Merindukan Song dan Pengakuannya Tentang Wenger

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Merindukan Song dan Pengakuannya Tentang Wenger

Oleh: Mustakim

“Aku mencintai Arsenal, dan tidak ingin pergi,” begitu kutipan wawancara Alex Song dengan Metro pada Agustus 2012.

Sejak gelandang berkebangsaan Kamerun tersebut pergi pada 2012, Arsenal seolah kehilangan keseimbangan di lini tengah. Tidak ada lagi gelandang bertahan Arsenal yang kemampuan bertahan dan kreativitasnya seseimbang Song.

Aaron Ramsey muda, Abou Diaby, Mikel Arteta, serta Mathieu Flamini pernah mencoba mengisi posisi Song, namun kemampuan bertahan mereka semua tak lebih baik dari pemain yang mereka gantikan.

Lini tengah Arsenal sempat kembali seimbang berkat performa prima Francis Coquelin di musim 2015/16. Sayangnya, konsistensi Coquelin tidak terjaga. Teranyar, Granit Xhaka didatangkan untuk menjadi jawaban dari masalah ini. Namun kapten Tim Nasional Swiss tersebut masih belum mampu menjalankan tugas sebaik Song.

Dalam pengakuannya kepada Metro saat itu, Song menyatakan sangat ingin terus bermain mengenakan seragam Arsenal, dan siap dengan ikatan kontrak jangka panjang.

“Namun ketika aku berkomitmen untuk membicarakan hal itu, klub selalu menundanya, dengan alasan ‘kau masih punya sisa kontrak 3 tahun lagi’.”

Kemudian Barcelona datang dengan tawaran kontrak 5 tahun. Song menjadi antusias.

“Ketika klub terbaik dunia menginginkan talentamu, itu artinya kamu harus membuat keputusan yang tepat,” ujarnya.

Sebelum pindah ke Barcelona, Song acap diberitakan malas dan sering telat datang ke tempat latihan. Song mengakui berita itu sangat mengecewakan dan menyakitinya, “Jika Arsenal berpikir aku tidak antusias lagi datang ke tempat latihan, maka itu dikarenakan mereka tidak memahami kontribusi besarku pada klub dan mereka tidak ingin duduk bersama membahas masa depanku.”

Song, pada akhirnya, meninggalkan Arsenal. Walau kepergiannya sedikit “didorong” oleh masalah kontrak, tak ada hubungan yang memburuk antara dirinya dan Arsene Wenger.

“Aku sangat menghormati Arsene Wenger,” ujar Song ketika ditanyai perihal sang manajer. “Aku mencintainya seperti anak pada ayahnya dan dia adalah pelatih yang luar biasa.

“Aku berutang budi padanya. Tidak pernah ada masalah di antara kami, jadi bila ada seseorang di dalam klub yang menyatakan itu, itu benar-benar membuatku kesal.”

***

Song muda didatangkan Arsenal dari SC Bastia pada Agustus 2006. Usianya saat itu baru 18 tahun. Song sendiri bukan wajah baru saat direkrut, karena di musim sebelumnya Song sudah bermain untuk Arsenal sebagai pemain pinjaman.

Pada putaran kedua musim 2006/07, Song dipinjamkan ke Charlton Athletic karena Arsenal memiliki banyak gelandang bertahan—Gilberto Silva, Mathieu Flamini, Lassana Diarra, dan Denilson.

Kepergian Flamini ke AC Milan pada musim 2008/09 membuka kesempatan Song menjadi salah satu gelandang bertahan terbaik yang pernah dimiliki Arsenal. Dengan impresif, Song yang baru berusia 21 tahun tampil sebanyak 48 kali di semua ajang di musim tersebut.

Musim terakhir Song bersama Arsenal pada 2011/12 menjadi musim terbaiknya. Song bertransformasi menjadi satu dari sekian banyak gelandang bertahan terbaik di Eropa. Catatan total 14 asisnya jauh melebihi para gelandang bertahan elite lain seperti Michael Carrick (Manchester United; 4 asis), Xabi Alonso (Real Madrid; 2 asis), Sergio Busquets (Barcelona; 2 asis), Scott Parker (Tottenham Hotspur; 2 asis), Mark van Bommel (AC Milan; 0 asis), hingga Felipe Melo (Juventus; 0 asis). Bahkan gabungan jumlah asis mereka pun tidak sebanyak torehan Song.

Song sangat efektif membantu serangan dengan umpan terobosan melambung yang sangat terukur. Aliran bola dari kaki Song menjadi salah satu kunci permainan Arsenal saat itu.

Salah satunya adalah umpan mewah Song kepada Robin van Persie, umpan yang membelah pertahanan Norwich City. Van Persie kemudian menyelesaikannya dengan lob nakal.

Saat Arsenal menjamu Borussia Dortmund, Song memancing beberapa pemain bertahan Dortmund mengerubunginya, sehingga RVP terlepas dari kawalan. Song kemudian mengirim umpan silang yang dituntaskan Van Persie dengan sundulan.

Van Persie bukan satu-satunya pemain yang mendapat kemewahan dari Song di sepertiga akhir. Dalam pertandingan babak ketiga Piala FA melawan Leeds United, Song bermain luar biasa. Umpan terobosannya menggelinding melewati 4 pemain Leeds menuju sang legenda yang kembali, Thierry Henry.

Song juga memberi dua ais hebat kepada Theo Walcott dalam pertandingan melawan Tottenham Hotspur dan Aston Villa.

Saat bertahan, Song mampu membaca permainan lawan dengan baik. Ia juga pintar melindungi empat bek di belakangnya. Namun Song sedikit bermasalah dengan kedisiplinan. Ia sering membuat pelanggaran tidak perlu.

Namun, hal itu tidak menyurutkan nilainya, karena ia selalu nyaris tampil konsisten. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh penerus-penerusnya di Arsenal.

Arteta boleh memiliki akurasi umpan sempurna, tetapi caranya melindungi pemain belakang tidak begitu apik. Coquelin boleh sangat baik melindungi para pemain di belakangnya, namun umpan-umpannya ke depan sangat tidak terukur. Xhaka boleh menjadi gelandang dengan sebaran umpan terbanyak di Liga Primer Inggris musim ini, namun ia masih belum bisa berkoordinasi dengan baik dengan para pemain belakang.

Melihat kondisi permainan Arsenal saat ini, tiba-tiba saya merindukan Alex Song.


Penulis berdomisili di Kota Padang. Dapat dihubungi lewat akun Twitter @TakimNC.

Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis lewat rubrik Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada di dalam tulisan merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Komentar