka. Dan tentu saja mereka tak akan mendapat apa-apa di turnamen ini,” papar Ronaldo.

“Dia [Ronaldo] sangat kesal karena tak bisa mencetak satu pun gol ke gawang kami,” kenang Gudmundsson kepada Telegraph sambil tersenyum. “Saat itu adalah kali pertama kami mengikuti turnamen besar, dan mereka [Portugal] tak bisa mengalahkan kami, tentu saja mereka tak berkenan dengan semua itu. Ronaldo adalah seorang yang terbiasa dengan kemenangan, jadi dia sangat marah dengan hasil itu.”

Kini, dua tahun setelah debut di Piala Eropa, Islandia tampil di panggung besar kedua: Piala Dunia 2018. Jika panggung besar pertama mempertemukan mereka dengan Cristiano Ronaldo di pertandingan awal, maka pertandingan pembuka di panggung besar kedua mempertemukan mereka dengan pemain besar lainnya: Lionel Messi.

Gudmundsson ingin mengulang apa yang timnya lakukan terhadap Ronaldo dua tahun lalu, kali ini kepada Lionel Messi. Tiga hari sebelum pertandingan kontra Argentina digelar, pemain Burnley itu memproklamirkan tekadnya.

“Ya, itu yang ingin kami lakukan,” ucapnya dengan suara yang sedikit mengeras. “Akan sangat berat untuk bertanding melawan dia [Messi], tetapi dengan melihat ia frustrasi dan tak bisa mencetak gol sepanjang pertandingan, kami akan bahagia. Jadi mari kita bertanding dan berusaha mengalahkan mereka [Argentina]. Mari buat Messi lebih marah dari Ronaldo!”

Tiga hari berselang, tekad itu menemukan bentuknya. Di bawah tatapan 44.190 pasang mata yang memadati Stadion Spartak, Moskwa, Islandia berhasil menahan imbang Argentina pada laga perdana kedua tim di Piala Dunia 2018. Yang menarik, mereka menahan imbang Argentina dengan skor yang sama ketika menahan imbang Portugal di Piala Eropa, 1-1.

Messi pun berhasil dibuat tak berdaya. Kali ini bahkan dengan cara yang sedikit terasa lebih pahit dibandingkan Ronaldo: gagal penalti. Eksekusi peraih 5 Ballon D’Or itu berhasil dimentahkan oleh penjaga gawang Hannes Halldorsson di menit ke-64. Messi murung seraya kedua bahunya menurun.

Dari total 26 tembakan yang dilepaskan Lionel Messi dan kolega, tak ada satu pun yang berhasil mengantarkan Argentina untuk meraih tiga poin pertama. Semuanya berhasil diredam oleh kokohnya pertahanan Islandia yang digalang oleh kuartet Kari Arnason, Birkir Saevarsson, Ragnar Sigurdsson, dan Hordur Magnusson.

Usai pertandingan, Argentina pun mengungkapkan hal yang sama dengan Portugal dua tahun lalu ketika mengeluhkan permainan Islandia yang hanya fokus bertahan. “Islandia bermain sangat bertahan. Menutup semua ruang yang tersedia. Kami telah berusaha melakukan segala hal untuk meraih kemenangan,” papar pelatih Argentina, Jorge Sampaoli, dikutip dari Independent.

Gudmundsson tentu berbahagia dengan prestasi yang diraih oleh timnya tersebut. Dua pemain besar dari dua negara besar dalam dua panggung besar telah dibuat frustrasi oleh Islandia. Terlepas dari faktor teknis seperti taktik dan strategi bermain, faktor lain yang telah membuat Islandia hebat adalah kebersamaan yang terjalin di dalam tim. Gudmundsson sendiri yang menjelaskannya.

“Enam sampai tujuh pemain di tim [Islandia] adalah sahabat terbaikku. Setiap hari aku selalu mengobrol dengan mereka. Tidak ada yang merasa sebagai pemain bintang di sini. Semua sama-sama memiliki tujuan untuk membawa Islandia lebih baik lagi. Itu faktor terbesar. Dan jika kebersamaan ini tidak terdapat lagi di generasi [timnas Islandia] selanjutnya, maka pencapaian yang kami raih hari ini mungkin tak akan pernah terjadi lagi.”

Satu poin dari pertandingan melawan Argentina adalah modal yang cukup baik untuk Islandia. Dalam dua pertandingan tersisa di Grup D, mereka akan menghadapi Nigeria dan Kroasia yang, di atas kertas, masih mungkin untuk dilawan.

Dua pemain terbaik dunia ketika melawan Islandia. Gagal maning, Son! #WorldCup

A post shared by PanditFootball.com (@panditfootball) on

Komentar